Minggu, 15 Desember 2019 (Advent-III)
Pendahuluan
Menurut Daniel J.Harrington SJ (1991),
ahli Perjanjian Baru, waktu penulisan Injil Matius ini diperkirakan setelah
tahun 70 ZB (Zaman Bersama/Masehi) di dekat Palestina. Penulis kitab Matius ini
dalam karyanya ingin berusaha untuk merespons krisis yang dialami oleh
Yerusalem ketika itu dengan memotret kehancuran Bait Allah. Kehancuran itu
membuat pusat dan sarana bersatunya umat Yahudi mendadak tidak berfungsi dan
sangat kecil kemungkinan ke depannya akan segara dibangun kembali. Orang Yahudi
karenanya harus dapat menyesuaikan diri mereka dari segala keterpurukan ini.
Dan, Injil Matius ini sedang menceritakan tentang situasi dari orang Yahudi,
khususnya yang sudah menerima Kristus (Kristen), di dalam menghadapi
situasi/suasana yang baru.
Jack Dean Kingsbury (2004) mempertajam
Daniel J.Harrington SJ, di mana ia menjelaskan bahwa ada dua kelompok besar
yang dihadapi oleh Yahudi Kristen di dalam Injil ini, yaitu bangsa Yahudi dan
para pemimpin mereka. Tentang bagaimana mereka mengalami benturan, hal itu
dapat dilihat dalam relasi Yesus dengan kedua kelompok itu. Dari prespektif
Yahudi Kristen, mereka mendukung bagaimana
Yesus dapat meyakinkan dua kelompok itu untuk mau mendengarkan berita tentang
Kerajaan (Surga). Dan, teks kita pada minggu ini membahas tentang salah satu
aspek dari berita Injil Kerajaan (Surga) itu. Ini juga menjadi dasar kesaksian
bagi semua bangsa di dalam mendapatkan kesudahan (band.Mat.24:14)
Penjelasan Nas
Sebagaimana yang telah dipaparkan di
dalam Pendahuluan, Yesus sebagai representasi dari orang Yahudi Kristen sering
mendapatkan tantangan dari bangsa Yahudi dan pemimpin mereka sendiri. Puncak
ketegangan itu, pada Injil Matius digambarkan, Yesus mengecam keras ahli Taurat
dan orang Farisi (band.Psl.23). Setelah menyampaikan kecaman-Nya itu di dalam
Bait Allah, Yesus lalu keluar dari sana dan menunjuk bangunan Bait Allah serta
memberitahukan pada para murid-Nya kalau Bait Allah itu akan runtuh fisiknya.
Tidak ada satu batu pun yang dibiarkan berdiri.
Kalau kita mengikuti alur awal, kita bisa
melihat bagaimana kental terasa romansa orang Yahudi Kristen dengan Bait Allah
yang sudah dinubuatkan oleh Yesus akan menjadi rerentuhan. Di dalam kekesalan
yang bercampur aduk dengan kesedihan, para murid dan Yesus pun pergi ke bukit
Zaitun. Di sana mereka bercakap-cakap tentang kedatangan-Nya kelak dan tanda
kesudahan dunia (ay.3). Mengapa para murid menanyakan hal tersebut? Ini sangat
berkaitan dengan kefrustasian para murid akan penjajahan Romawi, terlebih
menjelang runtuhnya Bait Allah di Yerusalem. Para murid sepertinya ingin
menikmati kehidupan yang damai, di mana penjajahan tidak pernah ada di tengah
kehidupan mereka.
Merespons pertanyaan tentang waktu kelak
tanda kedatangan dan kesudahan dari para murid ini, Yesus dengan tegas
memperingatkan mereka agar terlebih dahulu mewaspadai orang yang menyesatkan. Ada
banyak orang disebutkan oleh Yesus akan datang memakai nama-Nya dan mengaku
bahwa ia adalah Mesias (ay.4-5). Tentang tanda awal kedatangan-Nya dan
kesudahan dunia itu, Yesus menggambarkan mereka akan mendengar deru perang.
Para murid diminta oleh Yesus untuk tidak gelisah, tetapi berawas-awas diri,
karena semuanya pasti terjadi, tetapi yang pasti belum tiba saatnya ke sana
(ay.6). Tanda-tanda lain yang mengiringi adalah peperangan yang terjadi baik
itu antarbangsa maupun antarkerajaan. Lalu, ada kelaparan dan gempa bumi
terjadi di berbagai tempat (ay.7). Akan tetapi, menurut Yesus, hal itu baru
permulaan penderitaan menjelang zaman baru (ay.8).
Dari jawaban Yesus pada para murid, kita
dapat mencoba untuk memahaminya lebih dalam lagi. Yang pertama, Penyesatan.
Pergumulan umat Tuhan di sepanjang zaman adalah penyesatan. Dalam konteks
pembicaraan Yesus dengan para murid-Nya, Yesus jelas menunjukkan siapa penyesat
yang dimaksud-Nya itu. Mereka adalah nabi palsu (band.ay.11). Apa yang
dimaksudkan Yesus dengan penyesat di sini? Yesus di dalam konteks lain pernah
menjelaskan bahwa penyesat adalah mereka yang tidak mengerti kitab suci dan kuasa
Allah (band.Mat.22:29, Mrk.12:24). Paulus juga di dalam pelayanannya di
tengah-tengah jemaat sering mendapatkan tantangan dari para penyesat, seperti
ketika berada di Roma, Tesalonika, Filipi, Korintus, Galatia, dan lain
sebagainya (Rm.11:9, 1.Kor.6:9, 15:33, 2.Kor.11:3, Gal.6:7, Ef.5:6, 1.Tes.2:3,
2.Tes.2:3, 2:11, Tim.1:4:1).
Terkait dengan tanda-tanda yang
disampaikan-Nya, yaitu peperangan, kelaparan, dan gempa bumi, Yesus di pasal
sebelumnya sudah menjelaskan manusia hanya bisa melihat tanda langit tetapi
tidak dengan tanda-tanda zaman (band.Mat.16:3). Tanda-tanda yang disebutkan
Yesus sebagai permulaan dari penderitaan menjelang zaman baru berasal kata
Yunani, yaitu “oidin”, yang arti
harafiahnya ialah rasa sakit bersalin. Yesus di sini sebenarnya ingin
menegaskan tanda-tanda itu bukan memastikan bahwa hal kedatangan-Nya dan
kesudahan dunia telah pasti tiba. Karena, sakit hendak persalinan sangat banyak
tandanya. Ada istilah persalinan di dalam dunia medis dengan tanda kontraksi
(his) palsu. Tanda ini seolah-olah menunjukkan seorang ibu sudah pasti siap
waktunya untuk melahirkan anaknya ke tengah-tengah dunia. Padahal, kontraksi
itu hanya kontraksi biasa (mengencangnya otot rahim) dan belum menandakan
saatnya ibu itu untuk melahirkan. Tetapi, seorang dokter atau bidan tetap juga
berjaga-jaga apabila kontraksi yang datang adalah benar-benar kontraksi (his)
asli. Dengan demikian, para murid bisa tetap waspada agar apabila tanda-tanda
yang digambarkan Yesus terjadi mereka dapat siap menghadapinya.
Renungan
Sejak zaman gereja purbakala sampai
saat ini ternyata sudah banyak orang yang tidak sabar agar kedatangan Yesus
kedua kali segera tiba. Spekulasi waktu hari kiamat terus bermunculan di dunia
ini. Termasuk di Indonesia, ada berbagai sekte yang pemimpinnya mengklaim diri
mereka adalah yang diutus Allah atau mesias zaman kini. Seperti contohnya,
sekte Pondok Nabi, di bawah kepemimpinan Pdt.Mangapin Sibuea di Bandung. Pendeta
ini menyatakan bahwa ia mendapat kabar dari surga kalau kiamat bumi akan dimulai
dari tanggal 10 November 2003. Karenanya, mereka harus berkumpul di Pondok Nabi
supaya mereka dapat terangkat ke surga. Ketika waktu yang ditentukan tiba,
mereka tidak kunjung juga terangkat ke surga.
Ada lagi seorang perempuan yang bernama
Lia Aminuddin, atau yang lebih dikenal dengan Lia Eden. Ia mengklaim dirinya
telah menjadi jalan baru pada semua agama. Lia Eden pada umat Kristen di tahun
1998 menegaskan kalau dirinya itu Mesias. Terkadang juga, ia mengaku bahwa ia
reinkarnasi dari Maria, ibunda Yesus. Terkait waktu kesudahan dunia (kiamat),
Lia Eden pernah berkirim surat pada Presiden Republik Indonesia agar di tahun
2015 diberikan izin pendaratan UFO (Unidentified
Flying Object) di Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Menurut Lia Eden, UFO
inilah awal dari kesudahan dunia, di mana kota Yerusalem juga akan turut
diangkat. Ketika waktu yang ditentukan tiba, tidak ada satu pun UFO yang
mendarat dan kota Yerusalem masih berada di tempatnya sampai saat ini.
Dari dua contoh ini, kita dapat mengerti
mengapa Yesus mengingatkan para murid untuk waspada pada penyesatan. Benar yang
dikatakan oleh Yesus bahwa ada yang mengaku dirinya adalah Mesias, seorang
utusan Tuhan. Para nabi palsu ini secara konsiten muncul di sepanjang zaman.
Sebagai murid Kristus di masa kini, kita perlu waspada untuk menghadapi mereka
ini.Sering para penyesat memanfaatkan mereka yang terlalu lugu di dalam beriman
dan mereka yang sedang frustasi menghadapi tekanan kehidupan. Mereka
menginginkan kehidupan berbeda yang penuh dengan kedamaian, yang tidak mereka
temukan di dunia saat ini. Sebab itu, tugas kita saat ini adalah tetap
mengingatkan sesama kita agar tidak terhisap ke nabi palsu masa kini. Pandangan
teologis umat Kristus tentang hari kedatangan Tuhan dan kesudahan dunia harus
mantap dan kritis. Misalnya, kita sebagai warga GKPI sudah diberikan
Pokok-Pokok Pemahaman Iman (P31) yang jelas tentang kedatangan Tuhan dan
kesudahan dunia. Di dalam bab “Zaman Akhir dan Akhir Zaman”, kita diberitahukan
bahwa terkait waktunya itu tidak ada yang tahu, “...malaikat-malaikat di surga pun tidak tahu, Anak pun tidak, hanya
Bapa sendiri” (Mat.24:36, Kis.1:6-7, 2.Ptr.3:8-16). Karenanya, kita diajak
oleh Yesus untuk selalu siap kapan saja waktunya. Bukan berarti apabila ada
peperangan di Gaza, dunia sudah mencapai kesudahannya dan Yesus datang. Atau,
kalau ada peristiwa bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung merapi,
longsor, dll, ini semua akan mempercepat kedatangan akhir zaman dan zaman akhir.
Yesus mengatakan itu hanya tanda awal saja.
Di dalam minggu Advent-III pada saat
ini, kita perlu melihat sebagaimana banyaknya umat percaya menantikan kehadiran
Mesias dalam rupa Yesus Kristus di peristiwa 2.000 tahun yang lalu, demikian
pula kita menantikan kehadiran Yesus kedua kalinya di tengah-tengah dunia di
masa kini.Karenanya, sebagai umat percaya di masa kini, khususnya warga GKPI,
kita diminta untuk tahan uji untuk menghadapi tantangan zaman. Penganiayaan dan penderitaan karena
pengharapan akan Kristus di tengah dunia itu sudah pasti kita temukan. Kita
perlu mengandalkan pimpinan dari Roh Kudus untuk menjalani semuanya itu.
Sehingga, kita dapat membuahkan kasih, damai sejahtera, sukacita, keadilan, dan
kebenaran. Kita adalah umat yang mengakui, meyakini, dan menerima ajaran zaman
akhir dan akhir zaman yang berpusat pada Kristus, yang kemudian diberitakan
oleh gereja di sepanjang masa dan berbagai tempat.
Pdt.Theodorus Benyamin Sibarani, S.Si (Teol), M.Kessos
(Pendeta GKPI
Ressort Sumbul, Wilayah IV: Dairi-Tanah Karo)