Minggu, 20 September 2015

Orang Berhikmat Memerhatikan Segala Kemurahan Tuhan (Khotbah Tanggal 20/09/15 di GKPI JKJK)

(Magelang, Pascaletusan Merapi tahun 2010), Dokumentasi Pribadi

Mzm.107:33-43

Ibu, Bapak, dan Jemaat Sekalian yang Dikasihi oleh Tuhan Yesus!
Ada pepatah yang mengatakan, “Pengalaman adalah guru yang terbaik dalam hidup ini”. Sepintas, hal itu dapat dibenarkan karena hanya pengalaman saja merupakan guru yang tidak memberikan pekerjaan rumah (PR). Manusia hidup berdasarkan pengalamannya, baik itu sedih, senang, pahit, ataupun manis. Seluruh pengalaman yang baik tentu akan coba diulangi lagi karena manusia pada dasarnya adalah makhluk yang ingin hidup bahagia. Dan, kalau menemukan pengalaman yang pahit tentu manusia akan berhati-hati bertindak agar tidak terulang kembali. Sedemikian pentingnya pengalaman itu dalam kehidupan manusia, sehingga Tuhan mengajarkan manusia berhikmat melalui pengalaman-pengalaman hidup mereka, terkhusus melalui pengalaman ber-Tuhan.
Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Penulis Mazmur 107 menggambarkan setidaknya ada empat gambaran orang di segala penjuru dunia (ay.3) sebagai pembelajaran atas penyertaan Tuhan dalam kehidupan umat percaya, yaitu:
1.     Gambaran pertama adalah orang yang mengembara di padang belantara:
Diceritakan dalam Mazmur 107:4-9 bahwa mereka ini mengembara melewati jalan kota di mana tidak ada kehidupan di sana sehingga mereka menjadi lapar dan haus. Di saat mereka lemah dan lesu, mereka berseru kepada Tuhan sehingga mereka dilepaskan dari kecemasan. Pada akhirnya, mereka bersyukur karena pertolongan Tuhan yang ajaib sehingga jiwa mereka dipuaskan dan kenyangkan dengan kebaikan Tuhan.
2.     Orang yang terkurung karena memberontak pada perintah Allah:
Diceritakan dalam Mazmur 107:10-16, para pemberontak ini duduk diam dalam gelap dan kelam. Mareka juga terkurung dalam sengsara dan besi. Namun, mereka berseru kepada Tuhan dan Tuhan pun menyelamatkan mereka. Mereka akhirnya dapat bersyukur karena perbuatan Tuhan yang ajaib sehingga palang pintu besi dan pintu tembaga dihancurkan-Nya
3.     Orang yang sakit karena berbuat dosa:
Diceritakan dalam Mazmur 107:17-22, ada orang yang sakit karena dosa dan kesalahan mereka. Sampai mereka tidak dapat makan dan minum, lalu sekarat kondisinya. Mereka kemudian berseru kepada Tuhan dan Tuhan mendengarkan mereka lalu menyelamatkannya. Mereka akhirnya bersyukur karena perbuatan ajaib Tuhan terhadap anak-anak manusia.
4.     Orang yang mengarungi laut dengan kapal untuk berdagang:
Diceritakan dalam Mazmur 107:23-32, ada orang yang berdagang di lalutan luas. Namun, di tengah tingginya transaksi perdagangan, Tuhan mendatangkan badai di laut sehingga mereka nyaris celaka. Maka, mereka berseru kepada Tuhan. Tuhan yang mendengarkan seruan itu pun menyelamatkan mereka dengan mengantarkan mereka ke pelabuhan ke sukaan. Mereka pun bersyukur karena perbuatan ajaib-Nya pada anak-anak manusia.

Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus!
Apa yang ingin disampaikan dari empat gambaran yang diangkat oleh penulis Mazmur 107 itu? Menurut hemat saya, ada satu pesan yang ingin disampaikan, yaitu bagaimana ketika manusia mengalami pergumulan yang sangat hebat, baik itu dikarenakan oleh langkahnya yang sesat, pemberontakannya kepada Tuhan, kesakitannya sebab dosa kesalahan, serta kelimpahan harta benda, Tuhan pada akhirnya menyelamatkan mereka karena mereka memang berseru kepada Tuhan. Penulis Mazmur 107 menutup aksi penyelamatan Tuhan atas empat gambaran itu dengan kalimat “Biarlah mereka bersyukur kepada Tuhan karena kasih setia-Nya dan karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia”
Lalu, apa kaitannya keempat gambaran itu dengan nas kita saat ini? Pertama, Nas saat ini menegaskan kembali bahwa dalam kasih setia-Nya, Tuhan mendengar seruan orang tertindas. Ayat 41 cukup jelas menggambarkan bagaimana Tuhan membentengi orang miskin. Kedua, nas kita saat ini menegaskan bagaimana perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan terhadap anak-anak manusia tidak lain merupakan kemurahan Tuhan semata. Tuhan memutarbalikkan kondisi yang ada di dunia di mana anak-anak manusia berada, Sungai-sungai dijadikan-Nya padang gurun dan pancaran air menjadi tanah gersang. (ay.33) Tetapi, padang gurun dijadikan-Nya kolam air, serta tanah kering menjadi pancaran air (ay.35). Sehingga, orang miskin yang dibentengi Tuhan ditempatkan di sana. Lalu, panen yang tidak merata. Ada yang gagal panen karena tanahnya berubah menjadi tanah asin (ay.34). Tetapi, ada yang panen berlimpah karena Tuhan memberkati (ay.37-38). Sehingga, para orang jahat akan terus berkurang dan celaka. Bahkan, orang yang terkemuka sangat menderita dibuat-Nya (ay.39-40). Tidak ada alasan lagi bagi orang yang jahat untuk iri dengan orang benar, ketika Tuhan telah bertindak. Lalu, Penulis Mazmur 107 ini menyimpulkan bahwa orang berhikmat harus belajar dari semua pengalaman ini karena tidak ada yang bisa selamat tanpa kemurahan Tuhan semata.
Ibu, Bapak, dan Jemaat sekalian yang dikasihi oleh Tuhan Yesus!
Dari sekian jauh pembahasan kita, pertanyaannya kemudian adalah apakah yang dapat kita refleksikan-aplikasikan dari nas firman Tuhan saat ini? Saya mencatat setidaknya ada dua hal yang dapat kemudian kita refleksi-aplikasikan dalam kehidupan beriman kita, yaitu:
1.     Adakah kita, umat percaya, benar-benar menghayati kasih setia Tuhan di saat mengalami tekanan yang begitu besar dalam hidup ini? Kita ambil contoh peristiwa kriminal yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu di kota Pematangsiantar yang menggegerkan. Seorang Bapak bermarga Sirait (41 tahun) harus merenggang nyawa karena ditikam oleh teman sekampungnya yaitu seorang Bapak bernama Malau (61 tahun). Sebenarnya, motif pembunuhannya sangat sepele, yaitu karena Bapak Malau merasa sakit hati dipermalukan di depan umum ketika ada acara adat untuk pemakaman seorang warga kampung. Malau dimarahi oleh Sirait karena seharusnya jambar pakkalung (jambar untuk mengangkat jenazah dan menggali makam) tidak boleh diambil sebelum Suhut (tuan rumah acara adat membagikannya). Karena Bapak Malau mengambil tanpa pemberitahuan, acara menjadi ricuh karena hilangnya jambar pakkalung. Mungkin, karena sangat kesalnya, Bapak Sirait sebagai ketua Serikat pada saat itu spontan memarahi Bapak Malau. Walaupun pada saat itu Bapak Malau diam, tapi ia menyimpan dendam. Sorenya, saat Bapak Sirait mau menyadap tuak, ia dipanggil oleh Bapak Malau. Di saat itulah, Bapak Malau membunuh Bapak Sirait. Peristiwa ini sangat ironis karena bila Bapak Malau mau menahan dirinya, tentu ia tidak akan bertindak bodoh seperti itu. Bapak Malau tentu harus mengingat bagaimana juga Yesus dicaci maki di depan umum. Tidak hanya itu saja, Yesus pun ditelanjangi di depan umum. Namun, Yesus memaafkan orang yang menyakiti dan mempermalukan-Nya. Mengapa? Karena, Yesus sangat mengasihi umat manusia sehingga ia setia rela menanggung beban berat. Kasih setia Tuhan yang dibuktikan-Nya sampai di kayu salib memang tidak menghentikan kekerasan di dunia ini, tetapi Yesus menunjukkan bahwa dengan kasih setia, perdamaian Allah dengan manusia diadakan. Sehingga, setiap manusia yang telah kehilangan kemuliaan Tuhan karena dosa, dapat berseru kembali kepada Allah, karena Yesus telah membangun jembatan yang rusak oleh karena dosa. Karenanya, ketika penderitaan yang kita alami begitu beratnya, berdasarkan kasih setia itu, kita dapat langsung berseru kepada Tuhan. Dan, Tuhan akan menggerakkan tangan-Nya yang penuh kuasa itu untuk menolong kita.
2.     Yakinkah kita akan perbuatan ajaib Tuhan kepada anak-anak manusia adalah kemurahan Tuhan semata? Tentu kita akan sangat frustasi bila seruan kita dalam doa-doa kita tidak didengarkan oleh Tuhan. Contoh saja, bagaimana kemarau yang berkepanjangan di Jambi yang membuat titik api di hutan yang terbakar tidak kunjung padam. Dampaknya, kota Jambi tetap diselimuti oleh asap pembakaran hutan. Doa telah dilakukan oleh banyak orang di Jambi ini. Tidak hanya oleh mereka yang beragama Kristen. Bahkan, teman-teman Muslim di Jambi juga sudah melakukan doa berjemaah agar hujan turun. Namun, hujan tidak turun jua. Begitu pula doa yang dipanjatkan oleh umat Kristen dalam doa syafaatnya di ibadah-ibadah yang dilakukan. Masih saja hujan tidak turun. Secara pribadi, saya belum pernah mendoakan agar hujan turun karena dalam hati kecil saya berbisik bagaimana warga Jambi ke depannya menjadi sadar akan bahayanya eksploitasi sawit secara berlebihan. Namun, ketika kondisi sudah sedemikian rumitnya, tentu doa harus dipanjatkan. Kali ini, vikar GKPI Jambi Kota turut mendoakan agar hujan turun di provinsi Jambi ini bersama seluruh umat percaya di provinsi Jambi. Kita lihat apakah ada pengaruhnya atau tidak untuk turunnya hujan. Kalau hujan tetap tidak kunjung turun, pertanyaannya kemudian adalah apakah kita harus menyerah untuk berdoa? Nas kita saat ini mengajak kita untuk tetap berseru kepada Tuhan bagaimana pun kondisinya. Dalam seruan itu, kita tentu harus memercayai perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan. Sehingga, pada saat ini, firman Tuhan menjadi petaruhan bagi umat percaya. Firman Tuhan pada saat ini mengajarkan kita untuk berseru dan memohon pada Tuhan di dalam kesulitan kita. Hal ini akan terus kita lakukan. Tinggal bagaimana kita memercayai bahwa perbuatan ajaib Tuhan akan terjadi untuk menolong kita. Kita tentu percaya bahwa Tuhan akan menolong tepat pada waktunya. Amin?

Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus!
Dengan mengingat kasih setia Tuhan dan tiap perbuatan ajaib Tuhan atas manusia, hikmat kita akan bertambah. Seperti suatu kesaksian yang disampaikan oleh Karolina Sandell Berg. Saat berusia 26 tahun, Karolina menemani ayahnya, Jonas Sandell, untuk menyeberangi Danau Vattern di Swedia dalam rangka tugas pelayanan dari gereja. Namun, peristiwa naas terjadi di mana kapal itu karam dan menewaskan ayahnya. Karolina sendiri selamat entah bagaimana ceritanya. Dalam pergumulannya, ia berpikir mengapa Tuhan mengambil ayahnya sekalipun dalam melaksanakan tugas pelayanan? Karolina tidak dapat berpikir jernih dan begitu sangat sedihnya. Di dalam pergumulanan yang sangat dalam ia kemudian berseru kepada Tuhan dalam suatu tulisan, yang isinya:
Day by day and each passing moment
Strength I find to meet my trials here
Trusting in my father’s wise bestowment
I’ve no cause for worry or for fear
He whose heart is kind beyond all measure
Gves unto each day what He deems best
Lovingly, its part of pain and pleasure,
Mingling toil with peace and rest
Lalu, tulisannya itu diterjemahkan dan dijadilkan lagu oleh Oscar Ahnfelt seperti yang ada di KJ.332. Mari kita nyanyikan bersama-sama.
Dari nyanyian itu kita memahami bahwa hikmat itu menurut Karolina Sandell Berg adalah bagaimana Tuhan memberikan apa yang ia perlu di saat menghadapi duka, sehingga ia dapat terhibur. Dan, nas kita saat ini juga menekankan hal yang sama di mana ketika kita merasa berbeban berat layaknya Karolina Sandell Berg, kita juga harus berseru kepada Tuhan agar ia memberikan kita apa yang kita perlukan melalui perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. Tentunya, semuanya itu hanya berdasarkan kemurahan Tuhan semata. Kiranya, firman Tuhan saat ini dapat menguatkan iman percaya kita sehingga kita dapat lebih berhikmat dalam mengenali kemurahan Tuhan. Amin.

Minggu, 13 September 2015

Khotbah 13 September 2015 di GKPI JKJK, "Mengikut Yesus, Menyangkal Diri, Memikul Salib"



Markus 8 : 27 - 38
Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Banyak orang, khususnya, orang Indonesia, yang salah mengartikan ungkapan seorang pujangga Inggris, William Shakespere yang berkata, “What’s in the name?” (Apalah arti sebuah nama?) Karena mereka mengira Shakespere hendak mengabaikan makna dari suatu nama. Ungkapan indah dari Shakespere ini lahir di dalam karya agungnya yaitu romansa, “Romeo & Juliet”. Dikisahkan bahwa cinta mereka berdua tidak bisa bersatu karena mereka berasal dari dua suku yang saling bermusuhan, yaitu antara suku Montague dan suku Capulet. Dalam suatu adegan, Juliet berkata pada Romeo bahwa sesungguhnya yang menjadi musuh keluarga besar mereka adalah sebatas nama, karena Romeo merupakan tetap seorang manusia yang memiliki cinta dan berhak untuk mencintai. Romeo sekalipun ia berasal dari daerah bernama Montague, sehingga apa itu Montague? Ibarat mawar, ia tetap akan menjadi bunga yang harum dan berduri layaknya mawar sekalipun ia tidak bernama mawar. Jadi, apalah arti sebuah nama? (What’s in the name?). Di sini, Shakespere jelas ingin menegaskan jangan sebuah nama membawa manusia ke dalam suatu tragedi yang sangat kelam. Sama seperti baru-baru ini di mana muncul kehebohan di Indonesia disebabkan oleh nama. Brilio.net mencatatkan setidaknya ada belasan nama aneh yang pernah ditemukan dan tidak jarang menjadi bahan lelucon, yaitu: seorang yang bernama, “Nama” (Kec.Sentolo-Kulon Progo), I Made Supermen (Pengemudi Taxi di Bali), Royal Jeli (Pengemudi Taxi Silverbird), Anti Dandruf (TKI), Dontworry (TKI asal Batam), Dono Kasino Indro (Pemuda 27 Tahun asal Jakarta), Ultramen (Pelajar), Satria Baja Hitam (Pemuda 22 Tahun asal Lampung Selatan). Lebih unik lagi ada namanya Syaiton, Msi (Palembang) yang ingin bertemu dengan Tuhan (Banyuwangi). Mungkin, mereka sebaiknya dipertemukan di rumah Minal Aidin Wal Faizin (Neglasari) saat berhari raya nanti. Perkataan Shakespere menjadi ada benarnya karena nama Tuhan saat ini sedang dicekal oleh MUI. Bagaimana pun fenomena nama yang tengah berkembang di Indonesia saat ini, yang jelas ilustrasi di atas ingin membawa kita pada satu gambaran bahwa ada orang yang belum dapat menerima identitas orang lain di dalam satu nama. Sehingga, orang lain memaksa orang yang memiliki nama unik itu untuk berganti nama. Bahkan, tidak jarang orang yang memiliki nama unik itu menjadi sasaran “bullying”. Mengacu pada Shakespere, kita tentu diminta untuk menghargai seseorang dalam kapasitas yang ia miliki bukan karena sekadar nama yang melekat pada dirinya.
Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Begitu pula salah satu bagian dari nas kita saat ini, “Pengakuan Petrus”, di mana bagian ini memperlihatkan reaksi Petrus akan nama yang digelarkan pada Yesus, yaitu Mesias. Di dalam ayat 27, Yesus bertanya pada murid-murid “Kata orang siapakah Aku ini?” Disusul dengan pertanyaan “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Sekilas, jika kita melihat, ada kesan bahwa Yesus sedikit narsis. Akan tetapi, apa yang dilakukan oleh Yesus sesungguhnya tidak terlepas dari kisah yang telah dilewati-Nya yang diceritakan pada bagian sebelumnya. Ada beberapa peristiwa yang mendahului kisah ini, seperti Yesus menyembuhkan seorang anak dari Perempuan Siro-Fenesia, seorang tuli di Tirus, memberi makan empat ribu orang, berdebat dengan orang Farisi, memarahi murid-Nya soal tidak ada roti, serta menyembuhkan seorang buta di Betsaida. Kisah perjalanan Yesus diselingi dengan peristiwa-peristiwa yang ajaib dan perselisihan Yesus di antara pemuka agama bahkan dengan para murid-Nya, sehingga Yesus butuh informasi dari para murid, “bagi orang lain dan bagi para murid, siapa Yesus itu”
Jawaban para murid ketika dimintai pendapat mereka tentang Yesus di mata orang banyak, para murid menyebutkan Yohanes Pembaptis, Elia, dan seorang dari para nabi. Sedangkan jawaban yang diterima Yesus tentang siapa dirinya bagi para murid, hanya Petrus yang menjawab, “Mesias”. Mendengar jawaban itu, Yesus melarang para murid untuk tidak menceritakannya dengan siapa pun. Beberapa sarjana Alkitab dan teologi menyebut bagian ini sebagai “Rahasia Mesianik”, di mana salah satu tokoh penggagasnya adalah William Wrade, seorang Professor Perjanjian Baru di Breslau, Jerman. Secara pribadi, saya bukan seorang yang mengikuti pandangan Wrade dalam menilai topik Rahasia Mesianik ini. Secara pribadi, tafsiran saya melihat mengapa Yesus melarang para murid untuk tidak memberitahukan pada siapapun sangat terkait dengan dua hal besar, yaitu: pertama, persoalan politik di masa itu; dan kedua, pandangan futuris Yesus terhadap para murid, terkhusus pada Petrus.
Saya akan menguraikan dua hal itu satu per satu, pertama, persoalan politik di masa itu. Kata Mesias sebenarnya setara dengan kata Kristus yang sematkan oleh umat Kristen masa kini pada nama Yesus (band.Yoh.1:41). Baik Kristus maupun Mesias memiliki kekuatan politis di saat itu di mana Mesias dipercayai sebagai pembebas umat Israel dari penjajahan sebagaimana yang telah dinubuatkan para nabi. Dari berbagai pekerjaan yang telah dilakukan Yesus di tengah dunia, Yesus ingin mengetahui pemahaman para murid tentang penilaian orang banyak kepada Yesus. Sebagaimana yang disampaikan para murid, orang banyak memang menilai Yesus bukanlah Mesias, Yang Diutus oleh Allah untuk menyelamatkan umat Tuhan. Yesus di mata orang banyak hanya sebatas nabi, karena Dia dapat membuat banyak mukjizat seperti yang dilakukan oleh para nabi sebelum Yesus. Oleh karena itu, Yesus perlu mengetahui apa yang ada di pikiran para murid ketika melihat realitas ternyata orang banyak tidak mengakui Yesus adalah Mesias. Jawaban militan malah didapat dari seorang murid bernama Petrus, yang menjawab Mesias. Dari jawaban yang saling bertolak belakang itulah, menurut hemat saya, yang membuat Yesus untuk melarang para murid untuk menceritakan perihal diri-Nya. Mungkin bagi Yesus, seperti yang dimaksudkan Shakespere, bahwa Yesus tetaplah Mesias sekalipun orang menyebutnya sebagai nabi, setidaknya para murid mengakuinya.
Hal kedua, pandangan futuris (ke depan) Yesus terhadap para murid, terkhusus Petrus. Yesus tentu telah mengetahui bahwa jawaban Petrus yang sangat berani mengakui Yesus sebagai Mesias ternyata tidak seberani kenyataannya. Oleh sebab itu, Yesus melarang para murid, khususnya Petrus untuk memberitahu pada banyak orang jika akan menjadi batu sandungan nantinya bagi mereka sendiri. Sebagaimana diceritakan pada bagian berikutnya, Petrus menarik dan menegor Yesus yang sedang mengajar orang banyak bahwa Dia yang adalah Anak Manusia akan menanggung banyak penderitaan dan penolakkan, sehingga Dia harus dibunuh dan bangkit pada hari ketiga. Tarikan dan teguran Petrus terhadap Yesus secara tidak langsung telah menyangkal Kemesiasan Yesus. Padahal, Petrus baru saja mengakui Yesus adalah Mesias. Bahkan, bukan hanya itu saja, Petrus di kemudian hari pun menyangkal tidak mengenal Yesus sampai tiga kali. Padahal, Petrus dalam ayat ini seolah begitu sangat mengenal Yesus dengan baik. Walaupun, pada akhirnya Petrus berbalik dan menjadi martir demi pemberitaan tentang Yesus dan Injil.
Inilah mengapa pada bagian berikutnya, Yesus mengajarkan tentang syarat mengikut-Nya, sekaligus tanda pertama akan penderitaan-Nya. Syarat yang diajukan Yesus ada tiga hal, yaitu: menyangkal diri, dan memikul salib, dan mengikut Yesus. Apa makna di balik syarat yang diajukan oleh Yesus itu? Ini tidak lepas dari bagian berikutnya (ay.35-38), di mana ada kaitannya dengan “kehilangan nyawa”, “memiliki dunia”, serta “kemuliaan Bapa”. Relasi tiga syarat dan tiga kondisi dapat digambarkan sebagai berikut:
a.     Menyangkal diri – Kehilangan nyawa:
Menurut pakar psikoanalitik, Sigmund Freud, kepribadian manusia itu terdiri dari tiga elemen, yaitu: id, ego, dan superego. Freud kemudian menjabarkan bahwa Id (hasrat) manusia itu tidak terbatas hakikatnya karena yang terlihat hanya permukaannya saja, ibarat gunung es di laut. Sehingga, manusia secara utuh adalah hasrat dirinya. Inilah yang kemudian diminta oleh Yesus pada orang percaya, bahwa mereka tidak boleh hidup di dalam hasratnya yang tidak terbatas. Namun, mereka harus menyangkal hasrat itu. Hasrat memang dapat menyenangkan hidup kita tetapi tidak bisa menyelamatkan nyawa kita. Mungkin, orang berhasrat memiliki banyak harta benda yang dapat digunakannya untuk melindungi nyawanya, seperti rumah yang aman, pengawal yang terpercaya, jaminan biaya berobat yang lebih dari cukup, dsb. Namun, tetap saja ia tidak dapat menghindari apa yang disebut kematian. Oleh karena itu, ada baiknya selama napas masih melekat di dalam tubuh, Yesus mengingatkan agar mereka menggunakan seluruh hidupnya untuk memercayai kabar baik yang disampaikan oleh Yesus. Sehingga, sekalipun kematian menghampiri mereka, kematian mereka tidak akan sia-sia karena ia diselamatkan.
b.    Memikul Salib – Memiliki Dunia:
Karena hasrat yang tidak terbatas itu, manusia menjadi menderita ketika ia harus menyangkal diri. Penderitaan ini dapat disebut juga dengan memikul salib. Yesus menjelaskan pada orang banyak, lebih baik bertekun di dalam penderitaan tetapi diselamatkan dari pada memiliki dunia tetapi tidak diselamatkan. Memang bila kita perhatikan realitas kehidupan umat Kristen di masa kini, tidak ada jaminan bahwa keluarga yang dekat pada Tuhan akan dapat memikul salib yang berat. Coba kita lihat ada berapa banyak keluarga Kristen yang mengalami permasalahan dengan perselingkuhan, korupsi di tempat kerja, bahkan anggota keluarganya yang pindah agama karena mengincar kesenangan yang ditawarkan oleh dunia?
c.      Mengikut Yesus – Kemuliaan Bapa:
Pada akhirnya, Yesus memberikan jaminan siapa pun yang dapat menyangkal dirinya dan memikul salib, makan mereka layak untuk mengikut Yesus. Karena, mereka tidak akan kehilangan nyawanya sia-sia. Tetapi, mereka akan mendapatkan kemuliaan dari Bapa.

Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Dari sekian jauh pembahasan kita pada saat ini, apa yang kemudian dapat kita refleksikan serta aplikasikan di dalam kehidupan beriman kita? Saya mencatat setidaknya ada dua hal yang dapat kita refleksikan serta aplikasikan, yaitu:
1.     Mengakui Yesus sebagai Kristus/Mesias/Penyelamat tentu tidak sekadar pengakuan di mulut saja. Suatu pengakuan harus diiringi oleh aksi/tindakan yang nyata. Seperti sepasang kekasih, di mana seorang kekasih berkata pada pujaan hatinya, “Aku sangat mencintaimu, aku akan rela melakukan apapun untukmu”. Tentu, hal ini sangat manis untuk didengar. Namun, perkataan itu akan teruji ketika hujan deras turun di jadwal kunjungan kekasih. Apakah kekasih yang menyatakan rela akan melakukan apa saja ternyata tidak dapat datang karena “Hujan di malam Minggu?” Demikian juga ketika diperhadapkan dengan soal mengakui Yesus sebagai Mesias. Kita tentu harus membuktikannya bahwa ia adalah Mesias kita. Terkait dengan kondisi kota Jambi yang saat ini sangat mencekam, di mana Jambi dihujani dengan kabut asap disertai debu-debu hutan yang terbakar bukan dengan hujan air. Banyak kemudian umat percaya di Jambi menjadi risau dan khawatir sampai frustasi dengan keadaan demikian. Seolah mereka berpikir Tuhan telah menutup mata atas Jambi. Bukankah sebaiknya sembari menunggu Tuhan menolong, kita coba merenungkan mengapa keadaan Jambi begitu mengenaskan? Bukankah manusia sendiri yang mengeksploitasi dan merusak alam? Sehingga, dampaknya pun dirasakan oleh manusia sendiri? Menahan diri untuk tidak merusak hutan demi keuntungan duniawi adalah bagian dari menyangkal diri dan memikul salib, serta mengikut Yesus.
2.     Menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Yesus adalah satu rangkaian yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainya. Tentu hal ini dapat dimaknai umat percaya untuk tetap setia di tengah ancaman hidup, serta menahan diri untuk tidak menjadi serakah, di mana orientasi kehidupan umat percaya adalah kemuliaan Allah yang telah dijanjikan oleh Yesus. Kita memercayai di dalam iman, bahwa anugerah Tuhan dapat memberikan kita kekuatan untuk menyangkal diri, memikul salib, sehingga kita layak diberikan kemuliaan Allah atas loyalitas mengikut Yesus.
Biarlah firman Tuhan saat ini dapat semakin menguatkan iman percaya kita di dalam kehidupan ini. Amin!

Sabtu, 05 September 2015

Kuatkanlah Hatimu, Janganlah Takut, Allah Menyelamatkan (Khotbah di GKPI JKJK, 6 September 2015)

Ilustrasi Gambar: Dikutip dari Internet


Ibu, Bapak, dan Jemaat sekalian yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja!
Ada fenomena yang menarik di negara kita belakangan ini. Banyak kalangan yang membicarakan tentang anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika, mulai dari para ekonom, pelaku bisnis, pekerja, pedagang, sampai orang yang awam dengan ekonomi pun turut mengomentari. Dari pembicaraan yang dihasilkan, ada yang memberikan simpulan kritis terhadap kondisi ekonomi dunia dan ada pula yang mengkritisi pemerintah yang dinilai gagal mengelola ekonomi di Indonesia. Secara pribadi, saya melihat lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar disebabkan oleh dua faktor yaitu eksternal dan internal. Faktor eksternal menunjukkan ada pengaruh luar negeri dalam melemahnya nilai tukar rupiah. Pertama, kebijakan dari bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, yang menaikkan suku bunga USD menjadi 0,25%. Artinya, karena suku bunga merupakan harga dari uang, itu mengindikasikan teknik menaikkan harga uang adalah dengan cara mengurangi jumlah uang yang beredar. Itulah yang menyebabkan mengapa banyak orang yang kemudian menjual dolar mereka. Menjadi begitu berpengaruh ke seluruh dunia termasuk Indonesia, karena USD merupakan mata uang perdagangan internasional, serta Amerika merupakan konsumen terbesar di dunia di mana menguasai lebih dari 20% perdagangan di dunia. Kebijakan Amerika Serikat ini kemudian diperburuk dengan Cina/Tiongkok yang beberapa bulan terakhir mengurangi belanja barang mentah atau setengah jadi dari tiap negara, termasuk Indonesia, akibat anjloknya nilai tukar mata uang mereka, Yuan. Pengaruh Cina menjadi sangat terasa karena Cina merupakan salah satu pabrik terbesar di dunia, sehingga perlambatan ekonomi Cina akan menurunkan ekspor tiap negara. Sedangkan faktor internal disebabkan oleh pertama, industri Indonesia yang begitu dimanja oleh pemerintah sehingga kurang berdaya saing. Ini mengakibatkan ketergantungan pada ekspor komoditas sangat tinggi. Mungkin, inilah sebabnya pemerintah saat ini memberikan kelonggaran pada tenaga kerja asing di Indonesia untuk meningkatkan kompetisi dalam industri dalam negeri. Faktor kedua, adalah kuatnya ketergantungan pada ekspor komoditas, tapi pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia tidak dibangun dan diberdayakan. Sehingga, kekayaan sumber daya alam Indonesia (minyak bumi, gas alam, batubara, kelapa sawit) menjadi tumpuan ekspor komoditi Indonesia. Celakanya, hal itu bisa menjadi kutukan bagi bangsa Indonesia karena ketika ada gejolak ekonomi global akan sangat memengaruhi ekspor komoditi Indonesia. Kita bisa lihat bagaimana saat ini harga TBS (Tandan Buah Segar) Sawit saat ini sedang anjlok di level yang memprihatinkan. Sampai akhir Agustus 2015, Data Smart Agribusiness and Food mencatatkan harga TBS per kilogramnya adalah Rp.895,- Sedangkan, di beberapa daerah sudah ada yang mencapai Rp.467,- Apakah ada kaitannya antara pelemahan nilai tukar rupiah dengan turunnya harga sawit? Mungkin saja ada dan mungkin saja tidak. Kemungkinan ada pengaruhnya karena sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Cina mengurangi belanja bahan mentah dan bahan setengah jadi, termasuk dari Indonesia yang mengandalkan ekspor komoditi. Sedangkan, tidak mungkin ada pengaruh, bisa saja karena masih banyaknya negara importir yang menyimpan stock sawit. Bisa dimaklumi bagaimana di Indonesia, banyak ekspoloitasi sawit berlebih sehingga bisa ada kemungkinan terjadinya permainan harga sawit oleh oknum yang nakal dalam hal transparansi harga. Bagi beberapa pemilik lahan sawit, seperti jemaat di GKPI JKJK, hal ini seperti suatu bencana. Tapi, bagi para aktivis ekologi, seperti saya, sangat mensyukuri fenomena ini karena dapat mengurangi ekspolitasi berlebih.

Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja!
Apakah hubungan cerita di atas dengan nas khotbah kita pada saat ini? Ada suatu pola kesamaan antara persoalan yang tengah terjadi di antara keduanya. Yesaya 35 masih tergolong di dalam Proto Yesaya. Ini berarti bangsa Israel belum berada di tanah pembuangan, tetapi mereka sudah diberitahu apa yang akan terjadi. Penyebab mereka dibuang dapat dipahami dalam dua sebab, yaitu sebab eksternal dan internal. Sebab eksternalnya adalah kesalahan sikap politik dari bangsa Israel yang meminta perlindungan pada bangsa Mesir, di mana Mesir pada saat itu berhasil ditaklukkan oleh Babilonia. Dampaknya, Israel sebagai bagian dari koloni Mesir kemudian jatuh pada Babilonia. Sedangkan sebab internalnya adalah alasan teologis, di mana bangsa Israel tidak lagi memandang Allah sebagai Tuhan. Bangsa Israel memilih bertaut pada Mesir dengan dewa-dewanya sehingga bangsa Israel akan segera dihukum oleh Tuhan. Bagi banyak orang, pembuangan Israel ke Babilonia dapat dipahami sebagai suatu penderitaan yang sangat menyedihkan dan memilukan. Namun, ada saja hal positif dari situasi buruk termasuk pembuangan itu, karena sekalipun mereka dihukum oleh Tuhan, akan tetapi Tuhan Allah berjanji tidak meninggalkan mereka begitu saja. Akan ada keselamatan bagi umat Tuhan di suatu hari, sehingga dalam pembuangan nantinya bangsa Israel dapat belajar dari kesalahan mereka. Hal itu disampaikan Allah melalui Yesaya dalam ungkapan-ungkapan kesalamatan yang salah satu bagiannya adalah nas kita pada saat ini. Apa isi ungkapan keselamatan yang disampaikan Allah melalui Yesaya?
Pertama, agar umat Tuhan menguatkan tangan mereka yang lemah lesu dan meneguhkan lutut mereka yang goyah. Sehingga, mereka dapat menguatkan teman/rekan/keluarga mereka yang lain. Ungkapan inilah nantinya yang akan memberikan semangat untuk mereka tidak takut dalam menghadapi pembuangan yang menyedihkan itu. Penderitaan dan kesengsaraan harus mereka hadapi dengan ketabahan dan ketegaran. Sehingga, mereka tidak putus asa dan menjadi kehilangan pengharapan. Alasan mereka tidak putus asa dan kehilangan pengharapan ada pada kalimat berikutnya, “Lihatlah Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri akan menyelamatkan kamu”. Kalimat ini menggambarkan bahwa Allah akan menjadi pahlawan mereka dalam mendapatkan kemerdekaannya kemudian. Tentu, hal ini terjadi setelah bangsa Israel dalam pembuangannya dapat merenungkan kesalahan yang telah mereka lakukan. Dari perenungan itulah mereka nantinya akan mengetahui sebagaimana vitalnya peran Allah di tengah-tengah kehidupan mereka. Tanpa Allah, mereka hanya budak yang sengsara, memprihatinkan, dan menyedihkan. Bila kemudian kita menarik kalimat keselamatan ini pada diri kita, umat percaya masa kini, bukankah kita menemukan bahwa sering permasalahan yang kita alami adalah sebagai dari dampak dari kesombongan pribadi kita. Seolah, kita merasa dapat mengerjakan, membereskan, dan menangani segala sesuatu. Lalu, kita melupakan peran serta Tuhan di tengah-tengah aktivitas kita. Dampaknya, keegoisan kita muncul bahwa pekerjaan/hal itu tidak mungkin terjadi kalau aku tidak turun tangan mengerjakannya. Itu bila konteksnya kita berhasil. Namun, kita kemudian baru mengingat Tuhan bila mengalami kegagalan. “Mengapa tidak melibatkan Tuhan dalam perencanaan?”. Hal yang menarik kita jumpai di beberapa kepanitiaan, ada satu seksi yang dikhususkan untuk tim doa. Pertanyaannya, “apakah demikian cara melibatkan Tuhan dalam satu kepanitiaan?”. Dalam kajian teologis saya, saya tidak menemukan ada kesungguhan untuk melibatkan Tuhan dalam rencana kepanitiaan. Mengapa? Karena, pihak yang dipercayakan untuk berdoa di waktu-waktu hanya beberapa orang saja sedangkan yang lain sibuk dengan urusannya. Jika memang serius melibatkan Tuhan dalam kepanitiaan, tentu kita akan benar-benar mendoakan kegiatan kita. Dari pembahasan sejauh ini, kita mendapatkan kesimpulan bahwa umat Tuhan memang jarang melibatkan Tuhan dalam perencanaan hidupnya. Sehingga, kita baru mengingat Tuhan ketika kegagalan menimpa kita. Walaupun begitu, firman Tuhan bagi kita sangat indah hari ini. Tuhan melalui kitab Yesaya ingin mengatakan agar kita tetap tabah dan tegar di dalam kegagalan hidup. Biar dalam kesedihan itu, kita merenungkan kelalaian kita dalam melibatkan Tuhan. Karena, Tuhan sendiri yang telah berjanji akan menyelamatkan kita yang tengah bersedih. Hanya, kita tidak boleh kehilangan pengharapan kita akan Tuhan.

Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gereja!
Hal kedua yang dapat kita pelajari dari firman Tuhan pada saat ini adalah ketika nanti Tuhan menolong dan menyelamatkan, itu ibaratkan mata orang buta dicelikkan, telinga orang tuli dibuka (ay.5), orang lumpuh melompat seperti rusa (ay.6), mata air memancar di padang gurun (ay.6). tanah pasir menjadi kolam (ay.7a). Gambaran-gambaran ini ingin menunjukkan betapa dahsyatnya lawatan pertolongan Allah. Satu kata yang bisa kita gunakan untuk gambaran-gambaran itu adalah “mukjizat”. Per definisi, mukjizat dapat kita artikan sebagai peristiwa yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia; ajaib. Bagaimana mungkin orang buta dapat melihat? Orang tuli dapat mendengar? Orang lumpuh melompat seperti rusa? Ada mata air di padang gurun? Tanah pasir menjadi kolam? Tentu hal itu sangat tidak mungkin diterima akal pikiran manusia normal. Namun, begitulah gambaran ketika Allah menolong bangsa Israel yang tidak berdaya. Dalam pikiran bangsa Israel tentu mereka menyadari kondisi bangsa mereka yang kecil dan tidak berdaya itu. Akan sangat sulit rasanya untuk merdeka dari Babilonia yang sangat besar, perkasa, dan memiliki armada tempur yang kuat. Namun, kuasa Allah bekerja di luar akal pikiran manusia. Hal itu terbukti kemudian ketika bangsa Persia menaklukkan Babilonia sehingga bangsa Israel berada di tangan Koresh, Raja Persia. Secara ajaib, Koresh membebaskan bangsa Israel tanpa tekanan pertempuran. Bahkan, Raja Koresh membantu bangsa Israel untuk membangun kembali reruntuhan Bait Allah yang dihancurkan oleh Babilonia. Inilah pekerjaan penyelamatan Allah yang di luar akal pikiran manusia. Kemudian, jika hal ini diperhadapkan pada kita, maka kita akan merasa dikuatkan karena Tuhan Allah dapat menolong seberat apapun persoalan hidup kita. Ketika manusia angkat tangan dan menyerahkan kehidupannya kepada Tuhan, di situ Tuhan turun tangan. Yang terpenting, bagaimana kita dapat tekun dalam bersabar menghadapi penderitaan. Serta, kita tidak putus-putusnya berdoa pada Tuhan agar Dia berkenan untuk menyendengkan telinga-Nya lalu menolong kita. Apabila Tuhan telah melawat umat-Nya, maka akan banyak keajaiban-keajaiban yang akan kita rasakan.
Hal ini, secara pribadi, saya aminkan di dalam perjalanan beriman. Saya menyaksikan bagaimana tangan Tuhan yang menolong saya dari penderitaan hidup. Suatu kali, saya pernah menyerah untuk menyelesaikan studi lanjut saya. Sebenarnya, saya tidak ada permasalahan dengan akademik. Nilai saya bagus, mata kuliah di tahun pertama semua sudah tuntas, tinggal penulisan tesis. Awalnya, saya menganggap tesis dapat dikerjakan sembari bekerja karena saya secara logis berpikir tidak ada kendala jika penulisan tesis dilakukan sambil bekerja. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk mencari pekerjaan dan ketepatan diterima di salah satu Yayasan Pendidikan Kristen terbesar di Indonesia. Saya begitu menikmati pekerjaan yang saya lakoni sehingga lupa menyampingkan penulisan tesis. Maklum, saya saat itu sangat berorientasi pada pendapatan yang saya terima dari pekerjaan. Bagi saya, tolak ukur kesuksesan hidup itu adalah kemandirian dan kemapanan. Sampai, saya disurati oleh pihak kampus mengapa saya belum menulis tesis? Ketika mencoba berkonsultasi dengan pihak keluarga, saya malah disalahkan karena tidak memiliki fokus utama dalam hidup. Bapak saya berkata saya harus memilih salah satu untuk ditekuni karena jika tidak keduanya bisa hilang (Sada Na So Sada, Dua Na So Dua, Sude Malua). Akhirnya, saya memutuskan untuk menulis tesis. Akan tetapi, penderitaannya ada dua, yaitu: pertama, saya harus meninggalkan pekerjaan saya karena terkait dengan penderitaan yang kedua, yaitu: saya harus bekerja keras untuk menciptakan mukjizat. Saya mengamati bahwa teman saya yang tekun mengerjakan tesis butuh waktu satu tahun lebih untuk selesai. Waktu akademik yang tersisa bagi saya efektif hanya tinggal setahun lagi. Dalam memutuskan hal itu, saya sangat sedih dan sangat terpukul. Di situ baru saya sadari selama ini saya merasa diri saya kuat dan hebat. Saya menyesali mengapa tidak melibatkan Tuhan dalam rencana saya bekerja dan menuliskan tesis? Padahal, ketika memutuskan untuk studi lanjut, saya melibatkan Tuhan. Satu-satunya yang dapat saya lakukan saat itu adalah berdoa dan berupaya menggunakan sisa waktu yang ada. Singkat cerita, tanpa saya sadari, ternyata saya mampu menyelesaikan tesis sampai selesai ujian hanya dalam kurun waktu empat bulan. Bahkan, ketika beberapa minggu sebelum wisuda, saya mendapatkan panggilan interview pekerjaan sebagai editor di toko buku Kristen terbesar di Indonesia. Lebih luar biasa lagi, saya juga mendapatkan proyek mengerjakan tesis teman dengan biaya yang dapat membantu ekonomi saya seperti dulu. Di situ, saya seperti orang buta yang dapat melihat, orang tuli yang dapat mendengar, orang lumpuh yang melompat seperti rusa. Betapa luar biasanya perasaan saya ketika melihat bagaimana Tuhan menolong. Karena telah mengalami pekerjaan Tuhan yang luar biasa, saya saat ini ingin menyaksikan pada jemaat sekalian bahwa kuatkanlah hatimu dalam penderitaan seberat apapun. Janganlah takut yang kemudian membuat kita hanya menyesali keadaan yang telah terjadi. Tetapi, berdoalah dan serahkan pergumulan kita kepada Tuhan. Niscaya, Allah akan menyelamatkan.

Ibu, Bapak, dan Jemaat Sekalian yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gereja!
Dari sekian jauh pembahasan kita, lantas apa yang dapat kita refleksikan dan aplikasikan di dalam kehidupan beriman kita? Saya mencatat ada dua hal yang dapat kita perhatikan, yaitu:
1)    Sebagai manusia biasa, kita tentu tidak lepas dari kesalahan. Tidak jarang kesalahan kita itu membawa penderitaan dalam kehidupan kita. Sehingga, kita kemudian bersusah hati sembari menyesali “Mengapa baru sekarang mengingat Tuhan?” Melalui firman Tuhan pada saat ini, kita diingatkan agar kita tidak tawar hati. Tetapi, kita harus menguatkan hati kita. Jangan kita menjadi takut lalu larut dalam penderitaan. Karena, Tuhan akan datang menolong kita. Hal yang dapat kita lakukan adalah bertekun dalam penderitaan serta terus berdoa agar Tuhan menguatkan kita. Martin Luther berkata doa adalah seruan umat percaya ketika mengalami kesukaran. Karena itu, ketika menghadapi penderitaan karena kesalahan kita, janganlah ragu untuk datang kepada Tuhan untuk menyesali segala perbuatan kita. Niscaya, Allah akan menyelamat kita dari penderitaan.
2)    Kita harus memercayai bahwa tangan Tuhan tidak pernah terlambat untuk menolong. Mukjizat itu masih terus ada dan bekerja hingga saat ini. Oleh karenanya, jangan pernah

Kamis, 03 September 2015

Fungsi dan Peranan Doa dalam Kehidupan Umat Kristen Lutheran Masa Kini



(Ilustrasi Gambar Martin Luther: http://www.afaithtoliveby.com)

Dalam membahas fungsi dan peran doa dalam kehidupan umat Kristen Lutheran, esai kita tidak akan lengkap tanpa memunculkan sosok Martin Luther, yang doanya dapat mereformasi GKR (Gereja Katolik Roma). Kemudian, setelah mengetahui latar belakang kehidupan Luther, kita kemudian membandingkannya dengan kehidupan doa dari Martin Luther, serta apa itu doa dalam teologi dan menurut Alkitab, sehingga kita dapat menyimpulkan fungsi dan peran doa dalam kehidupan umat Kristen Lutheran.
Siapa Martin Luther? ia merupakan seorang anak laki-laki yang lahir dari keluarga sederhana, yaitu keluarga petani yang tinggal di Thuringen. Namun, karena menginginkan kehidupan yang lebih layak dari orangtuanya, ia pindah ke Eisleben dan menjadi penggali tambang tembaga di sana (Berkhof, 2009, h.120). Ayahnya bernama Hans Luther dan ibunya bernama Magdalena Lindemann.  Martin Luther lahir pada tanggal 10 November 1483 dan pada keesokan harinya ia dibaptis di gereja Petrus dan ia diberi nama sesuai dengan nama Santo pada saat itu yaitu St. Martinus dari Tours, sehingga ia diberi nama Martin. Martin Luther dididik menurut cita-cita agama zamannya karena orangtuanya pun dikenal sebagai keluarga yang setia pada Gereja Katolik Roma. Karena didikan yang sedemikian rupa pula yang membuat Luther ketakutan bila mendengar nama Kristus karena dia memandang Kristus sebagai seorang hakim yang keras dan pemurka (van den End, 2009, h.153).  
Martin Luther dikenal sebagai murid yang pandai. Oleh karena itu, ayahnya mengirimnya ke sekolah menengah di kota Magdeburg untuk mendapat pendidikan yang baik. Luther dan teman-temannya memiliki kebiasaan menyanyi di lorong-lorong kota untuk mencari nafkah. Oleh karena sering menyanyi itu pun sehingga Luther dikenal sebagai seorang yang berbakat dalam bidang musik. Pada umur 17 tahun Luther lulus pada sekolah menengah dan memasuki universitas di Erfurt. Ayahnya sangat menginginkan Luther menjadi seorang ahli hukum.. Pada tahun 1505, Martin Luther lulus dalam ujian dengan gelar magister artes sehingga ia diperbolehkan untuk menuntut ilmu hukum. Namun, secara tiba-tiba, perubahan besar terjadi dalam diri Luther. Dalam perjalanannya menuju rumah orangtuanya, ia ditimpa hujan deras dan disertai guruh serta halilintar yang membuatnya sangat ketakutan. Ia pun meminta kepada St.Anna untuk menolongnya dengan memberikan janji bahwa ia akan menjadi rahib. Luther memang menepati janjinya. Dua minggu kemudian ia masuk biara yang memiliki aturan yang begitu keras, yaitu ordo Eremit Augustin. Keinginan Martin Luther untuk menjadi rahib sangat membuat ayahnya terpukul dan kecewa. Teman-temannya pun tidak menyetujui ia menjadi rahib karena mereka akan kehilangan seseorang yang berbakat dalam musik. Ayahnya sangat marah terhadapnya karena ia tidak mengabulkan permintaan ayahnya supaya ia menjadi ahli hukum. Namun, Martin Luther tetap mempertahankan akan niatnya karena dalam pikirannya, jika seseorang ingin mengorbankan sesuatu untuk Allah, maka ia harus mengorbankan sesuatu yang paling indah dan molek baginya (Boehlke, 1997, h.309).
Menjadi doktor biblika dan melakukan segala perintah Tuhan tidak membuat hidupnya menjadi tenang. Martin Luther malah merasa ia semakin jauh dari rahmat Allah karena ia mengerti bahwa segala perbuatan manusia meski sangat baik dan saleh sekalipun tidak berharga di hadapan Tuhan. Martin Luther tidak percaya lagi bahwa setiap dosa manusia dihitung dalam buku “kas sorgawi”. Martin Luther pun insaf. Ia kemudian berpikir dan menganalogikan dirinya seperti pohon. Jika mengharapkan sesuatu yang baik dari pohon itu, maka terlebih dahulu harus melihat apakah pohon itu baik atau tidak. Martin Luther menyadari bahwa mustahil ia akan mendapat damai dan ketentraman bagi dirinya karena ia tahu bahwa semua yang dilakukannya tidak benar-benar dari hatinya yang paling dalam. Ia menyadari bahwa selama ini ia mementingkan akan dirinya sendiri. Ia mencari keselamatan untuk dirinya sendiri dan bukan untuk kehormatan dan kemuliaan nama Allah. Makin besar usaha Martin Luther untuk menyucikan dirinya, ia makin sadar bahwa ia semakin menuju kebinasaan. Allah yang rahmani yang dicarinya semakin jauh saja dirasakannya, sehingga ia mulai putus asa. Terkadang hatinya terhibur bila ia bercakap-cakap dengan pemimpin biaranya, Johan von Staupitz. Johan menasehatinya agar percaya kepada rahmat Kristus dan memandang luka-luka yang dialami oleh sang Juruselamat. Menurut Staupitz lebih baik seperti itu dari pada merenungkan apakah kita terpilih menjadi orang yang diselamatkan atau tidak karena barangsiapa yang percaya pada Kristus, ia dapat yakin bahwa ia telah dipilih (Berkhof, 2009, h.124)
Akhirnya, segala keresahan dalam hatinya dapat terobati dari Firman Tuhan sendiri (Alkitab). Dalam keputusasaanya Martin Luther menemukan surat Roma 1:17, mengenai “keadilan Allah” (iustitia Dei) yang merupakan istilah yang menjadi kunci dalam ajaran mengenai pembenaran manusia (iustificatio). Pada awalnya Martin Luther tidak mengerti akan maksud dari Roma 1: 17 yang berbunyi : “Sebab di dalamnya (Injil) nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman, seperti ada tertulis: orang benar akan hidup oleh iman.” Siang dan malam Luther menggumuli akan maksud Paulus menulis seperti itu. Apa hubungan antara kebenaran dan iman kita. Akhirnya, terlintaslah pikiran terang kepadanya, ketika ia duduk merenung di menara biaranya (Turmerlebnis). Martin Luther menyadari bahwa kebenaran Allah itu tidak lain dari pada suatu pemberian yang dianugerahkanNya kepada manusia untuk memberi hidup yang kekal kepadanya; dan pemberian itu harus disambut dengan iman yang tulus. Dengan kata lain, kebenaran yang dimaksudkan Paulus dikaruniakan Allah adalah kemenangan yang dialami Yesus dari salib dan kebangkitanNya. Lutherpun akhirnya mulai mendapatkan akan kedamaian dan kententraman yang selama ini dicari-carinya. Hal ini terjadi sekitar tahun 1514. Segera pandangan-pandangan yang mengherankan itu mulai tersebar di Wittenberg. Skolastik dan Aristoteles mulai ditolak oleh orang-orang. Alkitab dan teologia Agustinus menjadi hal yang asyik untuk dipelajari Luther, serta diuraikannya dalam kuliahnya. Banyak pandangan-pandangan baru yang didapatnya dari kitab-kitab Agustinus) (de Jonge, 1993, h.25-26).
Awal timbulnya reformasi gereja adalah perbedaan antara teologi dan praktek gereja dengan ajaran Alkitab seperti yang ditemukan oleh Luther. Namun, pemimpin-pemimpin gereja pusat tidak menyadari akan bahaya yang mengancamnya. Paus Leo-X dan tokoh-tokoh gereja lainnya sibuk memikirkan akan pembangunan gereja raksasa, yaitu gereja Santo Petrus di Roma, yang melambangkan keagungan Gereja Barat. Lalu Paus pun menyarankan kepada Uskup Agung Albrecht dari Mainz untuk memperdagangkan surat penghapusan dosa secara besar-besaran di Jerman. Perdagangan Indulgensia dengan maksud “tertentu” ini tidak diketahui oleh umat Kristen dan Luther pun tidak mengetahuinya. Namun cara menjalankannya menimbulkan suatu kecurigaan tersendiri. Surat kuasa yang diberikan Albrecht kepada para penjual menimbulkan sangkaan bahwa surat penghapusan siksa itu juga dapat menebus dosa. Johan Tetzel, seorang Dominikian merupakan kepala penjualan indulgensia ini. Tetzel melakukan propaganda besar-besaran yang mengosongkan dompet rakyat Jerman untuk mengisi kantong Albrecht dan Leo X. Syarat indulgensia yaitu penyesalan yang sungguh-sungguh tidak disebut lagi. Para pembeli mengaku dosa pada rahib-rahib yang tidak mereka kenal. Rahib-rahib ini membantu Tetzel dalam melancarkan akan penjualan indulgensia itu. Tetzel memperdaya masyarakat bahwa indulgensia selain mengahapus dosa pembeli juga dapat melepaskan akan keluarganya dari api penyiksaan di alam seberang. Kata-kata Tetzel yang melegenda berbunyi : “As soon as the money jingles in the chest, the soul springs out of  Purgatory” (Collins, Michael, Price, 1999, h.132).
Beredarnya tesis-tesis tentang indulgensia itu membuat Paus merasa terusik. Awalnya ia tidak memperhatikan hal itu. Ia hanya menganggap bahwa hal itu hanya pertengkaran di antara para rahib saja. Iapun meminta Martin Luther untuk memungkiri akan pandangan-pandangannya yang sesat itu, tetapi Martin Luther tetap berdiri pada tempatnya. Martin Luther menjelaskan akan dalil-dalilnya kepada paus dalam sepucuk surat. Paus meminta Martin Luther untuk menghadap kepausan dalam tempo 60 hari (Edwards, 1983, h.70).
Namun, Friederich “yang bijaksana” meminta agar Martin Luther didispensasi untuk hadir di Roma; dan cukuplah ia diinterogasi di Augsburg oleh Kardinal Thomas de Vio. Paus tidak berani melawan permintaan Friederich karena ia ingin mecalonkan Friederich pada pemilihan kaisar pada tahun 1519, karena pencalonan Karel V dari Spanyol tidak disetujuinya.  Namun, proses introgasi yang dilakukan oleh Thomas de Vio (Cajetanus) tidak mebuahkan hasil karena Martin Luther tetap pada pendiriannya dan tidak mau menarik dalil-dalil yang telah dikeluarkannya. Matin Luther meminta agar ia diadili oleh Paus sendiri atau mengadakan konsili untuk menimbang dan memutuskan akan perkaranya.Kemudian, pada bulan Juni 1519 terjadi perdebatan yang sengit antara Luther dan Johan Eck (guru besar di kota Ingolstad, Bavaria) di Leipzig. Walaupun Eck tidak berhasil membuat Luther meninggalkan akan ajarannya, namun berhasil menjelaskan untuk pertama kalinya kepada publik doktrin tentang primat dan infalibilitas konsili-konsili. Namun sebenarnya yang beruntung adalah Luther karena dari perdebatan ini ia menyadari bahwa hanyalah Alkitab yang menjadi ukuran dan patokan dan bukan paus ataupun konsili. Hanyalah Firman Tuhan yang berkuasa atas orang beriman. Setelah perdebatan sengit itu, Eck pun beranjak ke Roma untuk membantu mempersiapkan kecaman terhadap Luther. Pada tanggal 15 Juni 1520, Paus Leo X mengeluarkan bulla Exsurge Domine (Bangkitlah Tuhan), yang menutup proses terhadap Luther. Bulla ini mengecam 41 tesis yang ditarik dari ajaran-ajaran Luther. Eck dan Duta Besar, Aleander yang bertanggung jawab atas penyebaran bulla itu. Mereka mendesak Luther untuk menarik ajarannya itu dalam 2 bulan. Mengikuti desakan mereka berarti ia harus menarik ajarannya yang telah tersebar luas. Lagi pula sudah banyak barisan di belakang Luther dan bahkan Sylvester von Schaumburg menawarkan pada Luther perlindungan berkekuatan 100 bangsawan Frankonian; Franz von Sickengen dan Ulrich Hutten, yang menjunjung Luther setinggi langit sebagai : “Pemerdeka Jerman” (Kristiyanto, 2004, h.60).
Pada tahun 1520, Luther menerbitkan buku “An den christlichen Adel deutscher Nation ( Kepada Bangsawan Kristen Bangsa Jerman). Buku ini dikhususkan untuk orang Jerman. Dalam buku ini Martin Luther ingin merobohkan akan 3 (tiga) tembok yang memungkinkan gereja Roma bertahan. Tembok pertama adalah perbedaan antara imam (kekuasaan spiritual) dan awam (kekuasaan duniawi). Tembok yang kedua adalah hak istimewa hierarki untuk menafsirkan Kitab Suci. Tembok yang ketiga adalah previlese paus untuk memanggil konsili. Kemudian Luther menulis buku “De captivitate babylonica ecclesiae praeludium (Perihal Malapetaka Pembuangan Babilonia Gereja). Buku ini bertujuan untuk menghancurkan doktin-doktrin gereja mengenai sakramen. Luther tetap mempertahankan sakramen Baptis dan Ekaristi, sambil menyangkal transubstansiasi dan makna kurban Ekaristi. Dalam De libertate Christiana (Tentang Kebebasan Kristen), Luther menyanjung akan kebebasan (batin) manusia yang dibenarkan oleh karena iman dan kesatuan dengan Kristus (Lane, 1990, h.132).
Bagi Martin Luther tindakan baik itu tidak bermanfaat sama sekali untuk pembenaran. Tetapi tindakan baik itu wajib dilakukan karena manusia telah dibenarkan oleh iman. Setelah melewati batas waktu yang ditentukan dari penetapan Exsurge Domine, Melanchton bersama mahasiswa di Wittenberg ke lembah Sungai Elbe untuk melakukan ritus pembakaran teks-teks hukum dan skolastik klasik serta buku-buku Eck. Luther sendiri membakar Exsurge Domine, dan sebuah salinan Kitab Hukum Kanonik, dasar yuridis bagi corpus Christianorum Abad Pertengahan. Dua hari berturut-turut mereka berdemonstarsi melawan paus. Pemimpin Gereja Roma telah kelabakan dalam mengatasi Luther dan para pendukungnya dan tidak tahu lagi bagaimana cara mempertahankan kekuasaannya di Jerman tanpa dipermulakan. Akhirnya pada tanggal 3 Januari 1521, dikeluarkanlah bulla Decet Romanum Pontificem yang mengekskomunikasikan Martin Luther dan para pendukungnya. Popularitas Martin Luther makin teruji. Di setiap toko-toko buku di Worms berisikan buku-buku Martin Luther. Parlemen Worms akhirnya memutuskan utnuk mengusir Luther dan para pengikutnya dari kekaisaran; buku-bukunya dianggap sebagai bidah dan harus dimusnahkan; penyebarluasan doktrin Luther dilarang; siapa saja yang berkomunikasi dengan Martin Luther maka ia akan ditangkap dan harta kekayaannya akan disita. Dalam perjalannya kembali ke Wittenberg, Martin Luther “diculik” oleh pasukan berkuda atas suruhan Friederich dari Saxonia dan mengamankannya di Kastel Wartburg. Selama satu tahun (awal Mei 1521 hingga awal Maret 1522) Luther tinggal di kastel itu dan memakai nama samaran Junker Georg. Dalam kastel ini, Luther merasa aman. Aktivitas sehari-harinya adalah menerjemahkan Alkitab dari bahasa aslinya yaitu Ibrani dan Yunani ke bahasa Jerman. Ia selesai menerjemakan Alkitab dalam waktu 3 bulan dan dicetak di Wittenberg pada September 1522 sehingga disebut September Testament. Cetakan pertama terjual 3000 ekslempar dan cetakan keduanya pada bulan Desember dan disebut December Testament. Martin Luther berusaha supaya terjemahan itu sedekat mungkin dengan teks aslinya. Terjemahan tersebut membawa perubahan positif di Jerman khususnya bagi perkembangan bahasa Jerman dan nasionalisme. Pada tahun 1534 berhasil menerjemahkan seluruh Alkitab. Martin Luther juga menulis beberapa buku sekunder, misalnya Komentar Tentang Paulus, Surat-surat Paulus, Bacaan-bacaan Dalam Perjamuan Tuhan, Argumen-argumen Melawan Bulla Ekskomunikasi. Dan sebagai tanda terimakasihnya kepada Friederich karena telah menculiknya setelah ekskomunikasi kepausan dijatuhkan, ia menulis sebuah buku Magnificat verdeutschet und ausgelegt (1521).
Martin Luther pernah mengatakan bahwa Allah itu adalah Dia yang dari-Nya kita mengharapkan segala yang baik dan kepada-Nya kita lari dalam segala kesesakan (Jacobs, 2010, h.11). Bagi Martin Luther, doa adalah bagian yang sangat penting dalam agenda reformasinya. Teman Martin Luther yang bernama Johan Agricola mengumpulkan khotbah-khotbah Martin Luhter mengenai Doa Bapa Kami di City Church of Wittenberg dan menerbitkannya dengan judul The Exposition of Lord’s Prayer. Yang sangat luar biasa dari buku ini adalah buku ini terjual lima edisi pada tahun pertamanya (1518). Namun, Martin Luther belum puas. Ia meminta temannya yang bernama Nicholas von Amsdorf untuk menerbitkan sekali lagi buku yang sama. Inti perjuangan reformasi Martin Luther adalah doa. Dalam hidup dan pekerjaannya, doa dan teologi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Baginya, doa menyatakan teologi dan teologi menyatakan doa. Martin Luther juga menegaskan bahwa teologinya adalah buah dari rangkaian doanya. Bapak reformasi ini menyatakan bahwa doa adalah keistimewaan khusus dari komunitas orang Kristen. Dalam karyanya, On Counsil and The Church, Martin Luther mengatakan bahwa doa adalah tanda eksistensi sebuah gereja. Sebuah gereja disebut eksis atau berada kalau gereja tersebut berdoa. Bagi perspektif Martin Luther, Reformasi Protestan juga termasuk reformasi doa. Martin Luther melihat reformasi sebagai usaha bagaimana gereja memahami dirinya sendiri di hadapan Allah dan bagaimana gereja memahami keterlibatan Allah di dalam dunia ini melalui gereja-Nya. Itulah mengapa jika kita ingin memahami Martin Luther, kita harus lebih dulu memaham dengan baik mengapa ia menghabiskan hidupnya untuk berdoa bagi reformasi. (Russel dalam Saragih dan Sipayung, 2013, h.26-27).
Dalam berbagai tulisan tentang Martin Luther, ia diketahui bahwa Martin Luther seorang yang tekun berdoa, setidaknya meluangkan waktu tiga jam untuk berdoa. Hal itu tampak dari tulisannya pada sahabatnya yang cukup panjang. Walaupun demikian, perlu diingat pula bahwa Martin Luther sendiri yang menyakinkan sahabatnya bahwa Roh Kudus yang paling baik membimbing dalam berdoa daripada diri Martin Luther. Martin Luther berulangkali mengingatkan bahwa contoh doanya itu bukanlah dogma yang kaku. Namun, doa dapat berubah. Hanya saja, doa itu sebisa mungkin mengikuti prinsip doa dalam Doa Bapa Kami (h.42). Martin Luther pernah berkata “saya mempunyai begitu banyak pekerjaan yang tak mungkin saya kerjakan kecuali jika saya berdoa tiga jam sehari. Hal ini menunjukkan bahwa bagi Martin Luther, doa mengefesienkan segala waktu kita. Bukankah kita sering memboroskan waktu karena kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan dan bagaimana melakukannya? Doa menyelesaikan setengah dari pekerjaan, demikian kata Martin Luther (Daulay, 2009, h.66).
Setelah kita melihat latar belakang Martin Luther dan sekilas mengenai kehidupan doanya, maka kita akan dapat mengerti bahwa hidup Martin Luther adalah hidup yang berdoa. Setiap kata diresapinya dengan penuh penghayatan, termasuk Doa Bapa Kami yang begitu menyentuhnya, seperti yang kita bahas di awal tulisan ini. Reformasi yang dihasilkannya merupakan hasil pergumulan doanya. Martin Luther melewati begitu banyak pergumulan, dimulai sejak ia merasa ditolak ayahnya, sampai ia mempertanyakan iman dalam surat pengampunan dosa. Tidak satu pun pertanyaan di dalam hidupnya dilewati tanpa berdoa. Dari doanya Martin Luther diantar menjadi seorang doktor dalam bidang teologi. Dan, dalam doanya juga ia menolak dogma surat pengampunan dosa. Pascareformasi gereja yang didengungkan oleh Martin Luther, banyak gereja memperbarui dirinya dari Gereja Katolik Roma. Hal itu terlihat dari banyaknya berbagai aliran gereja yang ada pada saat ini.
Katekismus Besar yang ditulis oleh Luther membahas lima pokok besar: 10 perintah Allah, iman, doa, baptisan dan perjamuan kudus. Bagian ketiga tentang doa sebenarnya merupakan penjelasan tentang Doa Bapa Kami, dan sebelumnya Luther menulis suatu pengantar mengenai doa. Ada beberapa hal yang kita bisa pelajari dari konsep Luther tentang doa pada bagian pengantar ini. Pertama, Luther mengaitkan doa dengan ketaatan terhadap perintah yang kedua “Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan …” Seperti Calvin (yang menjelaskan prinsip ini lebih detail) Luther memahami 10 perintah Allah ini bukan hanya sebagai perintah negatif saja (maksudnya didahului dengan kata “jangan”), melainkan juga sebagai perintah yang positif. Dengan kata lain “Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan” berarti kita harus menyebut nama Tuhan dengan benar. Tidak cukup hanya dengan tidak menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. Maka ini berarti kita harus belajar untuk memuji nama-Nya yang kudus dan juga dalam kesengsaraan kita memanggil nama-Nya (berdoa kepada-Nya). Sehingga, berdoa merupakan ketaatan terhadap perintah Allah yang kedua. Dengan demikian, doa adalah suatu keharusan, bukan suatu pekerjaan yang boleh kita lakukan kapan kita mau. Kita berdoa berdasarkan perintah Allah, bukan berdasarkan kelayakan kita. Luther mengutip Yesaya 1:4, yang menyatakan bahwa Allah masih murka kepada mereka yang terpukul akibat dosa-dosa mereka, karena mereka tidak kembali kepada Allah dan melalui doa mereka meredakan murka Allah serta mencari kasih karunia-Nya. Dosa dapat membuat seseorang untuk semakin enggan berhubungan dengan Allah dan hubungan seperti itu akan semakin menghancurkannya. Kita tidak membangun doa di atas kesalehan pribadi kita, melainkan di dalam ketaatan akan perintah-Nya. Luther menegaskan bahwa Allah tidak melihat doa berdasarkan orang yang berdoa, melainkan berdasarkan firman-Nya (yang menjadi dasar dari doa tersebut) dan ketaatan kehendak kita. Maka inilah hal pertama dan yang terpenting: semua doa kita harus didasarkan atas ketaatan kepada Allah dan perintah-Nya, tanpa melihat diri kita, layak atau tidak layak. Dengan demikian doa dibangun atas suatu dasar yang teguh dan yang tak tergoncangkan yaitu firman Allah.
Kedua, menurut Luther, kita seharusnya terdorong untuk berdoa karena Tuhan adalah Tuhan yang berjanji. Tuhan berjanji untuk memberikan pada mereka yang meminta kepada-Nya. Jika kita menghargai janji-janji Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, kita pasti terdorong untuk bertekun dalam doa. Fakta bahwa kita seringkali enggan untuk berdoa adalah karena kita tidak melihat bahwa janji-janji Tuhan sangat berharga bagi kita. Kita menganggap sepi janji-janji Tuhan bagi kita. Sebaliknya suka merenungkan janji-janji Tuhan memberikan dorongan terus-menerus bagi kita untuk berdoa, karena kita tahu sesuai dengan janjiNya, Dia pasti akan memberikannya kepada kita.
Ketiga, menurut Luther, Tuhan sendiri telah mengajarkan kata-kata dan bagaimana kita harus berdoa serta meletakkannya dalam mulut kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk mengatakan kita tidak tahu bagaimana kita harus berdoa. Dia sangat memerhatikan kesengsaraan kita dan kita boleh yakin bahwa Doa Bapa Kami ini pasti berkenan kepada-Nya dan didengar oleh-Nya.
Keempat, bagi Luther, melalui kesengsaraan/penderitaan yang menekan kita, kita dapat berdoa senantiasa. Karena setiap orang yang meminta harus mengingini sesuatu, dan tanpa keinginan ini tidak ada doa yang sejati. Luther mengaitkan timbulnya keinginan ini justru pada saat kita mengalami kesulitan. Karena dalam kesulitan itulah timbul keinginan yang jujur dalam diri kita. Bukan berarti tidak mungkin kita bertumbuh dalam saat yang lancar, namun sesuai dengan natur kita yang lemah, kita cenderung berpuas diri  ketika tidak ada kesulitan yang terjadi. Rasa berpuas diri begitu merusak hingga dapat melumpuhkan kehidupan doa kita di hadapan Tuhan. Sebaliknya ketika kita berada dalam penderitaan, jiwa kita dibangunkan untuk berseru kepada Tuhan. Luther bahkan menegur dengan keras mereka yang hanya berdoa sebagai suatu tindakan perbuatan baik untuk membayar hutang kepada Allah. Orang-orang seperti itu tidak mau mengambil sesuatu dari Tuhan, melainkan hanya memberi! Kalimat ini mengejutkan kita karena yang seringkali kita dengar dan pelajari adalah “Jangan hanya meminta saja, melainkan memberi juga.” Namun yang dimaksud Luther di sini adalah tidak mungkin sebenarnya orang hanya memberi saja karena ini berarti tidak mengenal keterbatasan diri (yang bukan merupakan sumber). Dengan kata lain orang yang hanya mau memberi namun tidak suka meminta kepada Tuhan adalah seorang congkak yang merasa dirinya tidak pernah bisa habis, dan akhirnya mengakibatkan satu kehidupan yang tidak bergantung pada Tuhan. Kita semua memiliki cukup kekurangan yang nyata; persoalannya adalah bahwa kita tidak merasakan serta melihatnya dengan sadar. Memang penderitaan atau kesulitan pada dirinya sendiri bukanlah suatu kebajikan atau kebaikan (ada orang yang dalam penderitaan menjadi marah, pahit, dendam, kecewa, dingin, acuh tak acuh, mengejar kesenangan duniawi sebagai pengimbang duka dsb), namun dalam tangan Tuhan penderitaan dapat menjadi suatu sarana bagi kita untuk bertumbuh, asal kita berespon dengan benar (yaitu berseru kepadaNya di tengah penderitaan kita).
Kelima, menurut Luther, doa menjadi senjata yang ampuh dalam melawan permusuhan dengan iblis. Kita terlalu lemah untuk dapat mengalahkan kuasa iblis dengan kekuatan kita sendiri. Doa membawa kekuatan yang dari Tuhan untuk mengalahkan kuasa jahat, sehingga bukan kita yang berperang, melainkan Tuhan sendiri yang berperang. Rahasia ini selalu dimengerti oleh setiap pejuang iman yang namanya tercantum dalam sejarah Gereja. Dalam bagian yang lain Luther pernah mengatakan bahwa orang percaya yang berdoa adalah seperti pilar-pilar yang menopang dunia ini.
Apa yang disampaikan oleh Luther mengenai lima tentang doa, sejalan dengan apa yang digumuli Tom Jacobs. Menurut Jacobs, doa adalah pengerak agama. Tanpa doa, agama adalah upacara adat atau kebudayaan saja. Dalam doa, iman dibahasakan dengan segala kekhasan dan ciri dari bahasa itu sendiri. Bisa dengan bahasa yang puitis, suara lantang, bisa resmi, bahasa rakyat, dan bisa juga renungan di dalam hati. Semua bentuk itu merupakan doa yang baik karena yang pokok dalam doa itu tidak lain yang menyatakannya di dalam hati. Orang beriman berdoa untuk membuat imannya menjadi sadar dan jelas. Iman adlaah relasi dengan Allah, lebih khusus: tanggapan atas wahyu Allah. Relasi itu tidak mulai dengan doa. Relasi itu sudah ada sejak Tuhan menyatakan diri dan memanggil manusia. Karena itu, relasi juga tidak terbatas pada saat doa khusus. Doa adalah pertama-tama suatu sikap dasar, suatu kesadaran mengenai relasi dengan Allah. Tetapi yang paling khas dari doa adalah bahwa secara nyata-nyata, doa itu ditujukkan kepada Tuhan. Kalau doa menjadi suatu perasaan aman dalam hati yang hanya berpusat pada kepuasan diri sendiri saja, itu bukan doa sungguh-sungguh. Doa atau renungan yang hanya mencari ketenangan hati dan hiburan bathin bukanlah doa yang baik. (2010, h.23-24)
Alkitab sebagai sumber utama dalam teologi tentu tidak boleh luput dari bahan pembahasan tentang doa. Pengetahuan tentang doa harus dilihat juga dari apa kesaksian Alkitab tentang doa. Ada 307 kata doa di dalam Alkitab. Dari 307 kata doa di dalam Alkitab itu, ada beberapa hal menarik yang dapat kita lihat sebagai pemahaman tentang doa. Setidaknya ada 10 hal tentang doa yang dapat kita pelajari dari Alkitab, yaitu:
1.     Dalam surat Paulus pada jemaat di Roma, doa dipahami sebagai sarana untuk menguatkan manusia dan melakukan kehendak Allah : “Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus” (Roma 8:26-27)
2.     Pemazmur menyatakan doa sebagai suara kejujuran hati orang percaya: “seandainya ada niat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar. Sesungguhnya, Allah telah mendengar, Ia telah memperhatikan doa yang kuucapkan” (Mzm.66:18-19)
3.     Dalam Amsal, doa berhubungan dengan mendengarkan hukum Tuhan: “siapa memalingkan telinganya untuk tidak mendengarkan hukum, juga doanya adalah kekejian (Ams.28:9)
4.     Dalam Injil Yohanes, doa dilihat sebagai janji penyertaan Yesus bagi umat percaya: “dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku di dalam nama-Ku, Aku akan melakukan-Nya”(Yoh.14:13-14)
5.     Menurut Paulus, doa merupakan sarana tempat mengucapkan syukur kepada Allah: Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. (Fil.4:6)
6.     Menurut Yesus dalam Injil Matius, kekuatan doa bukan ada pada kata-kata yang diucapkannya, tetapi pengalaman kita dalam mengenal Allah: “Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Mat.6:7-8)
Lalu pertanyaannya kemudian adalah apa yang dapat dipahami umat Kristen Lutheran di Indonesia dari berdoa? Umat Kristen Lutheran di Indonesia dapat memahami doa berdasarkan fungsi dan perannya. Apa itu fungsi dan apa itu peran doa? Fungsi doa dalam konteks ini berbicara tentang kegunaan dari doa bagi umat Lutheran. Sedangkan peran doa adalah apa yang dapat dilakukan oleh umat Kristen Lutheran dengan doanya. Fungsi doa bagi umat Kristen Lutheran tidak jauh berbeda dengan fungsi doa saat Luther tengah berdoa. Sebelum menjadi rahib, Luther pernah berdoa ketika ia menjadi sangat takut dengan kilat. Doa di tengah rasa takut yang muncul tiba-tiba dalam diri Luther mewakili apa yang dirasakan oleh umat percaya. Manusia berdoa karena ia merasa terancam dan tidak mampu mengendalikan hal yang di luar kuasanya.
Dorongan Luther untuk berdoa kemudian dijelaskannya setelah ia menjadi rahib dan seorang doktor dalam dunia teologi, bahwa hal itu wajar apabila kita meminta perlindungan dari Tuhan saat merasa takut. Manusia terdorong berdoa karena Tuhan adalah Tuhan yang berjanji. Tuhan berjanji untuk memberikan pada mereka yang meminta kepada-Nya. Dan, ketika umat percaya berdoa di dalam ketakutannya, mereka menghargai janji-janji Tuhan. Dan, apa yang disampaikan oleh Luther juga sesuai dengan yang dikatakan di dalam Alkitab bahwa doa adalah sarana untuk menguatkan manusia serta melakukan kehendak Allah. Ketika Luther berdoa, ia melakukan kehendak Allah lewat nazarnya untuk menjadi seorang rahib. Reformasi gereja tidak akan mungkin terjadi apabila Luther pada saat itu tidak bernazar. Jadi, fungsi pertama dalam doa bagi umat Kristen Lutheran adalah sebagai penguatan dalam ketakutan dan sarana melakukan kehendak Allah.
Fungsi kedua dapat kita acu dari apa yang dikatakan Luther sebagai bentuk ketaatan kita pada perintah Allah. Menurut Luther, kita berdoa karena berdoa merupakan perintah dari Allah. Apa yang dikatakan oleh Luther juga senada dengan apa yang disaksikan oleh Alkitab bahwa doa berhubungan dengan hukum Tuhan. Di dalam melakukan hukum Tuhan sebenarnya terlihat bagaimana relasi kita dengan Tuhan. Jika kita melakukan hukum Tuhan, berarti kita masih berusaha menautkan diri dengan Tuhan. Relasi dengan Tuhan bukanlah suatu relasi yang baru dibangun. Relasi dengan Tuhan merupakan suatu relasi yang telah lama ada, bahkan sejak semula. Namun, kesadaran kita akan relasi kita dengan Tuhan terlihat di dalam doa kita. Untuk itu, ketika kita berdoa, doa juga berfungsi untuk menautkan kita kepada Tuhan dan menyadarkan relasi kita dengan Tuhan. Dalam kesadaran kita berelasi dengan Tuhan itulah kita akan terdorong melakukan perintah Tuhan.          Fungsi ketiga dari doa yang dapat kita pelajari adalah doa sebagai sarana mengucapkan syukur. Luther menjelaskan bahwa kita dapat berdoa dalam kesukaran sehingga tidak larut dalam rasa berpuas diri. Hal itu setara dengan apa yang disaksikan oleh Alkitab bahwa doa merupakan sarana mengucap syukur pada Allah sebagaimana yang disampaikan oleh Paulus pada jemaat di Filipi. Banyak orang berdoa dengan menyisipkan berbagai permintaan kepada Tuhan tetapi sedikit mengucapkan syukur.
Sedangkan peran doa bagi umat Kristen Lutheran adalah menjadikan kita sebagai orang yang jujur apa adanya. Di dalam doa, kita dapat berterus terang kepada Tuhan tanpa harus ada menyembunyikan sesuatu. Seperti yang dikatakan oleh Pemazmur, bahwa Tuhan tahu niat apa yang ada di dalam hati, sehingga ia mendengarkan dan memerhatikan orang yang memiliki niat tulus. Bukan orang yang berbasa-basi dengan panjang lebar dalam kata-kata doanya. Malah Yesus mengkritik orang yang terlalu berbasa-basi dengan doa adalah orang yang tidak mengenal siapa Tuhan.
Peran kedua dari doa adalah sebagai pilar terakhir umat percaya untuk tidak jatuh dalam kejahatan. Luther mengatakan “Doa membawa kekuatan yang dari Tuhan untuk mengalahkan kuasa jahat, sehingga bukan kita yang berperang, melainkan Tuhan sendiri yang berperang”. Dalam menjalani hidup, umat Kristen tentu menghadapi banyak tantangan. Terkadang, umat Kristen merasa bingung dan tidak tahu harus bagaimana dalam menghadapi tantangan. Namun, doa ternyata adalah teknik yang paling baik dilakukan agar tidak melakukan dosa. Terkadang, kita menjadi gelap mata saat sedang putus asa. Kita percaya bahwa dalam Tuhan bekerja melalui setiap doa yang kita panjatkan.
Terakhir, doa berperan sebagai agenda reformasi kehidupan. Kita mengetahui bahwa melalui doa, Martin Luther berhasil mereformasi gereja pada saat itu. Begitu pula dengan umat Kristen Lutheran di Indonesia saat ini, doa harus berperan untuk dasar reformasi kehidupan yang dijalani. Reformasi yang dimaksud tentu perubahan ke arah yang lebih baik, dan tidak terkungkung dalam dogma yang kaku tentang Tuhan. Dalam agenda reformasi umat Lutheran, dasar yang dijadikan nilai pergerakkan itu adalah Kasih Karunia Allah yang menyelematkan manusia. Upaya manusia untuk mencari keselamatan tidak akan berhasil jika mengandalkan kemampuannya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan Kasih Karunia Allah yang menyelamatkan. Di situlah nilai reformasi itu berpijak, yaitu bukan pada kuasa manusia tapi atas belas kasih Allah pada manusia.


Daftar Pustaka

Berkhof, H. 2009. Sejarah Gereja. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia
Boehlke, Robert R. 1997. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen. Jakarta : PT.BPK Gunung Mulia
Collins, Michael & Matthew A. Price. 1999. The Story of Christianity. Yogyakarta : Kanisius
Daulay, Richard M. 2009. Firman Hidup: Edisi 60. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia
de Jonge, Christian. 1993. Gereja Mencari Jawab : Kapita Selekta Sejarah Gereja. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia
Edwards, Mark U, Jr. 1983. Luther’s Last Battles. Tuta Sub Aegide Pallas
End, Th.van den. 2009. Harta dalam Bejana. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia
Jacobs, Tom. 2010. Teologi Doa. Yogyakarta : Kanisius
Kristiyanto, Eddy A, OFM. 2004. Sejarah Pustaka Reformasi dari Dalam, Sejarah Gereja Zaman Modern. Yogyakarta : Kanisius
Lane, Tony. 1990. Runtut Pijar. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia
Tjen, Anwar (penerjemah). 2007.  Katekismus Besar Martin Luther. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia
Sumber Lain:
Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia