Senin, 08 Oktober 2012

Dari Cinta Sampai Ranting Gandum (Plato dan Sokrates dalam Dialog)


Suatu hari Plato bertanya kepada gurunya (Sokrates) : “Apa itu cinta? dan, Bagaimana saya bisa menemukannya?” Kemudian gurunya menjawab : “Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah kamu tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambilah satu saja rantingnya. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta.”
Plato lalu melakukan apa yang diperintahkan oleh gurunya itu dan tidak berapa lama kemudian kembalilah dia dengan tangan kosong tanpa membawa apa pun. Kemudian, gurunya bertanya: “Mengapa kamu tidak membawa satu pun ranting?” Plato menjawab: “Saya hanya boleh membawa satu saja dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali. Sebenarnya saya telah menemukan ranting yang paling menakjubkan, tetapi aku tidak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan di depan sana. Jadi saya putuskan untuk tidak mengambil ranting tersebut. Saat saya melanjutkan berjalan lebih jauh, baru saya sadari bahwa ranting-ranting yang kemudian tidak sebagus ranting yang tadi, jadi tidak ada satu pun ranting yang saya bawa pulang. Gurunya kemudian menjawab: “Jadi ya itulah cinta”
(Anonim, sudah melewati proses adaptasi)

Banyak orang yang mencoba berupaya untuk mendefinisikan apa itu cinta, termasuk Plato seorang filsuf yang terkenal. Pemahaman cinta dari Plato tidak lepas dari kebijaksanaan gurunya untuk mengantarkan dia ke suatu pemahaman mendalam akan cinta. Dari cerita di atas, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari tentang definisi cinta menurut Plato dan juga gurunya. Pertama, apa itu cinta? Cinta dalam cerita di atas digambarkan seperti suatu ranting. Mengapa ilustrasi cinta harus diwakilkan oleh ranting? Ranting merupakan bagian dari tumbuhan (mahluk hidup) yang akan menghasilkan buah / makanan ( sumber kehidupan). Jadi dari ilustrasi gandum itu, cinta dapat didefinisikan sebagai bagian diri seseorang yang kemudian membentuk suatu cerita baru yang menakjubkan dalam hidupnya supaya hidupnya semakin hidup. 

Hal kedua yang dapat dipelajari, “di mana kita akan menemukan cinta?” Dalam gambaran Plato dan gurunya, kita hanya akan menemukan cinta itu di belakang cerita kehidupan. Namun pada kenyataannya, cerita kehidupan selalu berjalan bersama dengan waktu tanpa bisa dimundurkan kembali. Ini mengartikan bahwa cinta hanya akan kita temukan di dalam sebuah penyesalan. Pada akhirnya kita tidak akan pernah menemukan cinta, karena memang cinta itu tidak ada di masa kini dan di masa depan, namun hanya berada di masa lalu. Setujukah kita dengan Filosofi Cinta ala Plato dan Gurunya?