Senin, 17 Februari 2014

Konsep Dasar Politik, Demokrasi, dan Pemilu dalam Konteks Indonesia

  
            Banyak orang memahami politik sekadar sebagai cara untuk memenangkan suatu kekuasaan atau melawan kelompok politik lainnya. Adalah terlalu sempit makna dari politik itu bila demikian kita memahaminya. Berikut merupakan esai tentang konsep dasar politik secara ilmu, serta penjabaran politik dalam demokrasi serta pemilihan umum di Indonesia.
              Seorang pakar ilmu politik dari Universitas Indonesia, Miriam Budiardjo, memaparkan bahwa kita dapat menggunakan definisi politik yang ditawarkan oleh Rod Hague dan Andrew Heywood. Rod Hague mendefinisikan politik sebagai kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di tengah para anggotanya. Sedangkan Andrew Heywood mendefinisikan politik sebagai kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemenkan peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama.
            Dari kedua definisi itu, kita dapat menemukan konsep-konsep pokok politik terdiri dari lima hal utama, yaitu negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, dan pembagian/alokasi. Roger F.Soltau mengatakan bahwa ilmu politik mempelajari negara serta tujuan-tujuan negara. Begitu pula dengan J.Barents yang menjelaskan bahwa ilmu politik merupakan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dengan negara sebagai bagiannya, sehingga dapat diketahui bagaimana negara menjalankan tugasnya. Itulah mengapa ilmu politik juga harus mempelajari kekuasaan dalam masyarakat. Hal tersebut juga ditekankan oleh Deliar Noer bahwa ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama masyarakat. Terkait dengan pengambilan keputusan, Karl W.Deustch berpendapat bahwa pengambilan keputusan dalam politik berbeda dengan pengambilan keputusan secara pribadi. Keputusan yang harus diambil dalam pendekatan politik harus terkait tindakan umum atau nilai-nilai (public goods), atau secara sederhana pengambilan keputusan terkait dengan apa yang dilakukan dan siapa mendapat apa. Sedangkan kebijakan dalam pendekatan politik merupakan kumpulan keputusan yang diambil oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan dan mencapai tujuan. Dan terakhir, pembagian/alokasi menyangkut penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Dalam ilmu sosial, nilai adalah sesuatu yang dianggap baik dan benar, sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang memiliki harga. Oleh karena itu, Harold D.Laswell dalam bukunya Who Gets What, When, How, mengatakan sistem politik adalah keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai secara autotitaif untuk dan atas nama masyarakat. Inilah konsep-konsep dasar tentang politik. Ketika hendak berbicara mengenai politik, kita harus berbicara tentang cakupan kelima konsep tersebut. Jika tidak, kita hanya berbicara omong kosong mengenai politik.
            Sebagai suatu negara, Indonesia tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai bersama para warganya. Tujuan negara Indonesia termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yang menyatakan tujuan dari kehidupan berbangsa ini adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, para pendiri bangsa ini telah memikirkan konsep negara seperti apa yang cocok untuk Indonesia. Sangat menarik sekali untuk diperhatikan bahwa para pendiri negara ini memilih konsep negara Indonesia adalah demokrasi, di tengah tuntutan dari banyak pihak untuk menjadikan Indonesia sebagai negara agama. Wajar apabila ada tuntutan agar Indonesia menjadi negara agama karena tuntutan itu datang dari agama yang mayoritas di Indonesia, yang secara kuantitas mencapai 80%. Namun, sekuat apa pun tuntutannya saat itu, nyatanya Indonesia adalah negara demokrasi dan bukan negara agama. Jadi, Indonesia merupakan suatu negara yang hendak mencapai tujuannya dengan pendekatan demokrasi. Ada bermacam-macam istilah demokrasi, seperti demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi termpimpin, demokrasi rakyat, dsb. Namun, demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia adalah demokrasi Pancasila, di mana pelaksanaannya masih dalam taraf perkembangan dan sifat serta cirinya terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan. Dalam menggerakan partisipasi masyarakat pada sistem demokrasi, maka kenderaan yang dipakai adalah partai politik. Sejarah perkembangan partai politik pertama kali lahir di negara-negara Eropa Barat dengan gagasan pada awalnya bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik. Keikutsertaan masyarakat dalam proses politik tidak lain dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional sebagai tujuan dari suatu negara.
            Berbicara partai politik di negara demokrasi, tentu kita harus memahami fungsinya bagi masyarakat demokrasi. Miriam Budiardjo menyebutkan setidaknya ada empat fungsi partai politik bagi negara demokrasi, yaitu pertama, sebagai sarana komunikasi politik. Hal ini merujuk pada kehidupan masyarakat modern yang luas dan kompleks, banyak beragam pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pendapat atau aspirasi seseorang atau kelompok akan hilang tidak berbekas seperti suara di padang pasir apabila tidak ditampung dan digabung dengan aspirasi orang lain yang senada. Kedua, sebagai sarana sosialisasi politik. Maksudnya, sosialisasi politik harus diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Ketiga, sebagai sarana rekrutmen politik. Fungsi ini sangat erat dengan seleksi kepemimpinan, baik internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Terakhir, sebagai sarana manajemen konflik. Potensi konflik selalu ada di setiap masyarakat yang heterogen, apakah dari segi etnis, sosial-ekonomi, atau pun agama. Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi konflik. Untuk itu, peran partai politik tidak lain untuk mengatasi atau sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga efek negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk konteks Indonesia, perkembangan partai politik terjadi di berbagai fase. Namun, hal itu tidak terlalu mendesak untuk kita bahas di sini. Hal utama yang ingin disampaikan tidak lain soal sistem pemilihan umum (Pemilu). 
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi. Dalam ilmu politik, sistem Pemilu ada banyak variantnya, tapi tetap mengacu pada dua prinsip pokok, yaitu sistem distrik dan sistem proporsional. Masing-masing sistem ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan sistem distrik adalah tiap partai terdorong untuk bekerja sama, kecenderungan membentuk partai baru kecil, wakil yang terpilih akan akuntabel dengan konstituen, dan stabilitas politik terjaga. Namun, kekurangan sistem distrik adalah terciptanya persentase suara karena distorsi partai besar, kurang mengakomodasi kepentingan kelompok masyarakat heterogen, dan wakil rakyat cenderung memerhatikan wilayah pemilihannya. Contoh negara yang memakai sistem Pemilu Distrik seperti India, Malaysia, dan Amerika Serikat. Sistem pemilu proporsional memiliki kelebihan dianggap lebih representatif dan mengakomodasi partai kecil. Sedangkan kekurangannya tidak mendorong partai-partai untuk berintegrasi, wakil rakyat tidak kuat dengan konstituennya, serta kerap menghasilkan partai-partai baru. Contoh negara yang menggunakan sistem Pemilu Proporsional seperti Belgia, Swedia, Italia, Belanda, dan Indonesia.