Selasa, 20 Agustus 2019

Doa Kami untuk Papua (NKRI Jaya)





"Mengapa seperatis Papua tetap ingin merdeka sedangkan Jokowi sudah habis-habisan membangun infrastruktur untuk Papua?"
Kehadiran negara dalam kebijakan Jokowi sebagai Presiden itu baru ada sejak 5 tahun belakangan. Akan tetapi, penderitaan rakyat Papua itu sudah hampir seabad lamanya.
Orang Papua itu sangat kaya. Mereka tidur di atas emas. Tapi, kemiskinan dan ketiadaan infrastruktur membuat bangsa Papua sangat menderita selama ini.
Banyak negara asing ingin Papua merdeka karena harta alamnya yang luar biasa. Sebelum era Jokowi, negara kita sangat Jawasentris pembangunannya. Kita lalu tersadar ketika orang Papua sudah tidak ingin bersama-sama lagi.
Wajar! Karena mereka selama ini selalu dianaktirikan oleh pemerintahan yang Jawasentris.
Persoalan Papua sebagai NKRI sebenarnya sudah ada sejak Indonesia menentukan format negaranya akan seperti apa ke depannya?
Di dalam Risalah Sidang BPUPKI, tanggal 29 Mei-19 Agustus 1945, terekam ada silang pendapat antara pendiri bangsa ini soal Papua.
Diawali seorang perwakilan dari Sulawesi Selatan, Kahar Muzakkar, yang setuju Papua masuk menjadi NKRI apabila keinginan mereka itu secara sukarela.
Akan tetapi, Moh Hatta tidak setuju kalau Papua menjadi NKRI, karena Indonesia sejauh ini merupakan bentukan dari unsur rumpun Melayu dan bukan Melanesia.
Moh.Yamin tidak setuju dengan gagasan Hatta. Sebagai ahli sejarah, Moh.Yamin mengungkapkan ada keterikatan sejarah Papua dengan NKRI.
Moh.Yamin menjelaskan Papua itu dulu merupakan "vassal"-nya Kerajaan Tidore. Keterikatan sejarah ini tidak mungkin dilupakan begitu saja.
Ir.Soekarno tidak menyetujui pandangan Moh.Hata. Presiden RI pertama itu dengan bijaksana mengatakan, "Pertama, bentangan Indonesia dari Sumatera hingga Papua adalah sebagai karunia Tuhan. Kedua, Kerajaan Majapahit dalam kitab Negarakertagama mencakup sampai Papua luasnya"
Voting pun diadakan. Peserta sidang mayoritas mendukung Ir.Soekarno dan Moh.Yamin. Sedikit sekali yang mendukung Moh.Hatta.
Pihak asing tentu banyak yang cemburu kalau Indonesia memiliki Papua. Sejarawan asing sering menyudutkan Sidang BPUPKI ini bukanlah representasi Papua karena tidak ada perwakilan mereka yang bicara di sana.
Persoalan Papua pun berlarut-larut sampai detik ini. Ada begitu banyak nyawa yang terenggang, darah yang tertumpah, air mata yang menetes.
Pdt.Prof.John A.Titaley, Th.D sebagai anak yang lahir di tanah Papua berkata, "Persoalan Papua itu adalah apakah mereka dari Jawa atau Sumatera yang rambutnya ikal dan kulitnya coklat, atau mereka orang Minahasa yang rambutnya lurus, kulitnya putih, mau menganggap saudara kita di Papua yang kulitnya hitam dan rambutnya keriting? Kalau bisa, kita berarti bisa hidup dalam satu bangsa dan negara. Papua adalah anugerah dari Tuhan yang menjadikan kita Indonesia"
Doa kami untuk masyarakat Papua yang sedang menderita di mana saja. Kalian adalah saudara kami. Kita adalah NKRI!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar