Sabtu, 29 Juni 2019

Ingatan Kolektif (Alm.Pdt.Em.P.Sibarani)

Kami bertemu pertama kalinya sekitar September 2017. Akan tetapi, suasana pertemuan kami yang pertama itu sudah sangat akrab dan penuh kekeluargaan. Kami seperti sudah saling kenal bertahun-tahun lamanya. Aku memanggilnya dengan Amanguda, karena secara tutur kekeluargaan Sibarani begitulah seharusnya.
Kalau tidak salah ingat, Alm.Pdt.(Em.) P.Sibarani / amanguda ini baru saja pensiun dari tugas kependetaannya di HKBP ketika kami bertemu. Kami karenanya banyak berbicara tentang pengalaman tugas pelayanannya, mulai dari ia menjadi calon pendeta, lalu penempatan pertamanya pendeta, sampai akhirnya masa pensiunnya.Kami cerita panjang lebar di rumah pensiunnya, yang diberinya nama "Sopo Pangkirimon" (Rumah Pengharapan)
Hal yang sangat kuingat amanguda adalah nasehatnya yang sangat bernas bagiku, di mana hal ini kemudian berkontribusi besar untuk pelayananku di saat ini. Ada tiga hal yang menjadi nasehat amanguda kala itu:
Pertama, ia menasehatkanku agar senantiasa menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh di dalam tugas pelayanan. Bukan tanpa alasan amanguda ini memberikan nasehat demikian. Ia melihat semasa hidupnya ada banyak pendeta yang masih muda dan aktif tapi sudah sakit-sakitan. Akibatnya, ada banyak jemaat yang tidak terlayani kebutuhan imannya.
Selanjutnya, Amanguda memberikan nasehat keras untukku supaya selagi masih muda jangan membiasakan diri untuk memikirkan pelayanan hanya untuk mendapatkan uang/materi. Amanguda ini menegaskan kalau mau jadi kaya secara harta, tidak perlu menjadi pendeta, karena seorang pendeta harus menyangkal dirinya dari keinginan daging yang lekat dengan harta dunia.
Terakhir, ia berpesan padaku, sebagai seorang pendeta laki-laki, aku harus dapat terlebih dahulu membimbing keluargaku baru jemaatku. Menurut amanguda ini, seorang pendeta yang sudah ditahbiskan jabatannya, ia juga sudah sepenuhnya milik jemaat. Aku diingatkannya dengan tegas supaya memberikan pemahaman pada istri dan anak-anakku agar mau memahami tugas suami dan bapaknya sebagai seorang pendeta. Hal terakhir ini berulangkali ditegaskannya,
"Jangan ajarkan istrimu mencari tambahan uang kependetaanmu yang sedikit itu, tapi ajarkan istrimu untuk mendukung dan mendoakan yang sedikit itu supaya menjadi berkat di dalam hidup kalian".
Adapun aku yang selalu semangat berdiskusi, tapi kali itu hanya banyak diam saja. Aku tidak tahu kalau pertemuan kami ini sangat singkat.
Tanggal 13 Juni 2018, Amanguda ini sudah menghadap Penciptanya. Secara pribadi, hal ini sangat menyedihkanku karena aku masih butuh nasehatnya, seperti seorang anak pada bapaknya dan seperti seorang junior pada seniornya.
Aku meyakini bahwa perjumpaan itu memang singkat, tapi kenangan akan selalu abadi.
Caraku mengenang nasehatnya adalah mengabadikannya di sosial mediaku. Dengan demikian, nasehat ini akan terus menjadi ingatan kolektif.
Sumbul, 25 Juni 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar