Selasa, 22 Oktober 2013

Nyamuk dan Ibu

    
    Ada suatu kutipan yang baru-baru ini menarik perhatian saya, “If you think you are too small to make a difference, try sleeping with a mosquito”(Jika kamu mengira kamu terlalu kecil untuk membuat suatu perbedaan, cobalah tidur dengan seekor nyamuk). Itulah yang dikatakan oleh Dalai Lama. Tentu kutipan ini memiliki makna yang mendalam, bahwa seekor nyamuk saja bisa membuat kita tidak tenang untuk tidur. Bagaimana jika jumlah nyamuknya lebih dari satu? Beberapa hari setelah mendengar kutipan itu, saya diperingatkan oleh seorang teman karena ia mendapatkan saya telah membunuh nyamuk yang hinggap di tangan saya, “Biarkan saja dia isap darahmu, lagian umurnya tidak panjang, paling besok sudah mati, khan umur nyamuk hanya satu malam saja?”. Lagi-lagi, saya terusik dengan kata nyamuk. Saya kemudian menjadi penasaran benarkah usia nyamuk hanya satu hari saja? “masak sich?” hati kecil saya bertanya.

    Dari rasa penasaran itu, saya mencoba mencari tahu apakah benar usia nyamuk hanya sehari saja? Saya membuka tablet phone saya, lalu bertanya pada google, “berapa usia nyamuk?”. Saya dihantarkan pada berbagai alamat web dengan ragam informasi tentang nyamuk. Ternyata, nyamuk secara umum hidup antara 10-21 hari, bukan sehari. Yang menarik adalah ternyata asupan utama sebagai makanan nyamuk untuk bertahan hidup bukanlah berasal dari darah yang diisapnya, melainkan dari sari buah. Darah manusia dan binatang yang diisap oleh nyamuk adalah untuk mendapatkan protein agar dapat bereproduksi. Jadi, yang mengisap darah manusia dan binatang adalah nyamuk betina.
Proses nyamuk betina mengisap darah persis seperti operasi yang dilakukan oleh dokter bedah. Nyamuk betina terlebih dahulu mengoyak kulit korban sampai menemukan urat darah, jika sudah ditemukan lalu dihisap. Dalam proses mengisap darah, nyamuk betina mengeluarkan air liur agar darah yang diisapnya tidak membeku. Air liur yang mengandung antikogulan inilah yang menyebabkan pembengkakan dan rasa gatal di kulit.
Membaca informasi itu membuat saya menjadi begitu takjub dan merenungkan akan luar biasanya goresan tangan Sang Pencipta. Usia nyamuk yang tidak panjang dan hal yang paling terkesan adalah nyamuk betina melindungi dan menghidupi anak-anaknya dengan membahayakan dirinya, bertaruh hidup mati untuk mendapatkan protein dari darah manusia maupun binatang. Tidak jarang saya merasa puas melihat nyamuk yang saya pukul di tangan mengeluarkan banyak darah. Padahal, nyamuk itu butuh protein untuk kehidupan generasinya. Dalam hal ini, saya tidak ingin mengatakan kita tidak boleh membunuh nyamuk. Bukan! Saya hanya ingin mengatakan bahwa nyamuk betina mempertaruhkan nyawanya bagi anak-anaknya. Itu hukum alam yang berlaku bagi nyamuk betina. Jika binatang seperti nyamuk betina saja melakukan hal yang sangat luar biasa pada anak-anaknya, lalu saya merenungkan bagaimana dengan manusia?

    Seorang ibu tentu akan mempertaruhkan nyawanya bagi kelahiran anaknya, yang tidak lain adalah buah cintanya. Seorang ibu akan melakukan apapun untuk mempertahankan kehidupan anaknya. Ada banyak cerita tentang kasih sayang seorang ibu pada anak-anaknya. Namun, ada juga realita yang bertolak belakang dari kasih sayang seorang ibu.

    Pada saat saya masih bekerja di daerah Kwitang, Jakarta Pusat, dalam perjalanan pulang kantor, sekitar pukul 18.30 WIB, di persimpangan lampu merah Senen, saya melihat seorang bayi munggil, yang masih dibodong badannya. Bayi tertidur di trotoar jalan raya di antara hiruk pikuk kenderaan. Asap kenderaan dan debu jalanan sudah menjadi temannya sehari-hari. Bayi itu menangis. Mungkin, ia sedang lapar. Seorang anak kecil, pengamen jalanan, mendekatinya lalu ia menggendong bayi itu dan mengajaknya bercanda. Bayi itu tidak peduli, ia terus menangis dan menangis. Saya yang berada persis di samping peristiwa itu tidak tahu harus berbuat apa selain berdoa di dalam hati, “Tuhan, lindungilah bayi yang dibuang oleh ibunya itu”. Lampu lalu lintas berubah dari merah menjadi hijau. Saya melanjutkan perjalanan ke Bekasi dengan hati tersayat merenungkan, “Ibu apakah yang tega membuang anaknya sendiri?”

    Catatan ini adalah perbandingan kecil bahwa nyamuk betina selalu mengorbankan nyawanya untuk anak-anaknya, sedangkan seorang ibu belum tentu mau mengorbankan nyawanya untuk anak-anaknya. Kadang, naluri binatang masih lebih bermoral dibanding manusia. Terlepas dari persoalan sosial atau ekonomi yang melilit, seorang ibu sebagai manusia harus melindungi anak-anaknya.