Jumat, 17 Februari 2012

Kebijakan Sosial dan Radikalisme Di Indonesia


Tulisan ini merupakan analasis dari kebijakan sosial dalam relasinya terhadap kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini oleh ormas (organisasi kemasyarakatan) agama yang radikal. Tulisan ini dirancang untuk mencari bagaimana konstruksi hubungan kebijakan sosial dengan pembangunan ekonomi yang berdampak pada radikalisme masyarakat. Pembubaran ormas radikal bukan solusi untuk menghentikan radikalisme yang terjadi di Indonesia. Sekelompok masyarakat menjadi radikal sudah pasti ada yang salah di dalam pelaksanaan pemerintahan di negara tersebut.

Persoalan di atas sangat terkait dengan sektor kebijakan dalam bidang pertahanan dan keamanan, terkait dengan isu radikalisme yang kian marak dewasa ini di Indonesia. Latar belakang mengapa kita harus melihat sektor publik pada pertahanan dan keamanan tidak lain karena menurut hemat saya, isu radikalisme seolah-olah terabaikan (atau dibiarkan saja) dalam perhatian negara. Sebagai negara yang hendak menciptakan well being, di mana seluruh masyarakatnya merasakan kebijakan negara dapat memberikan rasa sejahtera dan aman, maka dibutuhkan pendekatan dan perhatian serius dalam kebijakan sosial di sektor ini.

Sebelum kita kaji lebih jauh, maka beberapa konsep penting harus kita pahami seperti apa itu kebijakan sosial, bagaimana relevansi kebijakan sosial di Indonesia dan konstruksi antara kebijakan sosial dengan pembangunan ekonomi, di mana nantinya akan dilihat dalam kerangka pembahasan isu radikalisme di Indonesia

Kebijakan Sosial

Kebijakan Sosial adalah salah satu bentuk kebijakan publik yang mengatur urusan kesejahteraan sosial. Kebijakan publik yang dimaksud terkait dengan suatu instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijakan sosial juga merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespons isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.
Mengutip pemikiran Bessant, Watts, Dalton dan Smith, secara ringkas melihat kebijakan sosial menunjuk pada apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial lainnya. Midgley mencatat, secara garis besar, kebijakan sosial diwujudkan ke dalam tiga kategori, yaitu perundang-undangan, hukum atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial. Beberapa bentuk kebijakan sosial seperti :
a. Peraturan dan perundang-undangan : Pemerintah memiliki kewenangan membuat kebijakan publik yang mengatur pengusaha, lembaga pendidikan, perusahaan swasta, agar mengadopsi ketetapan-ketetapan yang berdampak langsung pada kesejahteraan;
b. Program pelayanan sosial : Sebagian besar kebijakan diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial, berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial dan bimbingan sosial;
c. Sistem perpajakan : Dikenal sebagai kesejahteraan fiskal. Selain sumber utama pendanaan kebijakan sosial, pajak juga sekaligus merupakan instrumen kebijakan yang bertujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil. Di negara-negara maju, bantuan publik dan asuransi sosial adalah dua bentuk jaminan sosial yang dananya sebagian besar berasal dari pajak.
Kebijakan sosial berjalan dengan mempertimbangkan pengaturan unsur-unsur dari ekonomi murni, non marked ekonomi dan ekonomi komunal. Pemetaan pembagian unsur tersebut dapat dilihat gambar berikut :

Ketiga gambar di atas, pada dasarnya ingin mengatakan bahwa kebijakan sosial dalam hal apakah yang hendak dilakukan, maka dapat memilih di antara ketiganya, yang kemudian tinggal menyesuaikan kebutuhan dari tiap-tiap unsur dalam kebijakan tersebut. Persoalan radikalisme, menurut penulis, berada pada peta kebijakan ekonomi komunal, tepatnya pada bagian pemberdayaan masyarakat. Atas dasar sistematika pembagian inilah, penulis akan menguraikan pokok pikirannya dalam bagian selanjutnya.

Relevansi Kebijakan Sosial di Indonesia
Berbicara mengenai relevansi kebijakan sosial di Indonesia, secara tidak langsung mengantarkan pandangan kita pada pembuat kebijakan sosial dan kepada siapa kebijakan sosial ini dibuat. Satu hal lagi yang harus dilihat adalah Needs. Pemerintah Indonesia, selaku pembuat kebijakan sosial, memiliki peran penting dalam menciptakan kondisi kesejahteraan kepada para warganya. Artinya, peran negara akan sangat dominan di dalam kebijakan sosial. Pentingnya peran negara dalam kebijakan sosial di Indonesia didasari oleh tanggung jawab dan kewajiban dalam memenuhi, melindungi dan menghargai hak-hak dasar, ekonomi dan budaya warganya.
Menurut saya, relevansi kebijakan sosial di Indonesia belum sepenuhnya mencerminkan suatu pemerataan kesejahteraan kepada warganya. Kebijakan sosial yang seharusnya dapat mendorong pembangunan nasional, seakan-akan susah untuk menolong warganya yang butuh perlindungan dari negara. Hal ini bertolak belakang dengan hakikat dasar dari kebijakan sosial, yakni suatu kebijakan untuk menciptakan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jaring Pengaman Sosial (JPS) belum dapat berbuat banyak kepada masyarakat yang miskin. Bantuan-bantuan sosial juga belum menopang kehidupan rakyat dalam kemelaratannya. Dalam hal itu, muncul berbagai kritik dari masyarakat, mengapa pemerintah tidak dapat merumuskan kebijakan sosial yang dapat meningkatkan taraf hidup warganya? Dengan demikian, Needs masyarakat tidak sesuai dengan kebijakan sosial yang dirancang oleh pemerintah.
Berdasarkan peta ekonomi komunal, unsur pertama yang dilihat adalah bagaimana kepemimpinan dari pemerintah di Indonesia. Sejauh ini, pemerintah berusaha mencari solusi guna membantu beban rakyatnya, seperti BLT, bahan bakar bersubsidi, dan sebagainya. Akan tetapi, permasalahan sosial bukan tambah berkurang, malahan semakin marak. Di pihak lain, pemerintah menyatakan angka kemiskinan di Indonesia telah menurun. Atas pertimbangan itulah dipertanyakan visi dan kepemimpinan dari pemerintah Indonesia, selaku perumus kebijakan sosial. Manajemen kelola pemerintahan juga terlihat semberawut, dimana usaha yang dilakukan sepertinya asal jadi dan dapat dilihat masyarakat. Tidak ada penanganan yang serius, seperti dalam hal sanitasi, kesehatan maupun asuransi. Dampak itu dapat dilihat bagaimana Human Development Index Indonesia yang memperhatinkan.
Ketidakberesan ini dilihat masyarakat sebagai ketidakpekaan pemerintah dalam merumuskan kebijakan publik maupun sosial kepada warganya. Needs yang diharapkan masyarakat berbeda dengan apa yang diberikan oleh pemerintah selaku penyelenggara kebijakan sosial. Kebijakan yang diambil pemerintah, menurut sebagian rakyat, hanya berorientasi kepada pembangunan seperti yang ada di dunia Barat. Hal itu menjadi tidak relevan ketika kebijakan itu diimplemetasikan di Indonesia. Hal itu mendorong sikap radikal dari beberapa golongan masyarakat, dengan penolakan terhadap ideologi Barat yang liberal dan kebijakan pemerintah yang dianggap condong ke Barat. Sikap radikal ini ditunjukkan dengan keinginan dari beberapa golongan menjadikan Indonesia untuk menggunakan kebijakan Syariat yang dianggap lebih baik dibanding demokrasi dari Barat. Namun, ada juga masyarakat radikal menunjukkan ketidakpuasannya terhadap kebijakan pemerintah dengan cara menebar teror. Sikap radikal ini sebenarnya telah menciptakan gangguan di dalam stabilitas negara, khususnya sektor pertahanan dan keamanan. Radikalisme di Indonesia semakin menyulitkan Indonesia berjalan menuju kepada kesejahteraan. Sekali lagi, hal ini terjadi karena menurut beberapa kelompok, kebijakan yang diambil pemerintah tidak relevan kepada masyarakat.
Agar kebijakan sosial yang dirancang pemerintah dapat dipercayai oleh segenap lapisan masyarakat, menurut penulis, negara harus dapat meningkatkan modal sosial dalam kebijakan sosial. Kaitan antara modal sosial dan kebijakan sosial adalah bagaimana modal sosial dapat memperkuat kepercayaan terhadap kebijakan sosial yang dirancang. Selain itu modal sosial juga dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai kebersamaan dalam kaitannya dengan peraturan-peraturan yang lebih manusiawi. Modal sosial juga dapat memperluas partisipasi lokal melalui pendanaan proyek kemasyarakatan serta menciptakan jaringan dan kolaborasi antara lembaga pemerintah dengan non pemerintah. Tentunya dari hubungan ini, manfaat yang dapat diperoleh dalam arah kebijakan sosial adalah : (Suharto, 2008, 102)
1. Meningkatkan partisipasi di dalam masyarakat sehingga terdapat kesempatan yang lebih luas dan kemampuan yang lebih baik dalam mencapai tujuan bersama;
2. Meningkatkan partisipasi dalam proses-proses demokrasi sehingga pemerintah pusat dan lokal lebih akuntabel dan terbuka dalam mendengarkan beragam suara dan aspirasi masyarakat;
3. Menguatkan aksi bersama yang merefleksikan perasaan tanggungjawab bersama;
4. Tumbuhnya dukungan dan kepercayaan diri bagi individu dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasinya;
5. Menguatnya perasaan memiliki, identitas dan kebanggaan bersama sebagai satu warga masyarakat;
6. Menurunya tingkat kejahatan, korupsi dan alienasi karena meningkatnya keterbukaan, kontrol sosial serta kerjasama dan harmoni;
7. Meningkatnya hubungan dan jaringan antara sektor pemerintah, swasta, lembaga sukarela dan keluarga;
8. Terjadinya tukar menukar gagasan dan nilai di antara keragaman dan pluralitas warga masyarakat;
9. Rendahnya biaya-biaya transaksi karena adanya koordinasi serta memudahkan dalam menyelesaikan konflik; dan
10. Menguatnya kemampuan dan akses masyrakat dalam memanfaatkan sumber yang ada di sekitar mereka serta meningkatkan kemampuan di seluruh komponen masyarakat.

Konstruksi Hubungan Kebijakan Sosial dengan Pembangunan Ekonomi : Ketimpangan sebagai Dasar Radikalisme
Dalam pandangan saya, hubungan kebijakan sosial dengan pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam pembangunan sosial. Menurut Midgley, dalam pembangunan sosial harus ada sinergi dari pembangunan ekonomi dan sosial secara bersamaan. Jikalau pembangunan ekonomi tinggi akan tetapi permasalahan sosial juga tinggi, maka tidak akan ada artinya pembangunan ekonomi tersebut. Dalam pembangunan sosial, diperlukan suatu kebijakan, yaitu bagaimana agar pembangunan ekonomi dapat mendorong terciptanya keadaan sosial yang lebih baik, agar masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya menuju kesejahteraan. Inilah hubungan kebijakan sosial dengan pembangunan ekonomi.
Konstruksi hubungan selanjutnya adalah terkait dengan modal sosial, yang dimana modal sosial ini dapat menciptakan jaringan serta kolaborasi di antara pemerintah dengan lembaga-lembaga usaha. Pembangunan ekonomi lokal juga akan terdorong untuk bangkit, karena partisipasi aktif masyarakat lokal dalam meningkatkan kapasitas ekonomi. Tentunya hal ini terkait bagaimana pendanaan proyek-proyek kemasyarakatan yang dihasilkan dari modal sosial.
Hal terakhir mengenai konstruksi hubungan ini, menurut saya, bagaimana hasil dari pembangunan ekonomi itu dapat dikaitkan dengan pemerataan. Untuk menyuplai hasil ekonomi secara merata, diperlukan kebijakan dari pemerintah. Kebijakan sosial dalam pemerataan terkait dengan pembangunan ekonomi adalah bagaimana suatu kebijakan itu dapat memenuhi kebutuhan pokok (basic need) masyarakat. Kebutuhan pokok itu dapat berupa pemenuhan kebutuhan minimal keluarga, seperti : sandang, pangan, gizi maupun pemukiman yang layak. Selain itu juga, bagaimana kebijakan sosial dapat membawa hasil pembangunan ekonomi dalam wujud pelayanan umum kepada masyarakat, seperti : penyediaan air bersih, sanitasi, transportasi umum, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Permasalahannya mengapa timbul sikap radikalisme di tengah masyarakat, salah satu faktornya tidak lain karena kebijakan sosial tidak dapat memberikan pemerataan hasil pembangunan ekonomi. Terkadang juga bertumpu di satu titik, sehingga masyarakat di beberapa daerah merasa seperti di anak tirikan. Dengan demikian, munculah protes dari beberapa golongan masyarakat, seperti di Papua dan Aceh. Untuk di daerah Jawa, sudah dijelaskan di bagian sebelumnya, sikap radikalisme muncul karena menganggap kebijakan yang ditempuh pemerintah, layaknya kebijakan dalam pembangunan seperti di Barat yang sangat kapitalis dan hanya mementingkan dukungan kepada golongan ekonomi kuat.
Terkait persoalan radikalisme sedikit banyaknya membawa dampak pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat terjadi, karena para investor dari luar, ketika hendak menanamkan modalnya di Indonesia harus berpikir berulangkali, apakah investasinya dapat terjamin dan menguntungkan. Sikap radikalisme telah memberikan dampak pembangunan ekonomi yang lesu di Indonesia. Untuk itu, pemerintah Indonesia harus dapat merumuskan kebijakan sosial yang lebih baik lagi, agar masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi. Rasa kepercayaan tinggi terhadap pemerintah, membuat masyarakat terjamin dari setiap kebijakan sosial yang ditempuh. Hasilnya, tidak akan muncul lagi sikap radikal, sehingga pertahanan dan keamanan negara aman. Dengan demikian, para investor merasa aman ketika menanamkan sahamnya di Indonesia, sehingga pembangunan ekonomi pun berjalan pesat.
Dari persoalan itu, terlihat bagaimana pentingnya modal sosial dalam kebijakan sosial. Modal sosial bukan hanya memberikan kepercayaan masyarakat kepada negara saja selaku perumus kebijakan, tetapi juga para usahawan mancanegara untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Modal sosial merupakan faktor X yang hilang dalam kebijakan sosial, sehingga pembangunan sosial, terkhususnya ekonomi di Indonesia menjadi lesu.


Daftar Pustaka
- Lawang, Robert. Kapital Sosial : Dalam Perspektif Sosiologik, Suatu Pengantar. FISIP UI Press. 2005
- Midgley, James. Pembangunan Sosial : Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial. Jakarta : Ditperta Depag RI. 2005
- Suharto, Edi. Kebijakan Sosial : Sebagai Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta. 2007.

Rabu, 01 Februari 2012

A Teacher's Prayer

Each time before I face my class,
I hestitate awhile and ask the God,
Enable me to teach with
WISDOM
for I help to shape the mind,
Equip me to teach with
TRUTH
for I help to shape the conscience
Encourage me to teach with
LOVE
for I help to shape the world
Dear God, I look to Thee
and humblu ask that
Thou will touch me too,
Amen!

Source : Anonim