Senin, 30 Juli 2012

Masyarakat Indonesia Brutal. Lantas, Salah Siapa?


gambar diambil dari tempo.com (gambar mahasiswa sedang berdemo kepada SBY dan Boediono)

Pada hari Jumat (27/07), masyarakat yang tinggal di dekat Toll Jatibening, Bekasi, mengamuk. Mereka tidak terima penertiban PT.Jasa Marga Tbk yang menutup terminal bayangan yang sudah ada sejak lama. Alasan dari masyarakat adalah adanya perputaran ekonomi yang dihasilkan oleh terminal bayangan tersebut. Masyarakat yang mengamuk beraksi dengan cara menutup Toll Jatibening, lalu membakar satu mobil patroli PT.Jasa Marga Tbk secara brutal. Akibatnya lalu lintas menjadi kacau balau dan beberapa kerugian yang dirasakan oleh masyarakat pengguna jalan toll, maupun dari PT.Jasa Marga Tbk itu sendiri. Apa hal yang bisa kita lihat dari peristiwa ini?

Tidak ada konten yang salah dari apa yang disampaikan oleh masyarakat yang ada di sekitar Toll Jatibening, Bekasi, bahwa ada perputaran ekonomi di sana sehubungan dengan adanya terminal bayangan. Selain itu, juga benar bahwa jika terminal bayangan di Toll Jatibening ditutup, akan merugikan masyarakat yang sudah sejak lama menggunakan manfaat dari terminal bayangan tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah masyarakat yang tinggal di dekat Toll Jatibening itu pernah berpikir mengenai dampak negatif dari terminal bayangan itu?

Ada beberapa hal negatif dari terminal bayangan di Toll Jatibening, Bekasi, yaitu:
1.Masyarakat telah melanggar hukum yang tertuang dalam UU No.38/2004, pasal 56 (bahwa setiap orang dilarang memasuki jalan toll kecuali pengguna jalan toll dan petugas jalan toll) dan Peraturan Pemerintah No.15/2005 tentang Jalan Toll, pasal 41 ayat 1.e dan ayat 2.d (bahwa jalur lalu lintas jalan toll, maupun bahu jalan toll, tidak digunakan untuk keperluan menaikkan atau menurunkan penumpang dan barang dan hewan.
2.Terminal bayangan di Toll Jatibening membahayakan kenderaan yang melintas di jalan tersebut. Kenderaan di jalan toll umumnya melaju dengan kecepatan di atas rata-rata ketika mereka melaju di jalan bukan toll. Bayangkan jikalau ada kenderaan melaju dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba ada bis ataupun transportasi lainnya yang dimanfaatkan masyarakat berbelok secara mendadak atau berhenti di tengah jalan, apa yang akan terjadi?
3.Kalau dikatakan terminal bayangan menguntungkan ekonomi masyarakat di sekitar Toll Jatibening, Bekasi, apakah keuntungan ekonomi itu dirasakan oleh pengendara lain yang melintas di jalan toll itu? Bayangkan berapa lama waktu yang dihabiskan saat terkena macet? Berapa banyak liter bensin yang terbuang percuma untuk mengantri kemacetan?

Dari setidaknya ketiga hal negatif itu, apakah pantas masyarakat yang ada di sekitar Toll Jatibening, Bekasi marah dan mengamuk? Aksi masyarakat di Toll Jatibening ini merupakan salah satu sikap terbuka mereka menentang hukum. Hal ini memang bukan hal yang baru terjadi di Indonesia, karena fenomena ini juga sudah terjadi pada ormas-ormas keagamaan yang fundamental saat melakukan aksi pengrusakan,penghancuran, pemukulan dan pembunuhan, yang jelas-jelas melawan hukum yang legal di Indonesia. Jika kita bertanya “Lantas, Salah Siapa?” Secara pribadi saya menjawab ini kesalahan mutlak dari pemerintah. Ada tiga alasan saya menyalahkan pemerintah, yaitu:

1.Pemerintah gagal menegakkan hukum secara adil : maksudnya, pengenaan hukum kepada masyarakat dirasakan tidak berjalan secara adil. Korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, yang merugikan negara sampai hitungan milyaran dan triliyunan rupiah, hanya dijerat beberapa tahun hukuman penjara, atau juga kasusnya segera tiba-tiba saja menghilang. Sedangkan maling pakaian di jemuran, maling ayam, orang yang mengambil sawit yang berjatuhan dihukum secara mengenaskan. Ada yang dipukuli sampai babak belur. Ada yang dipenjara sampai lima tahun dan juga sepuluh tahun. Apa yang membedakan orang yang menjadi maling ayam, maling jemuran, mengambil sawit yang jatuh dengan pejabat yang korupsi dan merugikan negara sampai miliyaran dan triliyunan rupiah? Di sinilah letak ketidakpercayaan masyarakat kepada hukum yang diatur oleh negara.
2.Pemerintah gagal menyejahterakan masyarakatnya : bila dikatakan pemerintah tingkat kemiskinan telah turun, menurut hemat saya, harus digali lebih dalam lagi. Seberapa banyak orang miskin yang sudah naik taraf kehidupannya, dibandingkan orang yang dalam situasi ekonomi menengah ke bawah jatuh ke dalam kemiskinan, situasi ekonomi menengah ke atas yang juga jatuh level ekonominya dan seterusnya. Angka statistik yang dikeluarkan pemerintah bukanlah suatu hasil yang harus dibanggakan. Keberanian masyarakat melawan hukum, tidak lain karena himpitan ekonomi yang semakin mencekik. Akibatnya, masyarakat memilih melakukan tindakan yang radikal maupun fundamental yang sarat melawan hukum serta mengarah pada tindak kriminalitas, dan terakhir
3.Pemerintah tidak lagi dipercayai oleh masyarakatnya : ini sebagai konsekuensi gagalnya supremasi hukum di Indonesia, serta tidak sejahteranya masyarakat Indonesia. Kepentingan partai politik jauh lebih penting daripada kepentingan rakyat. Keperluan memenangkan tender perusahaan, lebih penting daripada memikirkan rakyat yang lapar. Plesir Wakil Rakyat beserta keluarganya dengan dalih studi banding, lebih penting daripada biaya perobatan masyarakatnya yang sakit. Skandal video porno pejabat jauh lebih meriah dibandingkan pendidikan masyarakatnya yang semakin tenggelam.