Sabtu, 11 Mei 2019

Mengenang C.Pdt.Melinda Zedemi

Sumber : FB C.Pdt.Melinda Zedemi


Tugas seorang pendeta itu penuh dengan risiko. Ia tidak pernah dan tak akan pernah menolak tugas panggilan pelayanannya, seberat apapun medannya. Itu sumpah setia panggilan seorang pendeta pada Tuhan di dalam dirinya yang tak tertulis.
Kami di lapangan sangat riskan. Tidak peduli subuh buta, pagi, siang, malam, tengah malam, kami harus siap kapan pun ada tugas panggilan penatalayanan. Kekerasan bukan jalan hidup kami, karena kami tidak akan pernah membalaskan kejahatan. Nasehat dan doa utamanya dikedepankan di dalam menghadapi persoalan.
Terlebih, para pendeta perempuan yang dua kali lebih riskan di medan pelayanan. Mereka sering ditolak oleh warga jemaat yang berwawasan patriakhal, yang melihat sosok perempuan tidak cocok menjadi pemimpin di gereja.
Tak jarang, pendeta perempuan di medan pelayanan mendapatkan pelecehan seksual, baik secara perkataan maupun tindakan. Puncaknya, kasus pembunuhan dan dugaan pemerkosaan yang dialami oleh ibu C.Pdt.Melinda Zedemi ketika berada di medan pelayanan.
Saya secara pribadi sangat salut apabila ada seorang perempuan yang memberikan dirinya untuk menjadi pewarta Kabar Sukacita. Selamat jalan Ibu C.Pdt.Melinda Zedemi. Tuhan Yesus, Sang Kepala Gereja, menyambutmu di pintu keabadian

Yubileum-50 Tahun Fakultas Teologi UKSW (23 Maret 2019)


Selamat ulang tahun emas Fakultas Teologi UKSW, Salatiga. Tempatku menempah iman dan ilmu di dalam mempersiapkan diri menjadi seorang Pendeta GKPI.
Fakultas Teologi UKSW merupakan institusi pendidikan teologi yang unik di Indonesia karena memberikan pendekatan sosiologis keagamaan di tengah-tengah fondasi sistematika-dogmatika yang menjadi pilar utama teologi. Ruang untuk membangun pemikiran teologi konstruktif, khususnya dalam wacana kehidupan gerejawi, sangat terbuka bagi mahasiswa yang studi di sana. Gereja-gereja akan banyak merasakan manfaat dari para alumnusnya yang memberi warna tersendiri di pergumulan teologisnya.
Sayang, warga GKPI masih sangat sedikit yang memilih studi di tempat ini, walau Akreditasi dari BAN-PT untuk Strata 1 (S1) Fakultas Teologi memberikan nilai A.
Pemilihan tema dan nas juga sangat menarik bagiku. Daniel 12 ini menggambarkan penglihatan yang dialami Daniel. Kondisi bangsa Israel di dalam fase rumit karena secara politis mereka takluk dari Babel dan hidup di dalam pembuangan. Secara teologis, mereka sedang dihukum oleh Tuhan karena perbuatan yang menyimpang dari hukum-Nya. Penderitaan yang dialami umat Tuhan yang taat di pembuangan, dijelaskan Daniel dalam visinya, sebagai jalan mereka untuk mengalami apa artinya jatuh tapi dibangunkan Tuhan di dalam kekekalan. Sedangkan, mereka yang jahat akan mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal (ay.2). Untuk orang bijaksana dan yang menuntun pada kebenaran akan bercahaya seperti cahaya cakrawala dan bintang yang tetap bersinar selamanya.
Dari nas ini, Fakultas Teologi UKSW Salatiga mendaku bahwa kami ini orang yang menuntun umat pada Kebenaran. Dasar kami menuntun adalah slogan Universitas kami, "Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan" (Ams.1:7a). Jadi, seluruh civitas Fakultas Teologi UKSW memegang prinsip kebenaran di dalam pengabdiannya dan pelayanannya berdasarkan pengetahuan dari takut akan Tuhan.
Oleh karena kesetiaan melayani Tuhan di dalam penggembalaan umat-Nya didasarkan pada kebenaran, para alumni dan mahasiswa Fakultas Teologi sampai pada hari terakhir hidupnya melayani Tuhan dapat mempertanggungjawabkan semuanya dengan berkata, "Di sini kuberkarya, Di sana kubercahaya"
Pdt.Theodorus Sibarani
Alumnus Fakultas Teologi UKSW, Angkatan 2005
Pendeta GKPI Ressort Sumbul, Wilayah IV

Interpretasi Lukisan Kartika Affandi, "Potret diri Jokowi"

Sebagai seorang yang awam di dunia seni lukis, aku menaruh perhatian mendalam pada lukisan ini. Bukan karena harga lelangnya yang mencapai Rp.2 Milliar. Bukan juga karena lukisan ini ditandatangani langsung oleh si objek lukisan, Jokowi. Bukan!

Lukisan ini menarik karena ia memotret tentang Jokowi dari sisi yang tidak biasa. Di sana, ada gunung dan dataran hijau yang dibelah oleh laut biru. Gunung dan dataran hijau itu menggambarkan bumi Papua yang sangat subur. Ya, kita seketika langsung tahu itu adalah tanah Papua dari mereka yang ada bersama tuan Presiden. Tidak diragukan lagi.

Luasnya biru laut menunjukkan limpah ruahnya potensi bahari di tanah Papua. Aset berharga Papua tidak hanya tanahnya saja, tetapi juga lautnya. Hasil pangan dari laut dan potensi wisata laut sangat bisa diandalkan mendongkrak ekonomi dan citra Papua.

Di dalam lukisan, kita melihat ada jembatan merah yang menghubungkan dataran hijau Papua yang terbelah laut biru. Gambaran ini merepresentasikan pembangunan yang dibangun oleh Jokowi di tanah Papua. Infrastruktur yang menghubungkan itu juga menjadi bukti pemerintah di Jakarta terhubung dengan warga di sana. Untuk warna merahnya jembatan, tak perlu ditanyakan lagi dari parpol mana Jokowi berasal.

Dua anak kecil dapat diinterpretasikan kalau selama ini anak-anak sering yang menjadi korban dari pembangunan yang terdistorsi. Di gambar ini, Jokowi memastikan bahwa ia ada pada mereka yang termarginalkan di dalam pembangunan. Lebih spesifik lagi, anak perempuan di kanan dan anak laki-laki di kiri juga menandaskan Jokowi bukan presiden yang bias gender.

Terakhir, ada matahari cerah di sana. Ini bermakna bahwa masa depan Papua yang terang benderang. Jokowi membawa harapan untuk masa depan yang cerah bagi tanah Papua. Jadi, Papua bukan soal Freeport dengan emasnya saja

Puasa melintasi Iman

Muhammad Abdul Halim Sani, M.Kesos (Sahabatku)

Memasuki bulan sucinya umat Muslim seperti ini, aku selalu teringat sahabat ketika studi di FISIP-UI, yaitu Muhammad Abdul Halim Sani.
Kuatnya ingatan ini akan Sani, begitu panggilannya, disebabkan karena ia memiliki disiplin puasa (saum) yang luar biasa.
Di hari-hari biasa (di luar bulan Ramadan), selama dua tahun lebih kuperhatikan, Sani selalu rutin berpuasa. Mungkin, ada nazar yang diikatkannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Aku enggan bertanya padanya, karena ini soal hubungan yang intim antara Pencipta dengan ciptaan-Nya.
Saat belajar bersama, aku sering merasa segan apabila hendak makan dan minum di dekatnya. Sering, aku izin untuk menjauh sebentar sekadar minum karena takut mengganggu puasanya.
Akan tetapi, Sani berkali-kali mengingatkanku kalau ia lebih berharap aku tidak merasa segan. Ia sendiri malah mengingatkanku untuk tidak makan telat supaya penyakit kambuhan maag-ku tidak kumat lagi. Sangking baiknya, ia sendiri yang menuntunku ke Kantin FISIP dan menemaniku makan-minum sekalipun ia sendiri tengah puasa.
Aku pernah bertanya padanya, "Bro San, kau tidak tersinggung aku makan dan minum di depanmu yang sedang puasa?". Ia menjawab, "Bung Theo jangan tidak enakan begitu. Saya puasa untuk ibadah saya. Tidak ada hubungannya dengan orang di sekitar yang makan dan minum". Saya pun sangat salut dengan spiritualitas yang dimilikinya.
Saat buka puasa tiba, ditandai dengan shalat maghrib, ia selalu mengawali dengan ucapan syukur lalu meneguk air putih yang selalu tersedia di tas ranselnya. Tidak jarang, aku menunggunya di luar mushala fakultas untuk menunaikan shalat maghrib dengan menjaga tas miliknya.
Biasanya bulan Ramadhan seperti ini, ada disediakan oleh Progdi Fakultas hidangan untuk buka puasa bersama jika kuliah diadakan sore hari. Sebagai non-Muslim, aku memantangkan diri untuk mengambilnya karena itu adalah hak saudara-saudari yang muslim setelah seharian penuh berpuasa. Namun, Sani tiba-tiba mengambil makanan dan minuman yang ada itu untukku, sambil berkata, "kita cicip bersama saja ya, bung Theo".
Aku tahu bagi Sani tantangan puasa di bulan suci bukan sesuatu yang berat lagi karena ia sudah terbiasa dengan puasa. Namun, ia selalu menunjukkan spiritualitas yang luar biasa di dalam imannya. Di samping itu, ia sebagai aktivitis di Ikatan Pemuda Muhammadiyah memiliki jiwa nasionalisme yang sangat besar. Ucapan yang paling kuingat dari dirinya adalah "Jangan pernah berhenti untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa ini sekecil apapun itu"
Dengan kedekatan yang luar biasa, aku sering mencurahkan isi hatiku padanya tentang pergumulan di pekerjaan. Aku mengatakan kalau beberapa orang tidak memahami apa yang kupikirkan. Sani menasehatkan, "Tetap maju, bung Theo! Orang besar dengan pikiran yang besar selalu sulit untuk dimengerti". Pada hari Natal tiba, ia hampir selalu yang pertama mengucapkan selamat hari Natal untukku. Aku sangat mengapresiasinya karena begitu maraknya belakang larangan untuk mengucapkan selamat hari natal dari seorang Muslim. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti Sani. Ia mengajarkanku kalau Islam adalah rahmat bagi semesta.
Selamat memasuki bulan suci untuk Sani, sahabatku. Berkah Ramadhan melimpahimu!

Kenormalan Hidup adalah Menangis

Refleksi Kelahiran KKS dari dr.Christoffel L.Tobing, Sp.OG


Bersama dr.Christoffel L.Tobing, Sp.OG


Dokter Spesialis Kandungan yang mengawasi perkembangan KKS sejak di dalam rahim ibunya adalah dr.Christoffel L.Tobing, SpOG. dr.CT begitu beliau dikenal di rumah sakit tempat emaknya KKS bersalin. Beliau juga adalah seorang Penatua dan Anggota Majelis Sinode di GKPI.
Banyak nasehat dan hal positif yang kupelajari selama berinteraksi dengan beliau. Terutama, hal-hal filosofis tentang hidup berkenaan dengan pengalaman iman di dalam profesi masing-masing.
Salah satu pengalaman akan nasehat yang sangat tak terlupakan dari beliau adalah ketika hari kelahiran KKS tiba. Kami berada di ruang persalinan.
Dengan lincah, dr.CT memegang KKS yang masih memerah itu memasuki dunia barunya pertama kalinya. Layaknya, dokter kandungan yang viral menggendong anak bayi, demikian dr.CT menggendong KKS dan mengangkatnya ke atas, lalu mengguncang-guncangnya sampai terdengar tangisan pertama kali dari KKS yang membuncah duniaku.
Aku sangat ketakutan melihat aksi "akrobatik" yang jujur saja untuk pertama kali seumur hidup kulihat adengan itu. Aku dengan spontan mengatakan, "Awas jatuh, dokter".
dr.CT malah membuatku terkejut dengan menjawab, "Pak pendeta, jangan takut! Anak ini harus menangis tanda ia hidup." dr.CT kemudian menjelaskan bahwa, "tangisan itu untuk memastikan kalau KKS bernapas dengan baik, dan paru-parunya sempurna".
Kemudian, aku menjadi memahami bahwa hakikat pertama manusia lahir ke dunia ini adalah menangis, tanda ia hidup.
Hanya orang mati yang tidak menangis. Orang yang hidup adalah orang yang menangis.
Jangan ragu untuk menangis. Ya, manusia lahir di dalam tangisan dan perginya diiringi tangisan. Kenormalan hidup adalah tangisan.

Tinggal dan Berbuah di dalam Yesus (Yoh.15:1-8)

(Khotbah Minggu, 12 Mei 2019)
Sumber Gambar : Hope Kasih

Allah melalui Yesaya menggambarkan bangsa Israel sebagai kebun anggur-Nya (Yes.5:1). Anggur memang sangat lazim dijumpai masyarakat Israel kala itu, seperti pohon kelapa dan rambutan di Indonesia saat ini. Sebagai pengusaha, Allah sudah melakukan yang terbaik untuk merawat kebun anggurnya (Yes 5:2). Allah sendiri yang menanami kebun anggur-Nya dengan pokok anggur dan menara penjaga di tengah-tengah-Nya. Akan tetapi, kebun anggur itu tetap menghasilkan buah anggur yang asam (Yes.5:4). Gambaran kebun anggur yang asam itu menujukkan tidak ada satu pun yang benar di tengah-tengah bangsa Israel.
Sampai, firman Tuhan datang melalui Yesus yang mendaku Dia adalah pokok (pohon) anggur yang benar (Yoh.15:1). Klaim ini sebagai bentuk eksklusivisme Yesus terhadap ajaran-Nya di tengah banyaknya orang yang mengaku guru, imam, dan nabi di tengah bangsa Israel.
Gambaran Yesus sebagai pokok (pohon) anggur sangat menarik karena kita disebut sebagai ranting-Nya. Ini menunjuk kesatuan kita dengan Yesus di dalam tubuh yang sama, yaitu pokok (pohon anggur). Karena kita memiliki satu tubuh dengan Yesus, kita tentu harus menyatu dengan-Nya. Yesus menegaskan kalau kita tidak menyatu dengan-Nya kita tidak akan berbuah (ay.4), tidak dapat berbuat apa-apa (ay.5), dan menjadi kering (ay.6). Jika itu terjadi, maka kita sebagai ranting akan dipotong dan dibersihkan (ay.2). Sebaliknya, jika kita ada di dalam-Nya, maka kita akan mendapatkan apa yang kita pinta (ay.7) dan berbuah sebagai tanda kita murid-murid-Nya.
GKPI di tahun 2019 mengusung tema sebagai tahun Membangun Komunitas.Oleh kaena itu, nas di minggu ini merupakan saat yang tepat untuk menyatakan kita ini ranting dari Kristus, di mana kita sama-sama membangun citra diri di dalam Kristus. Sebagai kesatuan di dalam tubuh Kristus, yang adalah pokok (pohon) anggur yang benar, kita harus saling menjaga dan menghormati sesama kita. Melukai sesama kita, berarti melukai Kristus. Begitu pula sebaliknya. Minggu ini kita diajak merefleksikan bagaimana untuk hidup dan tinggal di dalam Kristus. Kita karenanya diajak juga untuk hidup bersama dengan baik di antara sesama di mana pun kita berada, melayani, dan beraktivitas, sembari kita menumbuhkan iman yang benar di dalam Kristus.