Kamis, 27 Desember 2012

Makna Di Balik Ucapan "Selamat Natal"



Terkait dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), bahwa haram hukumnya mengucapkan selamat hari Natal kepada umat Nasrani karena dapat melunturkan iman, tulisan ini hadir sebagai respons konstruktif.
 Dari pemberitaan berbagai media tentang fatwa MUI itu, saya mendadak teringat cerita Perang Dunia Pertama. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Perang Dunia Pertama berlangsung dari tanggal 28 Juli 1914 – 11 November 1918. Memasuki bulan Desember 1914, perang tetap berlangsung. Saat itu, Perancis berhadapan dengan Jerman. Ada hal unik yang terjadi dalam perang itu. Salah seorang dari pasukan Jerman keluar dari persembunyiannya. Dia tidak menggemgam senjata, melainkan pohon kecil sambil melantunkan lagu “Stille Natch” (bahasa Jerman, Malam Kudus). Tidak ada satu pun tentara Perancis yang menembakinya, bahkan para pasukan Jerman lainnya turut bersama-sama menyanyikannya.


 Melihat hal itu, pasukan Perancis juga keluar dari persembunyian dan mendekati pasukan Jerman. Mereka saling berpelukan dengan tetesan air mata. Tentunya air mata mereka adalah air mata kerinduan akan keluarga. Dalam peperangan, mereka tidak tahu apakah dapat kembali dengan selamat, lalu bertemu dan bersatu kembali dengan keluarga. Ya, tepatnya air mata kerinduan itu melambangkan ketakutan mereka tidak akan dapat pulang dengan selamat. Jika biasanya pada hari Natal mereka bersama berkumpul di meja makan untuk bersenda-gurau, namun saat ini mereka harus terpisah jauh dari keluarga dan bertaruh hidup mati di arena pertempuran. Gencatan senjata berlangsung pada saat itu untuk beberapa hari. Sekalipun nantinya perang tetap dilanjutkan, hal penting yang dapat dimaknai dari cerita itu adalah baik tentara Perancis dan Jerman yang saling bermusuhan, pada hari Natal mereka saling mengucapkan “Selamat Natal” antara satu dengan yang lain. Perang berhenti sejenak.

Hari Natal merupakan peristiwa damai. Sekalipun dalam arena pertempuran, damai Natal tetap ada di hati para pasukan. Damai Natal mengingatkan mereka akan keluarga dan sanak-saudara mereka. Damai Natal memberikan pelukan hangat yang tulus dari seorang yang kita anggap musuh. Jadi, ucapan selamat Natal merupakan wujud kita berbela rasa, saling memperhatikan dan saling mengasihi. Apakah itu dapat melunturkan iman? 



 

Saya mendapat pesan singkat (SMS) dari rekan-rekan saya yang beragama Muslim, mereka mengucapkan “Selamat Natal” kepada saya. Betapa senangnya hati saya mendapatkan SMS mereka. Dalam hati, saya berdoa, agar mereka senantiasa diberkati Tuhan atas kebaikannya.  Ucapan “Selamat Natal” bukanlah ajang permusuhan dan pelunturan iman, tetapi hakikat sejati dari makna ucapan “Selamat Natal” adalah peperangan / permusuhan telah berakhir. Selamat Natal kepada Rekan yang merayakannya dan terima kasih kepada Rekan Muslim atas ucapan “Selamat Natal”-nya.