Kitab Markus merupakan kitab Injil Sinoptik tertua, yang diperkirakan ditulis tahun 35-40 ZB (Zaman Bersama). Secara ketatabahasaan, kitab Markus ditulis dengan bahasa yang sangat sederhana, sehingga pesannya terlihat jelas. Salah satu tema yang jelas dapat kita lihat dari kitab Markus ini adalah tentang gambaran dari Yesus sebagai seorang Hamba yang menderita. Dan, tema kitab Markus ini sangat mengena dengan tema minggu saat ini, “Kepemimpinan yang Menghamba” di mana teks dirujuk dari Markus 10. Di awal perikop nas kita minggu ini, ada situasi menarik yang bisa kita perhatikan di mana Yakobus dan Yohanes datang menghadap Yesus agar mereka ditempatkan di sebelah kanan dan di sebelah kiri-Nya ketika Dia datang dalam kemuliaan kelak (ay.37). Permintaan ini dinyatakan Yohanes dan Yakobus secara personal/pribadi. Kita bisa lihat bagaimana Alkitab menerangkan kalau mereka mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya akan suatu permohonan (ay.35). Yesus sebagai seorang Pemimpin dan Guru dari para murid terlihat sangat akrab dengan mereka. Yesus mau menawarkan apa yang bisa dilakukan-Nya untuk membantu Yohanes dan Yakobus (ay.36).
Namun, Yesus melihat
permintaan dari Yohanes dan Yakobus itu tidak rasional. Pertama-tama, Yesus
mengatakan “Kamu tidak tahu apa yang kamu
minta”. Mengapa Yesus mengatakan demikian? Bagaimana tidak! Yesus baru
memberitahukan tentang penderitaan yang akan dialami-Nya. Bahwa, Dia akan
diadili dan dijatuhi hukuman mati. Sebagai manusia, siapa yang tidak tertekan
mengetahui hari kematiannya sudah mendekat? Sekalipun pada akhirnya akan bangkit,
tetapi Yesus harus melewati penderitaan yang sangat mengerikan, sadis, dan
melampaui batas kemanusiaan-Nya. Bisa-bisanya Yohanes dan Yakobus mengatakan, kalau
Dia nanti bangkit dari kematian agar mereka ditempatkan di sebelah kiri dan
kanan-Nya. Mereka bukannya bersimpatik pada beban Yesus, malah mencari celah
untuk kepentingan pribadi mereka sendiri. Karenanya, Yesus mencoba untuk
mengkonfirmasi, sekiranya mereka bertukar posisi, apakah mereka sanggup minum
cawan dan dibaptis dengan baptisan yang diterima-Nya (ay.38). Yang dimaksudkan
Yesus di sana adalah bisakah Yohanes dan Yakobus menerima nasib buruk
(dilambangkan dengan cawan) dan dituduhkan sebagai seorang berdosa dan hina
sekalipun tidak melakukan semua itu (dilambangkan dengan baptisan pertobatan
oleh Yohanes Pembaptis).
Satu nilai positif dari
Yohanes dan Yakobus adalah mereka seorang yang percaya diri. Tanpa ragu, mereka
menjawab, “Kami dapat”. Hal ketiga
yang disampaikan Yesus pada mereka, “kalau mereka dapat, maka mereka akan meminum cawan itu dan dibaptis dengan baptisan Yesus oleh Yohanes
Pembaptis itu”. (ay.39). Akan
tetapi, hal keempat yang disampaikan Yesus kalau di dalam Kerajaan Allah tidak
ada orang dalam, karena itu bukan hak peyoratif dari Yesus, tetapi Bapa saja
(ay.40). Perbincangan Yesus dengan Yohanes dan Yakobus pun terdengar oleh
kesepuluh murid lainnya. Wajar mereka marah, karena Yohanes dan Yakobus malah
mencari kesempatan dalam kesempitan, mau menang sendiri, tidak setia kawan, dan
sangat egois (ay.41). Yesus pun melerai pertengkaran di antara para murid dan
memberikan pengajaran penting sebelum Dia meninggalkan mereka semua sendirian
di tengah dunia. Yesus menegaskan supaya mereka jangan sama seperti pemerintah
dan penguasa dunia yang memerintah dengan tangan besi dan kekerasan di dalam
menjalankan tugas pemberitaan Kerajaan Allah.
Akan tetapi, mereka harus mau menjadi pelayan di dalam kebesaran, serta menjadi hamba di dalam ketermukaan (ay.42-44). Yesus memesankan hal itu
pada para murid karena Dia telah terlebih dahulu melakukannya. Di dalam
kemuliaan-Nya, Dia datang ke dunia untuk melayani manusia berdosa, menyerahkan
nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (ay.45).