Sabtu, 12 September 2020

Kemerdekaan (Ul.15:12-18)


Sistem perbudakan sejak zaman purbakala sudah mengambil tempat di dalam masyarakat. Di zaman Alkitab Perjanjian Lama, sistem perbudakan juga diceritakan telah eksis. Dari beberapa bacaan di Perjanjian Lama, kita bisa melihat bagaimana perbudakan bisa terjadi, misalnya akibat tawanan perang, dibeli, lahir di rumah tuannya, alat ganti rugi, kemauan sendiri, dan tidak bisa melunasi utangnya. Konteks budak di dalam nas kita di minggu ini adalah menjadi budak karena tidak bisa melunasi utang. Karenanya, budak itu bersama keluarganya wajib mengabdi selama 6 tahun, setelah itu tahun ke-7 baru mereka dibebaskan sebagai orang merdeka (ay.12). Aturan dalam kehidupan Israel kala itu, tiap budak yang sudah dilepaskan wajib diberikan bekal dan modal kebutuhan hidup mereka sampai mendapatkan pekerjaan yang layak nantinya (ay.13-14). Hal ini didasarkan pada ingatan bangsa Israel ketika mereka menjadi budak di Mesir (ay.15). Namun, hal yang menarik, ada ruang yang diberikan pada mereka yang masih betah menjadi budak, mungkin karena kebaikan tuan dan keluarganya (ay.16). Mereka yang masih betah menjadi budak harus diberikan tanda, yaitu tindik telinga yang dilakukan di pintu (ay.17). Yang harus disikapi secara hati-hati adalah jangan pernah ada seorang pun tuan yang berat melepaskan budak yang menjual dirinya. Karena, mereka bekerja dengan jasa dua kali lebih berat/banyak dari upah pekerja harian. Sehingga, para tuan bisa diberkati Tuhan (ay.18).

Apa yang dapat kita refleksikan dari gambaran di atas, khususnya di dalam rangka tema kita pada minggu ini? Kita dapat mengambil satu dari sekian sudut pandang teks ini, yaitu perbudakan dapat terjadi karena ketidaksanggupan mengembalikan utang. Dalam konteks iman Kristen, kita berada di dalam perbudakan dosa, karena kita tidak berdaya di dalam melawan segala perbuatan daging dan tunduk kepada kehendak Allah, sehingga kita menjual diri kita kepada perhambaan dosa. Namun, syukur kepada Allah, Yesus telah membeli kita dengan darah-Nya yang kudus. Sehingga, kita tidak tunduk pada perhambaan dosa, tetapi saat ini tunduk pada Tuan kita yang baik, yaitu Kristus di dalam Allah. Dia memberikan kita kebebasan dengan cara yang sangat tiada terhitung, mati di kayu salib, sehingga utang dosa kita lunas dibayar-Nya.

Saat ini, kita telah bebas dan merdeka. Allah telah memberikan kita “modal” yang cukup untuk kita dapat hidup layak merdeka di dalam keselamatan yang diberikan-Nya. Tinggal kita mau memanfaatkannya atau malah ingin kembali tunduk pada perhambaan dosa? Sama dengan kemerdekaan yang diperoleh Indonesia yang kita rayakan tiap 17 Agustus, di mana saat ini telah memasuki tahun ke-75. Kita sudah merdeka dengan rahmat Tuhan kita, melalui perjuangan para pahlawan. Tinggal bagaimana kita mau mengisi kemerdekaan negara yang kita cintai ini? Apakah kita dapat mengembangkan dan mengisi kemerdekaan bangsa ini dengan pembangunan yang bermanfaat untuk masyarakat luas? Misalnya saja, pengembangan sumber daya manusia berbasis sains, tetapi tidak meninggalkan nilai Ketuhanan? Sehingga, pembangunan kita tidak terdistorsi karena ada gap antara ekonomi, sosial, dan spritual?

Melihat realitas yang terjadi, kita mungkin pesimis. Bagaimana mungkin masyarakat kita menjadi terbelah karena perbedaan kepercayaan? Bagaimana kapitalisasi ekonomi yang sangat liberal membuat jurang kaya dan miskin kian terjal? Lebih lucunya, logo 75 tahun kemerdekaan Indonesia menjadi keributan nasional karena dianggap mirip dengan salib?

Kita selaku umat percaya di masa kini tentu tidak ingin hidup di dalam kesia-siaan hidup. Ingat! Tuhan Yesus telah menebus kita dengan darah-Nya yang mahal, yang tercurah di kayu salib. Tinggalkan hal yang tidak membangun. Marilah mengisi kemerdekaan Kristen kita dengan hal yang seturut firman-Nya, serta mengisi kemerdekaan Indonesia dengan hal yang konstruktif di bidang kita.  Seperti dikatakan oleh Dr.Johannes Leimena, seorang Kristen dan seorang pejuang, “Orang Kristen memiliki kewarganegaraan ganda, yaitu kewarganegaraan Kerajaan Allah (surgawi) dan kewarganegaraan Indonesia”. Selamat mengisi kemerdekaan. Merdeka!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar