Kamis, 27 Juni 2019

Kemenangan Bersama Tuhan (Hakim-Hakim 7:2-9)


Gideon dan Pasukan Perangnya (Sumber : JW.org)
Minggu-6 Set.Trinitatis, 
28 Juli 2019
Kemenangan Bersama Tuhan
Evanggelium: 
Hakim-Hakim 7:2-9

Pendahuluan
Di dalam Teori Sumber, kitab Hakim-Hakim masuk ke dalam bagian DH (Deuteronomistic History), sebuah hipotesa yang pertama kali dirumuskan oleh Martin Noth pada tahun 1943. Dijelaskan oleh Campbell & O’Brein (2000), tulisan DH ini memberikan informasi tentang tradisi Israel dengan berbagai karya sastra di dalamnya berada di bawah pengaruh teologi dan ekspresi linguistik dari berbagai hukum di dalam kitab Ulangan. Melengkapi kajian Noth, Frank M.Cross (1973) memaparkan kisah di tulisan DH ini tidak hanya membahas tentang hukum dan malapetaka dari Tuhan yang datang karena murtadnya Israel, akan tetapi tulisan ini juga membahas tentang anugerah dari Tuhan. John A.Titaley (2014) di dalam Kata Pengantarnya untuk Buku Robert B.Coote, “Sejarah Deuteronomistik” menjelaskan kalau kitab Hakim-Hakim secara khusus merupakan gambaran dari kegagalan pemimpin Israel di Utara pada zaman Yosia, yaitu para pemimpin provinsi yang ditetapkan oleh Asyur. Apa yang disampaikan oleh Titaley sebagai ahli PL mengenai kitab Hakim-Hakim sejalan dengan ahli PL lainnya, yaitu Blommendaal (1985). Kitab ini menurutnya disunting pada masa pemerintahan Yosia dengan tujuan untuk menyatukan antara Utara dan Selatan.

Pembahasan
            Nas kita di Minggu ini bila merujuk pada bagian Pendahuluan memiliki benang merah yang kuat, yaitu konteks Israel diserahkan pada bangsa Midian karena bangsa Israel melakukan apa yang jahat di mata Allah (Hak.6:1). Tekanan bangsa Midian pada bangsa Israel berlangsung selama tujuh tahun lamanya. Melihat dari penderitaan yang dialami oleh bangsa itu, kita dapat memahami betapa kejam dan kuatnya bangsa Midian. Pergerakkan bangsa Israel pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena takut berjumpa dengan bangsa Midian. Ini ditandai dengan didirikannya kubu pertahanan bangsa Israel. Ketika Allah merasa cukup untuk memberikan hukuman pada bangsa Israel, Gideon diutus untuk membebaskan bangsa itu dari tekanan bangsa Midian. Hal itu ditandai dengan penebangan tiang berhala bangsa Midian di daerah kubu pertahanan bangsa Israel, lalu menggantikannya dengan mezbah Tuhan untuk memberikan persembahan kepada Tuhan Allah (Hak.6:26). Bangsa Israel merasa cemas dan kuatir dengan tumbangnya tiang berhala bangsa Midian, karena hal ini akan membuat mereka akan diamuk oleh bangsa Midian (Hak.6:29). Secara politis, tindakan Gideon yang dilakukannya berdasarkan perintah Allah merupakan pernyataan sikap terbuka bangsa Israel untuk berperang melawan bangsa Midian. Kekuatiran ini yang membuat Gideon ditekan oleh bangsa Israel yang takut menghadapi musuhnya, bangsa Midian. Yoas, ayahnya Gideon, lalu mencoba untuk melindungi anaknya dengan bertanya siapakah yang akan mereka bela? Apakah baalnya bangsa Midian? Atau, menolong Gideon yang ditunjuk oleh Allah? (Hak.6:31).
            Gideon sebenarnya tidak seberani yang disaksikan oleh bangsa Israel. Penampakkan malaikat Tuhan padanya pun tidak cukup meyakinkannya untuk maju memimpin Israel melawan bangsa Midian (Hak.6:22). Ia oleh karenanya sampai meminta dua kali lagi tanda dari Tuhan Allah, embun di potongan bulu domba (Hak.6:36-40). Semua tanda yang diminta oleh Gideon diberikan oleh Tuhan Allah. Itulah yang meyakinkan Gideon untuk siap memimpin bangsa Israel menghadapi bangsa Midian. Ini kemudian yang menjadi konteks nas kita minggu ini, persiapan Gideon menghadapi bangsa Midian. Tuhan melihat terlalu banyak bangsa Israel yang hendak akan berperang melawan bangsa Midian. Tuhan sepertinya mengetahui ada niatan kurang baik di balik partisipasi bangsa itu berperang. Mereka ingin memegahkan dirinya atas Tuhan bahwa mereka sendiri yang mengalahkan bangsa Midian dengan tangannya sendiri; bukan karena dukungan dari Tuhan (ay.2).
            Melalui Gideon, Tuhan berseru agar rakyat itu yang merasa takut supaya pulang dari gunung Gilead. Nas kita mencatat ada 22.000 orang yang pulang dan tinggal sekarang hanya 10.000 orang saja (ay.3). Namun, Tuhan masih melihat jumlah mereka ini terlalu banyak untuk berperang melawan bangsa Midian. Tuhan ingin menyaring lagi dari 10.000 orang ini dengan cara memerhatikan cara mereka minum air. Kata “menyaring” di ayat 4 ini berasal dari kata Ibrani tsaraph yang arti utamanya adalah (proses) pemurnian (suatu logam). Di dalam proses kimia, pemurniaan logam dilakukan guna mendapatkan zat yang murni setelah pemisahan dilakukan dari kontaminasi campuran zat yang lain. Karenanya, hasil akhir yang didapatkan setelah proses pemurniaan selesai itu dilakukan adalah tinggal 300 orang. Mereka yang 300 orang ini bukan minum dengan cara menghirup air dengan lidahnya seperti anjing menjilat, tetapi berlutut untuk minum (ay.5-6).
            Secara teoritis, bangsa Israel yang didukung oleh 300 pasukan akan sangat sulit mengalahkan 135.000 pasukan (Hak.8:10). Matematisnya, satu orang pasukan bangsa Israel harus bertarung melawan 337 pasukan Midian. Namun, janji Tuhan pada Gideon bahwa Dia sendiri yang akan menyerahkan bangsa Midian ke tangan bangsa Israel (ay.7). Ke-300 orang yang menjadi pasukan ini pun berpisah dengan rakyat Israel lainnya. Mereka hanya mengambil bekal, sangkakala beserta kemah saja, karena yang lainnya sudah disuruh pulang (ay.8). Perintah Tuhan di dalam rencana peperangan adalah mereka harus bangun dan menyerbu perkemahan bangsa Midian pada malam hari. Di saat itulah, Tuhan akan menyerahkan bangsa Midian ke dalam tangan bangsa Israel (ay.9). Sehingga, kehidupan bangsa Israel akan segera dipulihkan.  

Renungan
            Situasi rumit di dalam kehidupan kita ini sering terjadi kadang oleh karena perbuatan kita sendiri. Namun, kita di dalam hal demikian masih dapat merasa kuat dan mampu untuk mengatasinya, seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel ketika mencoba lepas dari tekanan bangsa Midian. Akhirnya, hasil yang kita dapatkan sia-sia karena Tuhan tidak ikut serta di dalam usaha kita. Lambat laun, persoalan hidup itu menjadi momok yang sangat menakutkan bagi kita, sebagaimana bangsa Midian begitu ditakuti oleh bangsa Israel.Untuk itulah, kita membutuhkan Tuhan di dalam perjuangan kita melawan persoalan hidup itu, baik di soal ekonomi, pekerjaan, keluarga, sakit-penyakit, dlsb. Yang menjadi pergumulan pertama-tama adalah apakah Tuhan benar-benar akan ikut serta bila kita memohon pertolongan-Nya? Layaknya Gideon yang meragu, kita pun demikian, sering meragukan campur tangan Tuhan di dalam persoalan hidup yang kita alami. Yang kita butuhkan tidak lain tanda-tanda dari Tuhan bahwa Dia turut serta di dalam usaha kita menggumuli persoalan itu.
            Padahal, Tuhan sering memberikan berbagai tanda pada kita bahwa Dia selalu ada menyertai kita. Tanda itu bisa melalui orang di sekitar kita, atau hal-hal yang kita jumpai sehari-hari. Kita saja yang perlu lebih peka lagi untuk melihat tanda yang diberikan Tuhan itu. Kita diberikan-Nya iman, pengharapan, dan kasih sebagai pegangan kita menjalani kehidupan. Di dalam iman itu, kita percaya Tuhan berjanji selalu menyertai hidup kita. Itu alasan kita tetap berpengharapan. Dan, kita di dalam pengharapan itu hidup di dalam kasih Tuhan. Lalu, apalagi yang membuat kita meragu untuk maju “berperang” melawan pergumulan dan ketakutan kita itu?
            Dari nas di Minggu ini, kita setidaknya dapat belajar tiga hal tentang bagaimana cara kita dapat menang menghadapi persoalan/tantangan kehidupan kita, yaitu:

1.      Memiliki Niatan yang Baik
Di nas kita ini, bangsa Israel dinilai oleh Tuhan memiliki potensi untuk memegahkan diri sendiri ketika nantinya menang melawan bangsa Midian. Partisipasi mereka di dalam memenuhi panggilan Tuhan melalui Gideon menjadi tidak murni lagi niatnya. Tuhan tidak suka dengan sikap demikian. Itu namanya sudah mencuri kemuliaan Tuhan. Karena, Tuhan yang bekerja, tetapi malah manusia yang mendapatkan nama. Ketika kita melibatkan Tuhan di dalam setiap rencana usaha kita menghadapi persoalan hidup, kita harus mengaku kita ini bukan siapa-siapa di hadapan Tuhan. Kemenangan umat percaya di dalam pengakuan kita hanyalah kita dapatkan melalui belas kasihan pertolongan Tuhan semata.

2.      Mau dimurnikan oleh Tuhan
Ketika kita mengundang kehadiran Tuhan, maka kita harus mau dimurnikan-Nya. Segala hal yang membuat kita menjadi sombong, tinggi hati, dan sikap kurang baik lainnya di hadapan Tuhan perlu diuji agar didapatkan sikap diri yang benar-benar layak. Kekuatan Allah bekerja bukan pada mereka yang memiliki banyak hal untuk dipamerkan dan disombongkan, tetapi mereka yang merasa lemah di hadapan Tuhan dan benar-benar membutuhkan pertolongan Tuhan. Dengan belas kasihan Tuhan semata, kita di dalam segala kekurangan hidup kita akan dimenangkan oleh Tuhan untuk mendatangkan kemuliaan nama-Nya.

3.      Bersedia dibimbing oleh Tuhan
Kita mengetahui bahwa kita sudah dimurnikan oleh Tuhan dari ketundukkan yang kita miliki di dalam bimbingan/arahan-Nya. Rasanya mustahil atau sulit terealisasi apa yang akan dikerjakan Tuhan di dalam memenangkan kita dari persoalan hidup. Namun, kita harus patuh dan percaya di dalam bimbingan-Nya. Rencana Tuhan bagi hidup kita adalah rencana yang mendatangkan damai sejahtera, bukan kecelakaan. Sama seperti bangsa Israel yang dibimbing oleh Tuhan untuk menyerang bangsa Midian di malam hari dengan kekuatan pasukan hanya 300 orang. Secara teoritis, hal itu merupakan sesuatu yang mustahil. Akan tetapi, bangsa Israel melalui Gideon taat pada bimbingan Tuhan. Mereka tahu betul kalau pada saat mereka melakukannya sesuai dengan perintah Tuhan, pada saat itu pula Tuhan akan memberikan kemenangan pada umat-Nya.  

Pdt.Theodorus B.Sibarani, S.Si-Teol, M.Kessos
GKPI Ressort Sumbul & Plt.GKPI Ressort Jumaramba
Wilayah IV : Dairi-Tanah Karo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar