Sabtu, 08 Agustus 2015

Tuhan Mendengar dan Menyelamatkan Orang Tertindas

Refleksi Ibadah Minggu 9 Agustus 2015
Mazmur 34 : 1 - 8


Dok.Pribadi : Sirombu November 2014
Pelarian dari Saul membawa Daud pada berbagai pengalaman hidup beriman. Salah satu episode dari kisah pelarian Daud adalah ia harus berjumpa dengan Akhis, Raja Gat. Daud tentu tidak dapat menghindari peristiwa itu, karena ia harus terus bergerak agar tidak dapat terjangkau oleh Saul. Bagi Daud, ini ibarat “keluar dari kandang macan, masuk ke mulut buaya”. Di satu sisi, Daud harus lari dari Saul. Di sisi lain, Daud tidak bebas ke mana saja, karena ia harus melewati teritorial penguasa lain yang pernah menjadi lawannya. Untuk melewati Gat, wilayah Filistin, tentu Daud harus meminta suaka dari Akhis. Tanpa itu, Daud akan menjadi tahanan bangsa Filistin. Sehingga, kalau tidak diserahkan pada Saul untuk dihukum, maka orang Gat sendiri yang menghabisinya. Mengapa baik Saul dan orang Gat itu membenci Daud? Alasannya tidak lain karena Goliat. Saul tidak senang karena nama Daud menjadi semakin tenar dibandingkan dirinya ketika Goliat berhasil dikalahkannya. Para rakyat Israel bersorak “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa” (1.Sam.18:6-8). Inilah yang membuat hati Saul begitu sakit sehingga ia berencana untuk”menyelesaikan” permasalahan hidupnya. Sedangkan persoalan Daud dengan Akhias, Raja Gat-bangsa Filistin adalah Daud baru saja membunuh pahlawan terbaik orang Gat, yaitu Goliat (1.Sam.17:4). Sorak-sorai orang Israel pada Daud yang berhasil mengalahkan Goliath jugalah (1.Sam.21:11) menjadi pengingat yang buruk bagi orang Gat akan Daud. Ditambah, Daud memegang pedang Goliat yang dibunuhnya itu. Inilah yang kemudian membuat Daud sangat ketakutan (1.Sam.21:12). Dalam kondisi yang semakin berbahaya, Daud berhasil menemukan jalan keluar atas situasi buruk itu. Daud berpura-pura gila dengan cara menggores-gores pintu gerbang dan membiarkan air liurnya meleleh ke janggut (1.Sam.21:13). Melihat Daud berlaku demikian, Akhias pun melepaskan Daud (1.Sam.21:14-15). Peristiwa ini tentu akan sangat dikenang oleh Daud sebagai bagian dari perjalanan hidup berimannya. Yang sangat menarik adalah Daud melihat bahwa ia bisa lepas dari Akhias karena penyertaan Tuhan, bukan atas kehebatan dirinya sendiri. Hal itu dapat kita lihat dari mazmurnya yang menyaksikan pertolongan Tuhan atas hidupnya, di mana mazmur tersebut menjadi renungan bagi kita pada saat ini, Mzm.34:1-8.

Dalam Mazmur 34 memang tidak disebutkan di sana Akhias, malahan disebut Abimelekh. Hal ini tidak menjadi persoalan karena Abimelekh merupakan nama raja bagi Akhis pada saat itu. Sama seperti jabatan paus, raja di Vatikan, di mana seorang paus boleh memilih nama pausnya apa. Misalnya saja, Karol Josef Wojtyla memilih memakai nama Paus Yohanes Paulus II. Begitu pula dengan Joseph Ratzinger yang menggunakan nama paus Benedictus XVI. Sedangkan, paus terakhir, Jorge Mario Bergoglio menggunakan nama paus Fransiskus. Hal yang menjadi fokus renungan kita pada saat ini dapat dibagi menjadi tiga hal, yaitu : 1) adanya pengakuan Daud akan campur tangan Tuhan dalam menolong perkara hidupnya melalui pujiannya (ay.2-6); 2) Adanya pengakuan dari Daud bahwa ia adalah manusia biasa yang merasa ditindas oleh sesamanya. Sehingga, Daud memercayai perkaranya kepada Allah yang menciptakan manusia itu; 3) Adanya pengakuan Daud akan perlindungan Tuhan pada dirinya yang takut akan Tuhan. Pertolongan Tuhan bisa datang dalam bentuk malaikat perlindungan.

Pujian Daud kepada Tuhan merupakan pengakuan Daud terdalam akan campur tangan Tuhan atas pertolongan besar yang dilakukan di dalam kehidupannya. Di sini terlihat bagaimana Daud tidak menonjolkan kehebatannya dalam menangani suatu persoalan/tantangan hidup. Namun, Daud mengakui bahwa tanpa campur tangan Tuhan di dalam perkaranya, Daud tidak akan selamat dari bahaya. Hal yang dapat kita teladani dari Daud adalah bagaimana kita dapat mengakui campur tangan Tuhan dalam kehidupan kita? Belajar dari Daud, pengakuan itu datang lewat pujian dan mazmur. Adakah seorang beriman pada saat ini yang melakukan hal seperti Daud-memuji Tuhan dan mengumandangkan mazmur-atas syukur kita akan penyertaan tangan Tuhan? Memuji Tuhan dan mengumandangkan mazmur pada masa sekarang tentu sudah berbeda dengan masa Daud. Pada masa sekarang, orang beriman dapat memuji Tuhan dan mengumandangkan mazmur melalui ibadah-ibadah yang dilakukannya. Di dalam setiap peribadahan, kita dapat bermazmur lewat pujian-pujian kita yang sampaikan lewat nyanyian jemaat, paduan suara yang indah, serta jiwa yang bernyanyi karena telah menyatu di dalam aliran peribadahan yang hikmat. Dan, umat beriman juga dapat mengucapkan syukur kepada Tuhan lewat penerimaan mereka akan firman Tuhan di hati sanubari mereka, serta memberikan persembahan atas rasa syukur mereka. GKPI telah merumuskan peribadahannya sebagai persekutuan penyembahan dan persembahan. Oleh karena itu, tiap pelayan dan warga GKPI, harus lebih dapat menyadari bahwa ibadah merupakan sarana bermazmur bagi Tuhan serta mengucapkan syukur lewat penyembahan dan persembahan yang dilakukan. Namun, agar praktik ibadah ini tidak jatuh pada suatu kultus belaka, maka hal kedua yang harus diperhatikan dalam setiap peribadahan adalah bagaimana yang dapat dilakukan umat percaya terhadap sesamanya?
Persoalan manusia di sepanjang segala abad adalah bisakah ia hidup berdampingan dengan sesamanya manusia? Jika memerhatikan apa yang terjadi di antara Daud dan Saul, kita akan menemukan, bahwa ketidakmampuan manusia untuk hidup bersama adalah karena pembuktian kemampuan berkuasa. Saul merasa Daud jauh lebih unggul darinya, sehingga sebelum Daud menyadarinya lebih jauh, Saul terlebih dahulu ingin menyingkirkan Daud. Begitu pula persoalan Daud dengan bangsa Filistin-orang Gat, di mana akar persoalannya adalah penaklukkan daerah kekuasaan. Gara-gara tanah, manusia bisa saling bunuh dan menghancurkan antara satu dengan yang lain. Dalam kajiaan teori kebutuhan Maslow, setidaknya ada lima kebutuhan manusia yang harus terpenuhi. Kebutuhan paling rendah adalah kebutuhan fisiologis, dilanjutkan dengan kebutuhan rasa aman dan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan ego, dan yang tertinggi adalah aktualisasi diri. Konflik Daud dengan Saul ada pada kebutuhan ego dan aktualisasi diri. Saul takut bahwa Daud lebih dipuja oleh masyarakat Israel, sehingga Saul tidak dapat mengaktualisasikan dirinya menjadi seorang raja yang kuat. Di sinilah letak mengapa Saul seakan tidak dapat berdamai dengan Daud. Berbeda dengan orang Gat yang membebaskan Daud karena persoalan mereka hanya pada tingkat rasa aman, yaitu memiliki tanah. Sehingga, Akhias/Abimelekh tidak menekan Daud sampai mengancam nyawa seperti Saul. Dan, hal itu terjadi turun temurun, sehingga seorang dari Asinaria pada tahun 195 SZB, Plautus menciptakan karya yang sampai detik ini menyentuh dunia, Homi Homini Lupus (manusia menjadi serigala bagi sesamanya). Pemahaman di sini, manusia dapat saling menikam/membunuh dengan sesamanya. Melihat begitu berbahayanya paham ini berkembang di tengah peradaban manusia, seorang filsuf dari Inggris, Thomas Hobbes, menggugatnya dalam karya besarnya “De Cive”. Di dalam karyanya itu, selain menyinggung Homi Homini Lupus, Hobbes juga menekankan Homi Homini Socius, di mana manusia dapat menjadi sesama atau sahabat bagi teman-temannya. Pemikiran Hobbes dalam teologi kemudian berkembang dalam manusia itu sendiri ada citra Tuhan di dalam relasi antarmanusia, tetapi bisa juga menjadi serigala. Manusia tinggal memilihnya saja. Dalam renungan pada saat ini, kita tentu dituntut untuk menjadi sahabat bagi banyak orang. Sehingga, kita tidak menjadi seorang Kristen yang menindas orang lain dengan kekuatan/kekuasaan kita. Melainkan, kita menjadi seorang yang melindungi hak kemanusiaan orang lain. Ketika kita tidak berdaya menghadapi penindasan, belajar dari Daud, kita dapat menyerahkan segala pergumulan kita kepada Tuhan. Lawan-lawan kita yang gelap mata dapat dibutakan oleh Tuhan jikalau Dia berkenan, seperti apa yang dilakukan oleh Tuhan atas Daud. Ketika kita merasakan sakitnya ditindas, kita tidak boleh mengambil bagian menjadi salah satu penindas itu. Namun, kita dapat menjadi duta Allah yang membebaskan orang tertindas melalui Tuhan yang hidup di dalam diri kita.
Hal terakhir adalah bagaimana kita belajar dari Daud untuk tetap hidup benar di hadapan Tuhan, sehingga Tuhan melindungi kita melalui malaikat-Nya. Untuk hidup benar, di atas sempat disinggung salah satu caranya adalah dengan tidak mengambil bagian menjadi penindas itu. Namun, hal yang dapat kita kembangkan kemudian adalah bagaimana kita dapat menjalani hidup ini dengan menyerahkan seluruh kehidupan kita ke dalam perlindungan Tuhan. Tentu kita memercayai bahwa hal yang jahat akan dijauhkan dari kita bila kita hidup benar di hadapan Tuhan dan mengandalkan Tuhan di dalam kehidupan kita. Malaikat perlindungan Tuhan yang akan melindungi kita di dunia ini tentu ada banyak, ada orang yang kita cintai, ada aparatur keamanan negara yang telah diamanatkan oleh suara rakyat yang adalah suara Tuhan, serta hukum/konsitusi sebagai hasil anugerah Tuhan pada suatu bangsa. Tentu, hal itu tidak cukup menjadi malaikat perlindungan kita, karena Tuhan sendiri yang akan melindungi kita sebagaimana Dia telah berjanji. Oleh karenanya, sikap pasrah dalam perlindungan membuat hidup kita tenang karena kita yakin ada Tuhan yang menjaga kita. Sehingga, kita tidak perlu resah dan khawatir di dalam kehidupan ini.

1 komentar:

  1. i dont realize what u preached today, u already wrote it before. thx bro, if I dont come to church, I may see ur blog :)

    BalasHapus