Jumat, 21 Agustus 2015

Harapan itu Masih Ada

Nebukadnezar (Ilustrasi Gambar : Wikipedia)

Pada waktu itu Yehuda akan dibebaskan dan Yerusalem akan hidup dengan tenteram. Dan dengan nama inilah mereka dipanggil: Tuhan keadilan kita! (Yer.33:16)

Gejolak politik di suatu bangsa timbul karena adanya reaksi yang berlebih dari suatu gerakan. Misalnya saja ketika berbicara tentang peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang lebih sering didengar dengan istilah G30S, kita menemukan sepenggal fakta bahwa adanya gerakan dari militer untuk menggulingkan rezim Soekarno. Pada saat itu, Soekarno lebih berpihak pada negara sosialis di Eropa daripada Amerika Serikat. Sehingga, organisasi intelejen Amerika yang menjalin kerjasama dengan beberapa tokoh militer Indonesia, seperti Soeharto, membuat gerakan bahwa seolah Indonesia dalam bahaya ketika bekerja sama dengan negara sosialis.  Satu-satunya cara adalah menggoyang posisi Soekarno agar kendali pemerintahan dipegang. Kemudian, rezim pengganti Soekarno yang menamakan diri mereka sebagai Orde Baru membuat suatu mistifikasi bahwa paham sosialis itu adalah komunis, dan komunis itu adalah ateis. Padahal, tidak pernah terbukti ada kaitan antara gerakan sosialisme dengan paham tanpa agama. Malahan, tokoh pejuang sosialis di Indonesia itu banyak dari golongan agamawan, baik itu Kristen maupun dari kalangan Islam. Namun, mistifikasi itu berhasil. Jutaan orang yang tidak mengerti soal politik tewas dihabiskan dengan cara mengenaskan. Pembicaraan mengenai komunisme hingga saat ini di Indonesia pun seolah dibungkam karena takut diciduk oleh pemerintah. Jutaan orang yang menjadi korban seperti lenyap begitu saja tanpa dipermasalahkan ke ruang pengadilan pelanggaran hak asasi manusia internasional.
Gejala yang hampir sama terjadi di Yerusalem pada saat itu. Setelah Yoyakim dilengserkan oleh Nebukadnezar, raja Babel, yang mengekspansi kerajaan Israel pada saat itu, Zedekia diangkat menjadi raja Yehuda menggantikan Yoyakim dan para pendukungnya yang dibuang ke Babel pada gelombang pertama. Ternyata, Nebukadnezar salah menunjuk orang karena Zedekia tidak menghendaki ekspansi bangsa Babel. Malahan, Zedekia bekerja sama dengan Mesir untuk memerangi Babel. Hal ini membuat kemarahan raja Babel itu tidak terbendung sehingga Yehuda siap diserang dengan kekuatan penuh. Yerusalem dikepung dan suasana mencekam. Nas kita pada saat ini merupakan nubuatan Tuhan yang dinyatakan lewat Yeremia pada bangsa Yehuda, setelah Yehezkiel ikut dibuang dalam gelombang pertama. Tuhan akan menunjukkan keadilannya pada mereka di suatu saat nanti. Namun, mereka harus rela dibuang ke Babel karena bangsa Yehuda lebih memilih berlindung pada Mesir daripada kepada Tuhan Allah. Akhirnya, banyak korban yang jatuh atas penyerangan bangsa Babel ke Yerusalem. Bait Allah dihancurkan dan Yerusalem bagaikan seorang perempuan yang diperkosa, tidak memiliki harga diri lagi untuk dipertahankan. Mereka salah memercayakan perlindungan politik pada Mesir, karena Mesir tidak dapat menolong. Sehingga, nubuatan Tuhan pada Yeremia bagaikan oase di padang gurun. Begitu menyejukan hati mereka yang kering karena penindasan. Ternyata, harapan itu masih ada.
Demikian pula sebagai umat percaya, kita terkadang harus menghadapi permasalahan yang rumit dalam hidup karena mungkin disebabkan oleh kesalahan kita sendiri. Kita mencoba dengan segala upaya kita untuk keluar dari persoalan itu. Kita mungkin mengandalkan orang lain untuk membantu kita. Namun, kita tetap gagal dan orang lain tidak banyak menolong. Hal ini membawa pada ketakutan bahwa kita akan segara berakhir. Akan tetapi, marilah kita ingat bersama-sama bahwa kita tidak akan segara berakhir karena harapan itu masih ada. Tuhan tidak akan membiarkan kita bergumul sendiri dalam persoalan hidup. Seperti nubuatan Yeremia bahwa kita akan kembali hidup tenteram karena Tuhan adalah Tuhan yang adil dan memerhatikan pergumulan umat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar