Refleksi Ibadah Minggu 9 Agustus 2015
Mazmur 34 : 1 - 8
Dok.Pribadi : Sirombu November 2014 |
Pelarian dari Saul membawa Daud pada berbagai pengalaman
hidup beriman. Salah satu episode dari kisah pelarian Daud adalah ia harus
berjumpa dengan Akhis, Raja Gat. Daud tentu tidak dapat menghindari peristiwa
itu, karena ia harus terus bergerak agar tidak dapat terjangkau oleh Saul. Bagi
Daud, ini ibarat “keluar dari kandang macan, masuk ke mulut buaya”. Di satu
sisi, Daud harus lari dari Saul. Di sisi lain, Daud tidak bebas ke mana saja,
karena ia harus melewati teritorial penguasa lain yang pernah menjadi lawannya.
Untuk melewati Gat, wilayah Filistin, tentu Daud harus meminta suaka dari
Akhis. Tanpa itu, Daud akan menjadi tahanan bangsa Filistin. Sehingga, kalau
tidak diserahkan pada Saul untuk dihukum, maka orang Gat sendiri yang
menghabisinya. Mengapa baik Saul dan orang Gat itu membenci Daud? Alasannya
tidak lain karena Goliat. Saul tidak senang karena nama Daud menjadi semakin
tenar dibandingkan dirinya ketika Goliat berhasil dikalahkannya. Para rakyat
Israel bersorak “Saul mengalahkan
beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa” (1.Sam.18:6-8). Inilah yang
membuat hati Saul begitu sakit sehingga ia berencana untuk”menyelesaikan”
permasalahan hidupnya. Sedangkan persoalan Daud dengan Akhias, Raja Gat-bangsa
Filistin adalah Daud baru saja membunuh pahlawan terbaik orang Gat, yaitu
Goliat (1.Sam.17:4). Sorak-sorai orang Israel pada Daud yang berhasil
mengalahkan Goliath jugalah (1.Sam.21:11) menjadi pengingat yang buruk bagi
orang Gat akan Daud. Ditambah, Daud memegang pedang Goliat yang dibunuhnya itu.
Inilah yang kemudian membuat Daud sangat ketakutan (1.Sam.21:12). Dalam kondisi
yang semakin berbahaya, Daud berhasil menemukan jalan keluar atas situasi buruk
itu. Daud berpura-pura gila dengan cara menggores-gores pintu gerbang dan
membiarkan air liurnya meleleh ke janggut (1.Sam.21:13). Melihat Daud berlaku
demikian, Akhias pun melepaskan Daud (1.Sam.21:14-15). Peristiwa ini tentu akan
sangat dikenang oleh Daud sebagai bagian dari perjalanan hidup berimannya. Yang
sangat menarik adalah Daud melihat bahwa ia bisa lepas dari Akhias karena
penyertaan Tuhan, bukan atas kehebatan dirinya sendiri. Hal itu dapat kita
lihat dari mazmurnya yang menyaksikan pertolongan Tuhan atas hidupnya, di mana
mazmur tersebut menjadi renungan bagi kita pada saat ini, Mzm.34:1-8.
Dalam Mazmur 34 memang tidak disebutkan di sana Akhias,
malahan disebut Abimelekh. Hal ini tidak menjadi persoalan karena Abimelekh
merupakan nama raja bagi Akhis pada saat itu. Sama seperti jabatan paus, raja
di Vatikan, di mana seorang paus boleh memilih nama pausnya apa. Misalnya saja,
Karol Josef Wojtyla memilih memakai nama Paus Yohanes Paulus II. Begitu pula
dengan Joseph Ratzinger yang menggunakan nama paus Benedictus XVI. Sedangkan,
paus terakhir, Jorge Mario Bergoglio menggunakan nama paus Fransiskus. Hal yang
menjadi fokus renungan kita pada saat ini dapat dibagi menjadi tiga hal, yaitu
: 1) adanya pengakuan Daud akan campur tangan Tuhan dalam menolong perkara
hidupnya melalui pujiannya (ay.2-6); 2) Adanya pengakuan dari Daud bahwa ia
adalah manusia biasa yang merasa ditindas oleh sesamanya. Sehingga, Daud
memercayai perkaranya kepada Allah yang menciptakan manusia itu; 3) Adanya
pengakuan Daud akan perlindungan Tuhan pada dirinya yang takut akan Tuhan. Pertolongan
Tuhan bisa datang dalam bentuk malaikat perlindungan.
Pujian Daud kepada Tuhan merupakan pengakuan Daud terdalam
akan campur tangan Tuhan atas pertolongan besar yang dilakukan di dalam
kehidupannya. Di sini terlihat bagaimana Daud tidak menonjolkan kehebatannya
dalam menangani suatu persoalan/tantangan hidup. Namun, Daud mengakui bahwa
tanpa campur tangan Tuhan di dalam perkaranya, Daud tidak akan selamat dari
bahaya. Hal yang dapat kita teladani dari Daud adalah bagaimana kita dapat
mengakui campur tangan Tuhan dalam kehidupan kita? Belajar dari Daud, pengakuan
itu datang lewat pujian dan mazmur. Adakah seorang beriman pada saat ini yang
melakukan hal seperti Daud-memuji Tuhan dan mengumandangkan mazmur-atas syukur
kita akan penyertaan tangan Tuhan? Memuji Tuhan dan mengumandangkan mazmur pada
masa sekarang tentu sudah berbeda dengan masa Daud. Pada masa sekarang, orang
beriman dapat memuji Tuhan dan mengumandangkan mazmur melalui ibadah-ibadah
yang dilakukannya. Di dalam setiap peribadahan, kita dapat bermazmur lewat
pujian-pujian kita yang sampaikan lewat nyanyian jemaat, paduan suara yang
indah, serta jiwa yang bernyanyi karena telah menyatu di dalam aliran
peribadahan yang hikmat. Dan, umat beriman juga dapat mengucapkan syukur kepada
Tuhan lewat penerimaan mereka akan firman Tuhan di hati sanubari mereka, serta
memberikan persembahan atas rasa syukur mereka. GKPI telah merumuskan
peribadahannya sebagai persekutuan penyembahan dan persembahan. Oleh karena
itu, tiap pelayan dan warga GKPI, harus lebih dapat menyadari bahwa ibadah
merupakan sarana bermazmur bagi Tuhan serta mengucapkan syukur lewat
penyembahan dan persembahan yang dilakukan. Namun, agar praktik ibadah ini
tidak jatuh pada suatu kultus belaka, maka hal kedua yang harus diperhatikan
dalam setiap peribadahan adalah bagaimana yang dapat dilakukan umat percaya
terhadap sesamanya?
Persoalan manusia di sepanjang segala abad adalah bisakah ia
hidup berdampingan dengan sesamanya manusia? Jika memerhatikan apa yang terjadi
di antara Daud dan Saul, kita akan menemukan, bahwa ketidakmampuan manusia
untuk hidup bersama adalah karena pembuktian kemampuan berkuasa. Saul merasa
Daud jauh lebih unggul darinya, sehingga sebelum Daud menyadarinya lebih jauh,
Saul terlebih dahulu ingin menyingkirkan Daud. Begitu pula persoalan Daud
dengan bangsa Filistin-orang Gat, di mana akar persoalannya adalah penaklukkan
daerah kekuasaan. Gara-gara tanah, manusia bisa saling bunuh dan menghancurkan
antara satu dengan yang lain. Dalam kajiaan teori kebutuhan Maslow, setidaknya
ada lima kebutuhan manusia yang harus terpenuhi. Kebutuhan paling rendah adalah
kebutuhan fisiologis, dilanjutkan dengan kebutuhan rasa aman dan keamanan,
kebutuhan sosial, kebutuhan ego, dan yang tertinggi adalah aktualisasi diri. Konflik
Daud dengan Saul ada pada kebutuhan ego dan aktualisasi diri. Saul takut bahwa
Daud lebih dipuja oleh masyarakat Israel, sehingga Saul tidak dapat
mengaktualisasikan dirinya menjadi seorang raja yang kuat. Di sinilah letak
mengapa Saul seakan tidak dapat berdamai dengan Daud. Berbeda dengan orang Gat
yang membebaskan Daud karena persoalan mereka hanya pada tingkat rasa aman,
yaitu memiliki tanah. Sehingga, Akhias/Abimelekh tidak menekan Daud sampai mengancam
nyawa seperti Saul. Dan, hal itu terjadi turun temurun, sehingga seorang dari
Asinaria pada tahun 195 SZB, Plautus menciptakan karya yang sampai detik ini
menyentuh dunia, Homi Homini Lupus
(manusia menjadi serigala bagi sesamanya). Pemahaman di sini, manusia dapat
saling menikam/membunuh dengan sesamanya. Melihat begitu berbahayanya paham ini
berkembang di tengah peradaban manusia, seorang filsuf dari Inggris, Thomas
Hobbes, menggugatnya dalam karya besarnya “De Cive”. Di dalam karyanya itu,
selain menyinggung Homi Homini Lupus,
Hobbes juga menekankan Homi Homini Socius,
di mana manusia dapat menjadi sesama atau sahabat bagi teman-temannya. Pemikiran
Hobbes dalam teologi kemudian berkembang dalam manusia itu sendiri ada citra
Tuhan di dalam relasi antarmanusia, tetapi bisa juga menjadi serigala. Manusia tinggal
memilihnya saja. Dalam renungan pada saat ini, kita tentu dituntut untuk
menjadi sahabat bagi banyak orang. Sehingga, kita tidak menjadi seorang Kristen
yang menindas orang lain dengan kekuatan/kekuasaan kita. Melainkan, kita
menjadi seorang yang melindungi hak kemanusiaan orang lain. Ketika kita tidak
berdaya menghadapi penindasan, belajar dari Daud, kita dapat menyerahkan segala
pergumulan kita kepada Tuhan. Lawan-lawan kita yang gelap mata dapat dibutakan
oleh Tuhan jikalau Dia berkenan, seperti apa yang dilakukan oleh Tuhan atas
Daud. Ketika kita merasakan sakitnya ditindas, kita tidak boleh mengambil
bagian menjadi salah satu penindas itu. Namun, kita dapat menjadi duta Allah
yang membebaskan orang tertindas melalui Tuhan yang hidup di dalam diri kita.
Hal terakhir adalah bagaimana kita belajar dari Daud untuk
tetap hidup benar di hadapan Tuhan, sehingga Tuhan melindungi kita melalui
malaikat-Nya. Untuk hidup benar, di atas sempat disinggung salah satu caranya
adalah dengan tidak mengambil bagian menjadi penindas itu. Namun, hal yang
dapat kita kembangkan kemudian adalah bagaimana kita dapat menjalani hidup ini
dengan menyerahkan seluruh kehidupan kita ke dalam perlindungan Tuhan. Tentu kita
memercayai bahwa hal yang jahat akan dijauhkan dari kita bila kita hidup benar
di hadapan Tuhan dan mengandalkan Tuhan di dalam kehidupan kita. Malaikat perlindungan
Tuhan yang akan melindungi kita di dunia ini tentu ada banyak, ada orang yang
kita cintai, ada aparatur keamanan negara yang telah diamanatkan oleh suara
rakyat yang adalah suara Tuhan, serta hukum/konsitusi sebagai hasil anugerah
Tuhan pada suatu bangsa. Tentu, hal itu tidak cukup menjadi malaikat
perlindungan kita, karena Tuhan sendiri yang akan melindungi kita sebagaimana
Dia telah berjanji. Oleh karenanya, sikap pasrah dalam perlindungan membuat
hidup kita tenang karena kita yakin ada Tuhan yang menjaga kita. Sehingga, kita
tidak perlu resah dan khawatir di dalam kehidupan ini.
i dont realize what u preached today, u already wrote it before. thx bro, if I dont come to church, I may see ur blog :)
BalasHapus