|
Gideon dan Pasukan Perangnya (Sumber : JW.org) |
Minggu-6
Set.Trinitatis,
28 Juli 2019
Kemenangan
Bersama Tuhan
Evanggelium:
Hakim-Hakim
7:2-9
Pendahuluan
Di dalam Teori Sumber, kitab Hakim-Hakim
masuk ke dalam bagian DH (Deuteronomistic
History), sebuah hipotesa yang pertama kali dirumuskan oleh Martin Noth
pada tahun 1943. Dijelaskan oleh Campbell & O’Brein (2000), tulisan DH ini
memberikan informasi tentang tradisi Israel dengan berbagai karya sastra di
dalamnya berada di bawah pengaruh teologi dan ekspresi linguistik dari berbagai
hukum di dalam kitab Ulangan. Melengkapi kajian Noth, Frank M.Cross (1973)
memaparkan kisah di tulisan DH ini tidak hanya membahas tentang hukum dan
malapetaka dari Tuhan yang datang karena murtadnya Israel, akan tetapi tulisan
ini juga membahas tentang anugerah dari Tuhan. John A.Titaley (2014) di dalam
Kata Pengantarnya untuk Buku Robert B.Coote, “Sejarah Deuteronomistik”
menjelaskan kalau kitab Hakim-Hakim secara khusus merupakan gambaran dari
kegagalan pemimpin Israel di Utara pada zaman Yosia, yaitu para pemimpin provinsi
yang ditetapkan oleh Asyur. Apa yang disampaikan oleh Titaley sebagai ahli PL
mengenai kitab Hakim-Hakim sejalan dengan ahli PL lainnya, yaitu Blommendaal
(1985). Kitab ini menurutnya disunting pada masa pemerintahan Yosia dengan
tujuan untuk menyatukan antara Utara dan Selatan.
Pembahasan
Nas kita di Minggu ini bila
merujuk pada bagian Pendahuluan memiliki benang merah yang kuat, yaitu konteks
Israel diserahkan pada bangsa Midian karena bangsa Israel melakukan apa yang
jahat di mata Allah (Hak.6:1). Tekanan bangsa Midian pada bangsa Israel
berlangsung selama tujuh tahun lamanya. Melihat dari penderitaan yang dialami
oleh bangsa itu, kita dapat memahami betapa kejam dan kuatnya bangsa Midian.
Pergerakkan bangsa Israel pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena takut
berjumpa dengan bangsa Midian. Ini ditandai dengan didirikannya kubu pertahanan
bangsa Israel. Ketika Allah merasa cukup untuk memberikan hukuman pada bangsa
Israel, Gideon diutus untuk membebaskan bangsa itu dari tekanan bangsa Midian.
Hal itu ditandai dengan penebangan tiang berhala bangsa Midian di daerah kubu
pertahanan bangsa Israel, lalu menggantikannya dengan mezbah Tuhan untuk
memberikan persembahan kepada Tuhan Allah (Hak.6:26). Bangsa Israel merasa
cemas dan kuatir dengan tumbangnya tiang berhala bangsa Midian, karena hal ini
akan membuat mereka akan diamuk oleh bangsa Midian (Hak.6:29). Secara politis,
tindakan Gideon yang dilakukannya berdasarkan perintah Allah merupakan
pernyataan sikap terbuka bangsa Israel untuk berperang melawan bangsa Midian. Kekuatiran
ini yang membuat Gideon ditekan oleh bangsa Israel yang takut menghadapi
musuhnya, bangsa Midian. Yoas, ayahnya Gideon, lalu mencoba untuk melindungi
anaknya dengan bertanya siapakah yang akan mereka bela? Apakah baalnya bangsa
Midian? Atau, menolong Gideon yang ditunjuk oleh Allah? (Hak.6:31).
Gideon sebenarnya tidak seberani
yang disaksikan oleh bangsa Israel. Penampakkan malaikat Tuhan padanya pun
tidak cukup meyakinkannya untuk maju memimpin Israel melawan bangsa Midian
(Hak.6:22). Ia oleh karenanya sampai meminta dua kali lagi tanda dari Tuhan
Allah, embun di potongan bulu domba (Hak.6:36-40). Semua tanda yang diminta
oleh Gideon diberikan oleh Tuhan Allah. Itulah yang meyakinkan Gideon untuk
siap memimpin bangsa Israel menghadapi bangsa Midian. Ini kemudian yang menjadi
konteks nas kita minggu ini, persiapan Gideon menghadapi bangsa Midian. Tuhan
melihat terlalu banyak bangsa Israel yang hendak akan berperang melawan bangsa
Midian. Tuhan sepertinya mengetahui ada niatan kurang baik di balik partisipasi
bangsa itu berperang. Mereka ingin memegahkan dirinya atas Tuhan bahwa mereka
sendiri yang mengalahkan bangsa Midian dengan tangannya sendiri; bukan karena
dukungan dari Tuhan (ay.2).
Melalui Gideon, Tuhan berseru agar rakyat
itu yang merasa takut supaya pulang dari gunung Gilead. Nas kita mencatat ada
22.000 orang yang pulang dan tinggal sekarang hanya 10.000 orang saja (ay.3).
Namun, Tuhan masih melihat jumlah mereka ini terlalu banyak untuk berperang
melawan bangsa Midian. Tuhan ingin menyaring lagi dari 10.000 orang ini dengan
cara memerhatikan cara mereka minum air. Kata “menyaring” di ayat 4 ini berasal
dari kata Ibrani tsaraph yang arti
utamanya adalah (proses) pemurnian (suatu logam). Di dalam proses kimia,
pemurniaan logam dilakukan guna mendapatkan zat yang murni setelah pemisahan
dilakukan dari kontaminasi campuran zat yang lain. Karenanya, hasil akhir yang
didapatkan setelah proses pemurniaan selesai itu dilakukan adalah tinggal 300
orang. Mereka yang 300 orang ini bukan minum dengan cara menghirup air dengan
lidahnya seperti anjing menjilat, tetapi berlutut untuk minum (ay.5-6).
Secara teoritis, bangsa Israel yang
didukung oleh 300 pasukan akan sangat sulit mengalahkan 135.000 pasukan
(Hak.8:10). Matematisnya, satu orang pasukan bangsa Israel harus bertarung
melawan 337 pasukan Midian. Namun, janji Tuhan pada Gideon bahwa Dia sendiri
yang akan menyerahkan bangsa Midian ke tangan bangsa Israel (ay.7). Ke-300
orang yang menjadi pasukan ini pun berpisah dengan rakyat Israel lainnya.
Mereka hanya mengambil bekal, sangkakala beserta kemah saja, karena yang
lainnya sudah disuruh pulang (ay.8). Perintah Tuhan di dalam rencana peperangan
adalah mereka harus bangun dan menyerbu perkemahan bangsa Midian pada malam
hari. Di saat itulah, Tuhan akan menyerahkan bangsa Midian ke dalam tangan
bangsa Israel (ay.9). Sehingga, kehidupan bangsa Israel akan segera dipulihkan.
Renungan
Situasi rumit di dalam kehidupan
kita ini sering terjadi kadang oleh karena perbuatan kita sendiri. Namun, kita
di dalam hal demikian masih dapat merasa kuat dan mampu untuk mengatasinya,
seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel ketika mencoba lepas dari tekanan
bangsa Midian. Akhirnya, hasil yang kita dapatkan sia-sia karena Tuhan tidak
ikut serta di dalam usaha kita. Lambat laun, persoalan hidup itu menjadi momok
yang sangat menakutkan bagi kita, sebagaimana bangsa Midian begitu ditakuti
oleh bangsa Israel.Untuk itulah, kita membutuhkan Tuhan di dalam perjuangan
kita melawan persoalan hidup itu, baik di soal ekonomi, pekerjaan, keluarga,
sakit-penyakit, dlsb. Yang menjadi pergumulan pertama-tama adalah apakah Tuhan
benar-benar akan ikut serta bila kita memohon pertolongan-Nya? Layaknya Gideon
yang meragu, kita pun demikian, sering meragukan campur tangan Tuhan di dalam
persoalan hidup yang kita alami. Yang kita butuhkan tidak lain tanda-tanda dari
Tuhan bahwa Dia turut serta di dalam usaha kita menggumuli persoalan itu.
Padahal, Tuhan sering memberikan
berbagai tanda pada kita bahwa Dia selalu ada menyertai kita. Tanda itu bisa
melalui orang di sekitar kita, atau hal-hal yang kita jumpai sehari-hari. Kita
saja yang perlu lebih peka lagi untuk melihat tanda yang diberikan Tuhan itu. Kita
diberikan-Nya iman, pengharapan, dan kasih sebagai pegangan kita menjalani
kehidupan. Di dalam iman itu, kita percaya Tuhan berjanji selalu menyertai
hidup kita. Itu alasan kita tetap berpengharapan. Dan, kita di dalam
pengharapan itu hidup di dalam kasih Tuhan. Lalu, apalagi yang membuat kita
meragu untuk maju “berperang” melawan pergumulan dan ketakutan kita itu?
Dari nas di Minggu ini, kita
setidaknya dapat belajar tiga hal tentang bagaimana cara kita dapat menang
menghadapi persoalan/tantangan kehidupan kita, yaitu:
1.
Memiliki
Niatan yang Baik
Di nas kita ini,
bangsa Israel dinilai oleh Tuhan memiliki potensi untuk memegahkan diri sendiri
ketika nantinya menang melawan bangsa Midian. Partisipasi mereka di dalam
memenuhi panggilan Tuhan melalui Gideon menjadi tidak murni lagi niatnya. Tuhan
tidak suka dengan sikap demikian. Itu namanya sudah mencuri kemuliaan Tuhan. Karena,
Tuhan yang bekerja, tetapi malah manusia yang mendapatkan nama. Ketika kita
melibatkan Tuhan di dalam setiap rencana usaha kita menghadapi persoalan hidup,
kita harus mengaku kita ini bukan siapa-siapa di hadapan Tuhan. Kemenangan umat
percaya di dalam pengakuan kita hanyalah kita dapatkan melalui belas kasihan
pertolongan Tuhan semata.
2.
Mau
dimurnikan oleh Tuhan
Ketika kita
mengundang kehadiran Tuhan, maka kita harus mau dimurnikan-Nya. Segala hal yang
membuat kita menjadi sombong, tinggi hati, dan sikap kurang baik lainnya di
hadapan Tuhan perlu diuji agar didapatkan sikap diri yang benar-benar layak.
Kekuatan Allah bekerja bukan pada mereka yang memiliki banyak hal untuk
dipamerkan dan disombongkan, tetapi mereka yang merasa lemah di hadapan Tuhan
dan benar-benar membutuhkan pertolongan Tuhan. Dengan belas kasihan Tuhan
semata, kita di dalam segala kekurangan hidup kita akan dimenangkan oleh Tuhan
untuk mendatangkan kemuliaan nama-Nya.
3.
Bersedia
dibimbing oleh Tuhan
Kita mengetahui
bahwa kita sudah dimurnikan oleh Tuhan dari ketundukkan yang kita miliki di
dalam bimbingan/arahan-Nya. Rasanya mustahil atau sulit terealisasi apa yang
akan dikerjakan Tuhan di dalam memenangkan kita dari persoalan hidup. Namun,
kita harus patuh dan percaya di dalam bimbingan-Nya. Rencana Tuhan bagi hidup
kita adalah rencana yang mendatangkan damai sejahtera, bukan kecelakaan. Sama
seperti bangsa Israel yang dibimbing oleh Tuhan untuk menyerang bangsa Midian
di malam hari dengan kekuatan pasukan hanya 300 orang. Secara teoritis, hal itu
merupakan sesuatu yang mustahil. Akan tetapi, bangsa Israel melalui Gideon taat
pada bimbingan Tuhan. Mereka tahu betul kalau pada saat mereka melakukannya
sesuai dengan perintah Tuhan, pada saat itu pula Tuhan akan memberikan
kemenangan pada umat-Nya.
Pdt.Theodorus
B.Sibarani, S.Si-Teol, M.Kessos
GKPI Ressort
Sumbul & Plt.GKPI Ressort Jumaramba
Wilayah IV :
Dairi-Tanah Karo