Lukisan Paulus karya Bartolo Montagna (1450-1523) |
Ibu, Bapak, dan Jemaat
yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Mungkin masih segar dalam
ingatan kita bagaimana dua orang polisi di Deliserdang, Brigadir Richardo
Sitorus dan Brigadir Siregar, gugur dalam menjalankan tugas pada 26 Februari
2012. Para korban ini tentu tidak menyangka kalau pada hari Minggu itu, sekitar
jam 8 malam, akan menjadi akhir dari tugas mereka dalam menjaga keamanan di
tengah masyarakat. Semua peristiwa naas ini berawal ketika kedua polisi malang
itu turut ke dalam 5 rombongan tim yang ingin mengamankan seorang bandar judi
di daerah Perumahan Bumi Tuntungan Sejahtera, Deliserdang-Sumut. Di luar
dugaan, bandar judi itu malah meneriaki kelima polisi itu, Maling! Warga yang
mendengar teriakan itu langsung berkerumun menyerang kelima polisi yang
berpakaian bebas. Kelima polisi berusaha lari dari kejaran massa, akan tetapi
kedua brigadir yang menjadi korban gagal meloloskan dirinya sehingga meninggal
dunia dikeroyok oleh massa yang mengganas. Peristiwa ini mengajarkan pada kita
bahwa ternyata setiap pekerjaan memiliki risiko, termasuk menegakkan hukum di
tengah masyarakat, seperti yang dilakukan oleh polisi. Demikian pula tugas
pemberitaan kabar sukacita, tugas ini juga memiliki risiko bagi pengabarnya. Paulus,
contohnya, ia harus menerima risiko sebagai pembawa kabar sukacita ketika
memberitakan Injil di kota Filipi. Sesaat setelah memenangkan iman seorang perempuan
yang bernama Lidia, Paulus kemudian mengusir roh tenung yang ada dalam diri
seorang perempuan yang ingin mengikut Allah. Ternyata, ada para pembesar yang
tidak suka dengan perginya roh tenung itu karena roh itu membawa keuntungan
ekonomi bagi mereka. Inilah yang kemudian membawa Paulus masuk ke penjara. Dan,
sebagaimana kita ketahui kemudian bahwa kekuatan Allah juga nyata atas Paulus
ketika berada di dalam penjara (Kis.16:13-40). Dari dalam penjara, Paulus
menuliskan suratnya pada jemaat yang ada di Filipi, di mana dalam Alkitab kita
disebut dengan kitab Filipi, yang juga menjadi nas firman Tuhan bagi kita pada
saat ini.
Ibu, Bapak, dan Jemaat
yang berbahagia di dalam Kasih Tuhan!
Perhatian Paulus melalui
suratnya pada jemaat di Filipi mencakup berbagai hal. Salah satu di antaranya
adalah soal persekutuan dalam relasinya
dengan tindakan yang benar sebagai umat percaya. Konteks jemaat di kota
Filipi pada saat itu memang tengah mengalami peningkatan setelah kehadiran
Paulus. Banyak umat percaya baru di kota Filipi karena pekerjaan Allah lewat
Roh Kudus yang turun atas Paulus. Dan, pada mereka semua yang baru percaya,
serta pada umat yang telah percaya sebelumnya, Paulus begitu sukacita saat
mengingat mereka. Hal itu terlihat dari doa Paulus pada jemaat di Filipi yang
juga bentuk ungkapan syukurnya (ay.3-5). Tampaknya, Paulus tidak ingin bermegah
atas persekutuan yang kian besar di Filipi. Paulus menyadari bahwa semuanya itu
merupakan pekerjaan Allah, mulai dari sejak awal sampai pada akhirnya di hari
Kristus (ay.6). Paulus kemudian menegaskan mengapa ia meyakini bahwa
persekutuan mereka yang kian berkembang merupakan pekerjaan Allah karena mereka
yang ada di dalam hati Paulus turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang
sama seperti yang diterima olehnya. Sekalipun dalam keadaan yang rumit, harus terpenjara
karena berita Injil, Paulus menjelaskan bahwa ia tidak sangsi untuk meneguhkan
dan membelanya(ay.7). Keteguhan hati Paulus itu seiring dengan kerinduannya
berada di tengah-tengah jemaat (ay.8). Sehingga, Paulus dalam kerinduannya itu
mendoakan agar jemaat di Filipi juga dipenuhi oleh pengetahuan yang benar dan
segala macam pengertian (ay.9). Tujuannya tidak lain agar mereka dapat memilih
yang baik, kemudian menjadi suci dan tak bercacat, penuh kebenaran untuk memuji
dan memuliakan Allah menjelang hari Kristus (ay.10-11).
Ibu, Bapak, dan Jemaat
yang dikasihi oleh Tuhan Yesus!
Dari surat Paulus pada
jemaat di Filipi, kita sebenarnya dapat melihat empat hal yang sedang
ditekankan oleh Paulus, yaitu
1.
Doa merupakan sarana kita
mengucap syukur atas persekutuan yang ada.
Seorang umat percaya
tentu tidak bisa dilepaskan dari umat percaya lainnya. Oleh karenanya, umat
percaya harus menyadari bahwa mereka juga terpanggil dalam suatu persekutuan. Dengan
demikian, maju dan mundurnya suatu persekutuan sangat ditentukan oleh anggota
masing-masing. Karenanya, saling dukung antaranggota dalam suatu persekutuan
menjadi demikian penting. Dukungan antaranggota tidak mungkin terjadi bila
masing-masing anggota tidak saling mengingat kebaikan apa yang sudah terjadi
dalam persekutuan. Untuk itu, tiap anggota harus saling mendoakan sebagai bukti
syukur mereka bahwa persekutuan tetap boleh berlangsung, dan masing-masing
orang masih menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Kita juga dapat
mengembangkan pandangan kita terkait hal ini dalam konteks persekutuan kita di
saat ini yang bernama GKPI. GKPI mengidentifikasi dirinya sebagai persekutuan
umat percaya, persekutuan penyembahan-persembahan, persekutuan imamat rajani. Hal
ini berarti bahwa tiap anggota GKPI itu orang percaya, orang yang menyembah dan
membawa persembahan, serta orang yang menjadi imam. Mereka ini tentu harus
saling mendoakan antara satu dan yang lain. Itulah yang membuktikan bahwa GKPI
merupakan persekutuan pemberitaan Injil. Namun, jika di dalam persekutuan GKPI
ada orang yang tidak saling mendoakan, malah saling menjatuhkan, maka
sesungguhnya persekutuan GKPI itu harus dipertanyakan. Bukan suatu hal yang
tidak mungkin jika karena satu atau lain hal, eksistensi persekutuan GKPI dalam ancaman. Baik itu mungkin karena
perseteruan organisasi antarpelayan, atau juga karena perseteruan antarjemaat
yang disebabkan oleh ego masing-masing. Oleh karena itu, doa merupakan fondasi
kokoh persekutuan umat percaya, termasuk persekutuan GKPI. Dalam iman kita
mengakui, GKPI masih menjadi persekutuan yang ada sampai saat ini tidak lain
karena jemaatnya masih saling mendoakan.
2.
Mengakui pekerjaan Allah
dalam suatu persekutuan.
Pada bagian
sebelumnya dikatakan bahwa maju mundurnya suatu persekutuan sangat tergantung
dari bagaimana anggotanya masing-masing yang saling mendoakan. Hal itu menjadi
sangat benar bila masing-masing anggota menyadari bahwa mereka merupakan sarana
pekerjaan Allah di tengah-tengah persekutuan. Satu hal yang harus disadari oleh
anggota persekutuan adalah menonjolkan diri sendiri di tengah-tengah
persekutuan merupakan awal dari kehancuran persekutuan. Mengapa? Karena,
persekutuan umat percaya itu dibangun oleh pekerjaan Allah, bukan pekerjaan
manusia. Ada banyak gereja yang mengalami konflik, bahkan di tengah masa Advent
dan Natal yang menjelang tidak lama lagi, disebabkan karena satu atau beberapa
individu yang secara sengaja menonjolkan dirinya. Mungkin juga hal ini terjadi
di tengah persekutuan GKPI. Oleh karena itu, kita sebagai bagian dari
persekutuan itu melalui minggu Advent pada saat ini harus benar-benar
merenungkan akan pekerjaan Allah di tengah-tengah persekutuan kita. Apakah kita
telah membiarkan Allah bekerja di tengah-tengah persekutuan kita, sehingga kita
dapat mengakui bahwa Dia-lah yang menghidupkan persekutuan itu? Atau,
jangan-jangan, sesungguhnya kita tengah berusaha memunculkan pekerjaan kita
sehingga menutup pekerjaan Allah atas persekutuan kita?
3.
Loyalitas menempuh risiko
dalam menyampaikan Berita Injil
Dalam suatu
persekutuan, tentu harus ada Berita Injil yang disampaikan. Layaknya Paulus
yang dengan teguh membela Berita Injil di hadapan mereka yang dimabukkan oleh
roh tenung, kita juga tentu harus mengambil sikap loyal dalam menyampaikan
Berita Injil sekalipun penuh risiko. Tentu, Berita Injil tidak hanya firman
Tuhan yang tertulis di Alkitab saja, tetapi juga Berita Injil adalah segenap
gerak dan perbuatan kita yang mencerminkan firman Allah dalam diri kita. Ini
berarti umat percaya sebagai anggota persekutuan harus mencerminkan firman
Tuhan di dalam kehidupannya. Tidak berkompromi dengan hal yang jahat merupakan
bentuknya. Mulai dari bentuk terkecil, yaitu tidak membuang sampah sembarangan,
sampai mengambil bentuk yang terbesar, yaitu: merampas hak orang lain demi
kepentingan pribadi. Kita dapat menyatakan loyalitas itu dalam berbagai profesi
yang kita geluti, seperti yang disaksikan oleh Martin Luther, bagaimana seorang
penjahit maupun tukang kebun dapat menunjukkan keimamannya melalui
pekerjaannya. Melalui minggu Advent-II saat ini, warga GKPI kembali diajak
untuk merenungkan sudah seberapa jauh loyalitas kita dalam pemberitaan Injil? Mari
kita melakukan yang baik dalam hidup ini selagi napas masih ada dianugerahkan
Tuhan atas kita. Martin Luther mengatakan “sekalipun dunia akan runtuh, aku
tetap akan menanam pohon apel”. Kalimat ini menunjukkan bahwa bagi Martin
Luther dalam berbagai kesempatan yang ada, kita harus melakukan hal yang baik
dalam hidup ini. Itulah loyalitas menyampaikan Injil.
4.
Sikap umat percaya dalam
menyambut hari Tuhan
Sikap yang
dimaksudkan Paulus di sini merupakan sikap yang didasarkan oleh pengetahuan
yang benar dan berbagai pengertian. Hari Tuhan tentu harus dipahami dengan
benar dan berbagai pengertian sehingga kita tidak menjadi sesat. Dengan
memahami dengan benar serta didukung oleh berbagai pengertian akan hari Tuhan,
kita akan dengan bijaksana menyambutnya. Hari Tuhan bisa dipahami dengan
kedatangan Tuhan kedua kali di dunia kita ini. Namun, tidak seorang pun yang
mengetahui kapan hari itu akan tiba. Hari Tuhan juga dapat kita pahami
bagaimana Tuhan menghampiri kita untuk membawa kita masuk Kerajaan-Nya lewat
kematian dan kebangkitan-Nya. Sehingga, ketika sudah saatnya kita menghadap
Tuhan di hari itu, kita sudah siap dengan tidak bercacat dan suci. Inilah yang
juga penting kita renungkan dalam minggu Advent-II pada saat ini.
Kita harus mengakui
Natal tidak akan bermakna tanpa Advent. Kedatangan Juruselamat melalui
kelahiran Yesus tentu tidak akan bermakna jika tidak ada janji keselamatan akan
datangnya Penebus. Melalui janji keselamatan dan penantian akan penggenapannya
itulah harapan kita menjadi tidak sia-sia. Ada kepastian yang telah dijanjikan.
Tema ibadah kita pada saat ini berfokus pada penekanan Paulus yang keempat,
tapi tidak bisa dilepaskan dari tiga penekanan sebelumnya. Untuk itu,
kita-jemaat masa kini- dalam minggu Advent-II dibawa pada perenungan akan
kesiapan kita menyambut hari Tuhan. Siapkah kita menyambut Dia datang kembali?
Siapkah kita menyambut Dia yang menghampiri kita? Atau kita menjadi gentar
karena dosa kita? Sebagaimana kedatangan Mesias, dalam rupa kelahiran Yesus
sekitar 2.000 tahun lalu, yang disambut dengan antusisas, kita juga menantikan
hari Tuhan itu dengan penuh antusias bukan dengan rasa kekhawatiran. Karena,
cepat atau lambat Tuhan akan menyelamatkan kita dari dunia yang penuh dengan
dosa ini. Dan, bila itu terjadi, berdasarkan pemahaman yang benar dan
pengertian yang kita terima selama ini, kita ditemukan-Nya tidak bercacat dan
kudus. Dengan demikian, kita dapat dibenarkan oleh kasih anugerah-Nya sehingga
kita beroleh selamat.
Ibu, Bapak, dan Jemaat
yang dipersekutukan oleh Kristus!
Inilah firman Tuhan bagi
kita pada saat ini. Biarlah kita, melalui persekutuan kita ini, menyambut hari
Tuhan dengan antusias. Sembari menanti hari Tuhan tiba, marilah kita tetap
saling mendoakan, saling merendahkan diri di hadapan Tuhan, menjadi pemberita
Injil, sehingga kita mendapatkan pemahaman dan pengertian yang benar. Dengan
demikian, biarlah oleh kemurahan Allah, kita ditemukan oleh-Nya pada hari Tuhan
nanti dengan tanpa cacat dan suci. Selamat menyambut hari Tuhan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar