Sabtu, 05 Desember 2015

Suci Tak Bercacat Menjelang Hari Kristus

Filipi 1:3-13 (Khotbah Minggu Advent-II, GKPI JKJK)

Lukisan Paulus karya Bartolo Montagna (1450-1523)

Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Mungkin masih segar dalam ingatan kita bagaimana dua orang polisi di Deliserdang, Brigadir Richardo Sitorus dan Brigadir Siregar, gugur dalam menjalankan tugas pada 26 Februari 2012. Para korban ini tentu tidak menyangka kalau pada hari Minggu itu, sekitar jam 8 malam, akan menjadi akhir dari tugas mereka dalam menjaga keamanan di tengah masyarakat. Semua peristiwa naas ini berawal ketika kedua polisi malang itu turut ke dalam 5 rombongan tim yang ingin mengamankan seorang bandar judi di daerah Perumahan Bumi Tuntungan Sejahtera, Deliserdang-Sumut. Di luar dugaan, bandar judi itu malah meneriaki kelima polisi itu, Maling! Warga yang mendengar teriakan itu langsung berkerumun menyerang kelima polisi yang berpakaian bebas. Kelima polisi berusaha lari dari kejaran massa, akan tetapi kedua brigadir yang menjadi korban gagal meloloskan dirinya sehingga meninggal dunia dikeroyok oleh massa yang mengganas. Peristiwa ini mengajarkan pada kita bahwa ternyata setiap pekerjaan memiliki risiko, termasuk menegakkan hukum di tengah masyarakat, seperti yang dilakukan oleh polisi. Demikian pula tugas pemberitaan kabar sukacita, tugas ini juga memiliki risiko bagi pengabarnya. Paulus, contohnya, ia harus menerima risiko sebagai pembawa kabar sukacita ketika memberitakan Injil di kota Filipi. Sesaat setelah memenangkan iman seorang perempuan yang bernama Lidia, Paulus kemudian mengusir roh tenung yang ada dalam diri seorang perempuan yang ingin mengikut Allah. Ternyata, ada para pembesar yang tidak suka dengan perginya roh tenung itu karena roh itu membawa keuntungan ekonomi bagi mereka. Inilah yang kemudian membawa Paulus masuk ke penjara. Dan, sebagaimana kita ketahui kemudian bahwa kekuatan Allah juga nyata atas Paulus ketika berada di dalam penjara (Kis.16:13-40). Dari dalam penjara, Paulus menuliskan suratnya pada jemaat yang ada di Filipi, di mana dalam Alkitab kita disebut dengan kitab Filipi, yang juga menjadi nas firman Tuhan bagi kita pada saat ini.
Ibu, Bapak, dan Jemaat yang berbahagia di dalam Kasih Tuhan!
Perhatian Paulus melalui suratnya pada jemaat di Filipi mencakup berbagai hal. Salah satu di antaranya adalah soal persekutuan dalam relasinya dengan tindakan yang benar sebagai umat percaya. Konteks jemaat di kota Filipi pada saat itu memang tengah mengalami peningkatan setelah kehadiran Paulus. Banyak umat percaya baru di kota Filipi karena pekerjaan Allah lewat Roh Kudus yang turun atas Paulus. Dan, pada mereka semua yang baru percaya, serta pada umat yang telah percaya sebelumnya, Paulus begitu sukacita saat mengingat mereka. Hal itu terlihat dari doa Paulus pada jemaat di Filipi yang juga bentuk ungkapan syukurnya (ay.3-5). Tampaknya, Paulus tidak ingin bermegah atas persekutuan yang kian besar di Filipi. Paulus menyadari bahwa semuanya itu merupakan pekerjaan Allah, mulai dari sejak awal sampai pada akhirnya di hari Kristus (ay.6). Paulus kemudian menegaskan mengapa ia meyakini bahwa persekutuan mereka yang kian berkembang merupakan pekerjaan Allah karena mereka yang ada di dalam hati Paulus turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang sama seperti yang diterima olehnya. Sekalipun dalam keadaan yang rumit, harus terpenjara karena berita Injil, Paulus menjelaskan bahwa ia tidak sangsi untuk meneguhkan dan membelanya(ay.7). Keteguhan hati Paulus itu seiring dengan kerinduannya berada di tengah-tengah jemaat (ay.8). Sehingga, Paulus dalam kerinduannya itu mendoakan agar jemaat di Filipi juga dipenuhi oleh pengetahuan yang benar dan segala macam pengertian (ay.9). Tujuannya tidak lain agar mereka dapat memilih yang baik, kemudian menjadi suci dan tak bercacat, penuh kebenaran untuk memuji dan memuliakan Allah menjelang hari Kristus (ay.10-11).
Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus!
Dari surat Paulus pada jemaat di Filipi, kita sebenarnya dapat melihat empat hal yang sedang ditekankan oleh Paulus, yaitu
1.     Doa merupakan sarana kita mengucap syukur atas persekutuan yang ada.
Seorang umat percaya tentu tidak bisa dilepaskan dari umat percaya lainnya. Oleh karenanya, umat percaya harus menyadari bahwa mereka juga terpanggil dalam suatu persekutuan. Dengan demikian, maju dan mundurnya suatu persekutuan sangat ditentukan oleh anggota masing-masing. Karenanya, saling dukung antaranggota dalam suatu persekutuan menjadi demikian penting. Dukungan antaranggota tidak mungkin terjadi bila masing-masing anggota tidak saling mengingat kebaikan apa yang sudah terjadi dalam persekutuan. Untuk itu, tiap anggota harus saling mendoakan sebagai bukti syukur mereka bahwa persekutuan tetap boleh berlangsung, dan masing-masing orang masih menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Kita juga dapat mengembangkan pandangan kita terkait hal ini dalam konteks persekutuan kita di saat ini yang bernama GKPI. GKPI mengidentifikasi dirinya sebagai persekutuan umat percaya, persekutuan penyembahan-persembahan, persekutuan imamat rajani. Hal ini berarti bahwa tiap anggota GKPI itu orang percaya, orang yang menyembah dan membawa persembahan, serta orang yang menjadi imam. Mereka ini tentu harus saling mendoakan antara satu dan yang lain. Itulah yang membuktikan bahwa GKPI merupakan persekutuan pemberitaan Injil. Namun, jika di dalam persekutuan GKPI ada orang yang tidak saling mendoakan, malah saling menjatuhkan, maka sesungguhnya persekutuan GKPI itu harus dipertanyakan. Bukan suatu hal yang tidak mungkin jika karena satu atau lain hal, eksistensi persekutuan GKPI  dalam ancaman. Baik itu mungkin karena perseteruan organisasi antarpelayan, atau juga karena perseteruan antarjemaat yang disebabkan oleh ego masing-masing. Oleh karena itu, doa merupakan fondasi kokoh persekutuan umat percaya, termasuk persekutuan GKPI. Dalam iman kita mengakui, GKPI masih menjadi persekutuan yang ada sampai saat ini tidak lain karena jemaatnya masih saling mendoakan.
2.     Mengakui pekerjaan Allah dalam suatu persekutuan.
Pada bagian sebelumnya dikatakan bahwa maju mundurnya suatu persekutuan sangat tergantung dari bagaimana anggotanya masing-masing yang saling mendoakan. Hal itu menjadi sangat benar bila masing-masing anggota menyadari bahwa mereka merupakan sarana pekerjaan Allah di tengah-tengah persekutuan. Satu hal yang harus disadari oleh anggota persekutuan adalah menonjolkan diri sendiri di tengah-tengah persekutuan merupakan awal dari kehancuran persekutuan. Mengapa? Karena, persekutuan umat percaya itu dibangun oleh pekerjaan Allah, bukan pekerjaan manusia. Ada banyak gereja yang mengalami konflik, bahkan di tengah masa Advent dan Natal yang menjelang tidak lama lagi, disebabkan karena satu atau beberapa individu yang secara sengaja menonjolkan dirinya. Mungkin juga hal ini terjadi di tengah persekutuan GKPI. Oleh karena itu, kita sebagai bagian dari persekutuan itu melalui minggu Advent pada saat ini harus benar-benar merenungkan akan pekerjaan Allah di tengah-tengah persekutuan kita. Apakah kita telah membiarkan Allah bekerja di tengah-tengah persekutuan kita, sehingga kita dapat mengakui bahwa Dia-lah yang menghidupkan persekutuan itu? Atau, jangan-jangan, sesungguhnya kita tengah berusaha memunculkan pekerjaan kita sehingga menutup pekerjaan Allah atas persekutuan kita?
3.     Loyalitas menempuh risiko dalam menyampaikan Berita Injil
Dalam suatu persekutuan, tentu harus ada Berita Injil yang disampaikan. Layaknya Paulus yang dengan teguh membela Berita Injil di hadapan mereka yang dimabukkan oleh roh tenung, kita juga tentu harus mengambil sikap loyal dalam menyampaikan Berita Injil sekalipun penuh risiko. Tentu, Berita Injil tidak hanya firman Tuhan yang tertulis di Alkitab saja, tetapi juga Berita Injil adalah segenap gerak dan perbuatan kita yang mencerminkan firman Allah dalam diri kita. Ini berarti umat percaya sebagai anggota persekutuan harus mencerminkan firman Tuhan di dalam kehidupannya. Tidak berkompromi dengan hal yang jahat merupakan bentuknya. Mulai dari bentuk terkecil, yaitu tidak membuang sampah sembarangan, sampai mengambil bentuk yang terbesar, yaitu: merampas hak orang lain demi kepentingan pribadi. Kita dapat menyatakan loyalitas itu dalam berbagai profesi yang kita geluti, seperti yang disaksikan oleh Martin Luther, bagaimana seorang penjahit maupun tukang kebun dapat menunjukkan keimamannya melalui pekerjaannya. Melalui minggu Advent-II saat ini, warga GKPI kembali diajak untuk merenungkan sudah seberapa jauh loyalitas kita dalam pemberitaan Injil? Mari kita melakukan yang baik dalam hidup ini selagi napas masih ada dianugerahkan Tuhan atas kita. Martin Luther mengatakan “sekalipun dunia akan runtuh, aku tetap akan menanam pohon apel”. Kalimat ini menunjukkan bahwa bagi Martin Luther dalam berbagai kesempatan yang ada, kita harus melakukan hal yang baik dalam hidup ini. Itulah loyalitas menyampaikan Injil.
4.     Sikap umat percaya dalam menyambut hari Tuhan
Sikap yang dimaksudkan Paulus di sini merupakan sikap yang didasarkan oleh pengetahuan yang benar dan berbagai pengertian. Hari Tuhan tentu harus dipahami dengan benar dan berbagai pengertian sehingga kita tidak menjadi sesat. Dengan memahami dengan benar serta didukung oleh berbagai pengertian akan hari Tuhan, kita akan dengan bijaksana menyambutnya. Hari Tuhan bisa dipahami dengan kedatangan Tuhan kedua kali di dunia kita ini. Namun, tidak seorang pun yang mengetahui kapan hari itu akan tiba. Hari Tuhan juga dapat kita pahami bagaimana Tuhan menghampiri kita untuk membawa kita masuk Kerajaan-Nya lewat kematian dan kebangkitan-Nya. Sehingga, ketika sudah saatnya kita menghadap Tuhan di hari itu, kita sudah siap dengan tidak bercacat dan suci. Inilah yang juga penting kita renungkan dalam minggu Advent-II pada saat ini.
Kita harus mengakui Natal tidak akan bermakna tanpa Advent. Kedatangan Juruselamat melalui kelahiran Yesus tentu tidak akan bermakna jika tidak ada janji keselamatan akan datangnya Penebus. Melalui janji keselamatan dan penantian akan penggenapannya itulah harapan kita menjadi tidak sia-sia. Ada kepastian yang telah dijanjikan. Tema ibadah kita pada saat ini berfokus pada penekanan Paulus yang keempat, tapi tidak bisa dilepaskan dari tiga penekanan sebelumnya. Untuk itu, kita-jemaat masa kini- dalam minggu Advent-II dibawa pada perenungan akan kesiapan kita menyambut hari Tuhan. Siapkah kita menyambut Dia datang kembali? Siapkah kita menyambut Dia yang menghampiri kita? Atau kita menjadi gentar karena dosa kita? Sebagaimana kedatangan Mesias, dalam rupa kelahiran Yesus sekitar 2.000 tahun lalu, yang disambut dengan antusisas, kita juga menantikan hari Tuhan itu dengan penuh antusias bukan dengan rasa kekhawatiran. Karena, cepat atau lambat Tuhan akan menyelamatkan kita dari dunia yang penuh dengan dosa ini. Dan, bila itu terjadi, berdasarkan pemahaman yang benar dan pengertian yang kita terima selama ini, kita ditemukan-Nya tidak bercacat dan kudus. Dengan demikian, kita dapat dibenarkan oleh kasih anugerah-Nya sehingga kita beroleh selamat.
Ibu, Bapak, dan Jemaat yang dipersekutukan oleh Kristus!
Inilah firman Tuhan bagi kita pada saat ini. Biarlah kita, melalui persekutuan kita ini, menyambut hari Tuhan dengan antusias. Sembari menanti hari Tuhan tiba, marilah kita tetap saling mendoakan, saling merendahkan diri di hadapan Tuhan, menjadi pemberita Injil, sehingga kita mendapatkan pemahaman dan pengertian yang benar. Dengan demikian, biarlah oleh kemurahan Allah, kita ditemukan oleh-Nya pada hari Tuhan nanti dengan tanpa cacat dan suci. Selamat menyambut hari Tuhan! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar