Rabu, 23 Maret 2011

13 Maret 2011 : Kongkow Kang Rahmat, "Menjembatani Perbedaan"

Ketika sedang beribadah minggu di gereja, saya mendapatkan sms dari Kang Rahmat. Kang Rahmat adalah sapaan akrab dari teman kuliah saya di Program Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP UI. Nama aslinya adalah Rahmatullah. Dia meminta bantuan saya, agar diperkenankan menginap di kost-an, sampai besok kuliah. Spontan ketika membaca sms itu langsung saya balas : "Dengan senang hati". Saya sangat senang mendapatkan kabar bahwa Kang Rahmat ingin berkunjung. Bagi saya, Kang Rahmat sudah bagaikan saudara. Dia sering memberi saya motivasi dan tidak sungkan membantu saya ketika berada di dalam masalah. Kami janjian untuk bertemu di jalan Margonda-Depok, saat sore hari.

Tubuh kecil dan senyum yang khas menyambut jemputan saya. Dengan akrab Kang Rahmat memijat pundak saya, dan berkata : "Maaf merepotkan". Karena penasaran dengan kunjungan mendadak ini, ketika berada di kost-an, saya memberanikan diri bertanya maksud kedatangan Kang Rahmat di Depok pada hari Minggu. Wajar jikalau saya penasaran, karena di semester baru ini, Kang Rahmat telah menjadi salah satu abdi pemerintah di kota Banten. Seyogianya besok Senin adalah hari kerja seorang pegawai negeri. Kang Rahmat dengan ramah menjawab bahwa dia ada urusan di kampus, sehingga khusus untuk Senin besok minta izin tidak masuk kuliah dengan atasan tempat dia bekerja.

Sebenarnya saya ingin mengajak Kang Rahmat makan malam. Akan tetapi dari raut wajahnya, saya melihat dia begitu kelelahan. Saya memaklumi hal tersebut, karena jarak Banten-Depok jikalau ditempuh dengan transportasi darat secara normal berkisar antara 3-4 jam. Ketika Kang Rahmat tidur, saya pun makan malam sendirian. Keesokan harinya, ketika sedang mengaktifkan Facebook, saya melihat di pengingat hari ulang tahun, ada nama "Rahmatullah Elmusri". Sontak saya kaget dan memberikan selamat ulang tahun kepada Kang Rahmat. Dia menyambut salam saya dengan tersipu malu.

Beberapa saat kemudian kami bercerita, sampai pada diskusi mengenai peristiwa Cikeusik 13 Februari 2011. Menurut Kang Rahmat, umat Muslim di Banten khususnya di Cikeusik bukanlah masyarakat yang berperilaku destruktif. Kejadian di Cikeusik menurut Kang Rahmat telah sama-sama dipersiapkan oleh pihak Ahmadiyah dan pihak fundamental secara sengaja. Kang Rahmat enggan berkomentar jauh mengenai doktrin maupun dogma yang menjadi dasar pertempuran berdarah tersebut. Baginya ada unsur politis yang khas di belakang peristiwa ini. Kalaupun harus ditanyakan pendapatnya secara pribadi mengenai jemaah Ahmadiyah, menurut Kang Rahmat mereka adalah sesat. Dari kacamata umat Muslim memang mereka sesat, namun ditambahkan Kang Rahmat, seharusnya umat Muslim tidak perlu anarkis menanggapi isu Ahmadiyah. Kang Rahmat setuju jikalau Ahmadiyah tetap ada, asalkan jangan mengatasnamakan diri sebagai Islam. Lebih baik dipisahkan secara baik-baik.

Saya merasa salut dengan pendapat dari Kang Rahmat. Dalam kacamata saya selama ini, umat Muslim di Banten sangat fundamental. Namun, apa yang saya dengar dan saksikan hari ini begitu berbeda. Saya memberanikan diri bertanya mengenai perbedaan "sterotupe" ini. Dengan rendah hati Kang Rahmat bercerita, bahwa dia begitu meneladani sosok seorang ayah. Ayah Kang Rahmat pada masa hidupnya senang membaca sehingga wawasannya begitu luas. Itulah yang membuat terkadang pemikiran keluarga Kang Rahmat pada masa itu dianggap aneh oleh tetangga sekitar. Hal itu kemudian turun ke diri Kang Rahmat.

Agar tidak salah paham, saya meluruskan pandangan saya. Sebelum belajar teologi dan sosiologi agama, saya menganggap bahwa semua umat Muslim adalah sama fundamentalnya. Namun, saya salah. Di setiap agama pasti ada yang beraliran fundamental. Saat ini saya menganggap agama Islam adalah agama damai, karena secara etimologi, kata Islam berasal dari kata Salam yang berarti damai. Saya juga mengenal wajah Islam yang damai dari teman-teman Muslim di Jaringan Islam Liberal (JIL). Mereka (JIL) begitu santun dan mencerminkan sosok seorang Muslim yang sangat humanis dan jauh dari kekerasan bahkan label teroris. Oleh karena JIL juga, saya mengenal jauh budaya Islam yang indah dan damai. Kang Rahmat menanggapi pernyataan saya, bahwa JIL memiliki sisi positif bagi umat Islam. Namun kritik Kang Rahmat adalah ketika JIL berusaha melawan kaum fundamental Muslim akan tetapi tanpa sadar mereka melakukannya secara fundamental pula. "Tidak ada bedanya dengan kaum fundamental",terang Kang Rahmat. JIL seharusnya konsisten dengan wajah damainya seperti ideologi mereka, tambah Kang Rahmat.

Secara jujur Kang Rahmat mengatakan bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk tidak bersahabat, tidak berteman sehingga menciptakan batasan-batasan yang sentimental. Perbedaan harus dipandang sebagai suatu keanekaragaman untuk memperindah persatuan. Segala hal tentang perbedaan harus bisa dijembatani tanpa harus mengubah keyakinan. Sebagai seorang teolog berhaluan liberal, walaupun saya merasa kurang puas dengan komitmen Kang Rahmat mengenai Ahmadiyah, namun saya sangat menyambut gembira pemikirannya yang terbuka. Hal tersebut adalah awal yang baik untuk menghapus diskriminasi dan titik tolak mendorong nilai persatuan serta kesatuan bangsa Indonesia. Sayang "kongkow" kami tidak berlangsung lama, karena saya mendapatkan kabar buruk dari Salatiga. Perhatian saya teralihkan di "handphone" selama hampir satu jam lebih. Karena sama-sama ada urusan yang mendesak, akhirnya kami berpisah di FISIP UI. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan atas kesempatan "kongkow" bareng Kang Rahmat. Selamat Ulang Tahun ke-28, Kang Rahmat. Tetap berikan yang terbaik bagi bangsa kita ini. Semoga semua elemen bangsa ini berpikiran yang sama dengan Kang Rahmat untuk menjembatani segala perbedaan yang ada.

2 komentar:

  1. Jujur saya tidak menyangka obrolan 2 bulan lalu pak theo abadikan, bagi saya ini adalah sebentuk hadiah ulang tahun yang amat berharga...semoga ada waktu lagi untuk "Kongkow"

    BalasHapus
  2. tentunya saya akan menyambut gembira apabila saat itu, pak rahmat..

    BalasHapus