Senin, 14 Juni 2010

Teori Sosial Klasik





keterangan gambar :

Gambar 1 : Max Weber
Gambar 2 : Emile Durkheim
Gambar 3 : Karl Marx

Karl Marx


Untuk membahas Karl Marx, saya rasa cukup penting untuk mengetahui sekilas mengenai latar belakangnya. Karl Marx lahir di Trier, Prussia, pada tanggal 5 Mei 1818. Ayahnya adalah seorang pengacara yang kerap memberikan nuansa kelas dalam keluarga. Latar belakang kedua orangtuanya adalah keluarga Rabi yang taat, namun karena alasan politis beralih ke Lutheran. Banyak kalangan yang mengatakan, untuk mengerti pemikiran Marx harus terlebih dahulu memahami filsuf Jerman G.W.F. Hegel, terutama gagasan tentang filsafat dialektis. Dalam model dialektis sebenarnya ada lima unsur yang ditekankan, yaitu fakta-nilai; hubungan timbal balik; masa lalu,masa sekarang,masa depan; tidak ada yang tidak dapat dielakan; dan aktor-struktur. Mengenai nilai sosial, dia tidak dapat dipisahkan dari fakta sosial. Oleh sebab itu, dalam keterkaitan antara fakta-fakta dan nilai-nilai, fenomena sosial sarat dengan value laden. Pada hal kedua dalam analisis dialektis, hubungan timbal balik dipahami sebagai suatu faktor yang berpengaruh / turut mempengaruhi faktor yang lain.
Hal ketiga mengenai masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Maksudnya adalah manusia merupakan seseorang yang menciptakan sejarah, yang mempengaruhi kehidupan mereka di saat ini dalam menentukan keadaan mereka di masa depan. Hal keempat, mengenai tidak ada yang tidak dapat dielakan, maksudnya adalah fenomena sosial selalu menghasilkan aksi dan reaksi, oleh karena itu partispasi harus nyata di dalamnya. Hal ini dicontohkan Marx dengan keikutsertaan masyarakat dalam perjuangan kelas lebih baik dan menghasilkan sesuatu daripada menunggu hasil dengan pasif. Mengenai aktor dan struktur, sebenarnya Marx mengelaborasi pendekatan dialektisnya dari masa lalu, masa sekarang dan masa depan ke dalam skala yang besar dalam level analisnya.
Saya merasa perlu mencantumkan metode dialektika yang dikembangkan Marx karena nantinya dalam analisa terhadap kelas-kelas sosial, Marx beranjak dari pendekatan metode ini. Dari hasil pengamatan Marx, struktur-struktur masyarakat kapitalis telah menciptakan alienasi (keterasingan). Dijelaskannya lebih lanjut, bahwa masyarakat tidak lagi bekerja sebagai sebuah ekspresi dari tujuan, karena masyarakat bekerja berdasarkan tujuan kapitalis yang memberi upah. Alienasi juga tidak dirasakan dalam hubungan masyarakat dengan sistem kapitalis, malahan alienasi terjadi dalam sistem hubungan masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena terjadi persaingan yang menyebabkan kesenjangan dalam masyarakat.
Pada masa Marx berada, Eropa tengah mengalami peningkatan industrialisme yang pesat. Analisisnya terhadap alienasi merupakan respons terhadap perubahan ekonomis, sosial, dan politis yang terlihat di sekitarnya. Ini merupakan dampak dari struktur sosial yang diciptakan masyarakat kapitalisme. Menurut Marx, kapitalisme adalah sistem ekonomi dimana sejumlah besar pekerja yang hanya memiliki sedikit hak milik, memproduksi komoditas-komoditas demi keuntungan sejumlah kecil para kapitalis. Paling penting lagi, bagi Marx, kapitalisme adalah sistem kekuasaan. Jadi orang kapitalis merupakan orang yang memiliki alat produksi dan mereka yang memberi upah kepada proletariat. Proletariat atau proletar sendiri adalah para pekerja yang menjual kerja mereka dan mereka yang tidak memiliki alat produksi. Para proletar ini dieksploitasi untuk tujuan produksi, tidak jarang terjadi pemaksaan, dimana menurut Marx hal ini merupakan suatu kekerasan. Para pekerja menjadi buruh-buruh bebas yang membuat kontrak dengan pihak kapitalis. Mereka ini harus menaati peraturan, karena kalau tidak akan digantikan dengan pekerja bebas lainnya (istilah Marx : tentara cadangan).
Karl Marx mengemukakan poin penting lainnya tentang kapital, bahwa kapitalisme selalu didorong oleh kompetisi yang tiada henti. Tendensi konstan kapitalis adalah untuk memaksa ongkos kembali (setidaknya balik modal). Dalam hal inilah Marx melihat terciptanya konflik antar kelas, dimana baginya sebuah kelas benar-benar eksis hanya ketika mereka menyadari sedang berkonflik dengan kelas-kelas lain. Kelas bagi Marx diidentifikasikan sebagai potensi konflik, yang terbagi menjadi dua bagian yaitu borjuis dan proletar (bandingkan pada bagian proletariat). Dalam mengelaborasi teorinya Marx melihat materialisme sebagai hal yang penting dalam relasi produksi dengan wilayah-wilayah kekuatan materialisme produksi.


Emile Durkheim

Emile Durkheim lahir di Epinal, 15 April 1958, Perancis. Walaupun terlahir dari keluarga rabi, tetapi Durkheim memutuskan untuk memilih dunia akademika yang jauh dari nuansa kerabian. Dalam kajian teori sosiologi klasik, Durkheim berusaha melepaskan sosiologi dari dunia filsafat. Alasannya adalah penjelasan filsafat mengenai empirisme dan apriorisme, tidak berlaku karena secara alamiah, manusia yang baru saja lahir dari dunia sama sekali tidak terikat dengan kategori tersebut. Durkheim berpendapat bahwa pengetahuan manusia bukanlah hasil pengalamannya sendiri dan bukan pula karena kategori yang telah dimiliki sejak lahir yang dapat dipakai untuk memilah-milah pengalaman. Sebenarnya kategori-kategori tersebut adalah ciptaan masyarakat, yang merupakan representatif kolektif.
Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat dan memberi kejelasan, secara singkat Durkheim menjelaskan mengenai fakta sosial. Fakta sosial terdiri dari struktur sosial, norma budaya dan nilai yang berada di luar dan memaksa para aktor. Lebih jelas diterangkannya, fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri sendiri sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan fakta sosial adalah cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat dan pda saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi individual. Dari penjelasan ini, sebenarnya Durkheim ingin mengatakan bahwa ada dua definisi untuk fakta sosial yaitu, pertama fakta sosial merupakan pengalaman sebagai sebuah paksaan eksternal dan bukannya dorongan internal; kedua, fakta sosial umum meliputi seluruh masyarakat dan tidak terikat pada individu partikular apapun.
Durkheim membedakan dua ranah fakta sosial, yaitu materil dan non materil. Yang termasuk fakta sosial materil seperti gaya arsitektur, bentuk teknologi, hukum dan perundang-undangan; sedangkan fakta sosial non materil adalah kekuatan moral. Dalam penjabarannya, fakta non materil meliputi moralitas, kesadaran kolektif, representatif kolektif maupun arus sosial. Hal penting yang harus dicatat dari Durkheim adalah mengenai solidaritas mekanis dan organis. Perubahan dalam pembagian kerja memiliki implikasi yang sangat besar bagi struktur masyarakat. Masyarakat yang ditandai dengan solidaritas mekanis menajadi satu dan padu karena seluruh orangnya adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat seperti ini terjadi karena mereka terlibat dalam aktivitas dan tanggungjawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru dengan perbedaan yang ada di dalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggungjawab berbeda-beda.

Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif. Sebaliknya bagi masyarakat solidaritas organis dibentuk oleh hukum restitutif. Bergeser mengenai bukunya The Elementary Forms of Religious Life, Durkheim membedakan teori mengenai agama ke dalam sakral dan profan. Yang sakral tercipta melalu ritual-ritual yang mengubah masyarakat menjadi simbol-simbol religius yang mengikat individu dan suatu kelompok, dan segala sesuatu di luar itu disebutnya dengan istilah profan. Di sini memang terlihat tidak ada kaitan antara masyarakat dengan agama, tetapi di sinilah letak kecerdasan Durkheim, dimana dia melihat suatu keterkaitan di dalam semangat kolektif.


Max Weber

Max Weber lahir di Erfurt, 21 April 1864, Jerman. Ayahnya merupakan seorang birokrat dengan posisi politik yang relatif penting. Sedangkan ibunya merupakan seorang Calvinis yang taat dan tidak mau terlibat dengan kepentingan kehidupan di dunia. Konsep Weber dalam mendekati realitas masyarakat adalah Verstehen atau pemahaman. Yang menjadi kunci dalam konsep Verstehen ini adalah apakah konsep ini dapat diterapkan secara pas pada kondisi subjektif aktor individual atau pada aspek subjektif unit analisis skala besar. Dampaknya adalah adanya berbagai penafsiran mengenai Verstehen oleh berbagai kalangan. Hal ini sebenarnya mengindikasikan bahwa kita harus mengidentifikasi pemahaman tindakan dan mengenali konteks yang melingkupinya.
Aspek lain dari metodologi Weber adalah kausalitas, dalam pengertian kemungkinan suatu peristiwa diikuti atau disertai oleh peristiwa lainnya. Weber cukup jelas ketika membicarakan isu keragaman kausalitas dalam studinya tentang hubungan antara Protestanisme dengan semangat Kapitalisme. Yang perlu diingat dalam pemikiran Weber tentang kausalitas adalah keyakinan dia bahwa karena kita dapat memiliki pemahaman khusus tentang kehidupan sosial (verstehen), pengetahuan kausal atas ilmu-ilmu sosial berbeda dengan pengetahuan kausal tentang ilmu-ilmu alam.
Sumbangan berharga Weber terhadap teori klasik adalah mengenai tipe-tipe ideal, dimana merupakan perangkat heuristik yang berguna dan membantu dalam melakukan penelitian empiris dan dalam memahami aspek tertentu dari dunia sosial (bisa dalam pengertian tolak ukur ataupun standar pembanding). Dalam perkembangannya, Max Weber sampai pada pemahaman mengenai tindakan sosial. Teori tindakan sosial ini difokuskan lebih kepada individu dan bukan pada kolektivitas. Tindakan dalam orientasi perilaku yang dapat dipahami secara subjektif hanya hadir sebagai perilaku seorang atau beberapa orang individu.
Weber mengakui bahwa untuk beberapa tujuan kita mungkin harus memperlakukan kolektivitas sebagai individu; namun untuk menafsirkan tindakan subjektif dalam karya sosiologi, kolektivitas ini harus diperlakukan semata-mata sebagai resultan dan mode organisasi dari tindakan individu tertentu, karena semua itu dapat diperlakukan sebagai “agen” dalam tindakan yang dipahami secara subjektif. Dalam pembahasannya mengenai kelas, Weber memulainya dari kelas, dimana Weber berpegang pada konsep orientasi tindakannya dengan menyatakan bahwa kelas bukanlah komunitas; kelas adalah sekelompok orang yang situasi bersama mereka dapat menjadi (kadang-kadang seringkali) basis tindakan kelompok.
Weber bukanlah seorang politisi radikal, meskipun hampir sama kritisnya dengan Karl Marx, ia tetap tidak mendukung revolusi. Weber ingin mengubah masyarakat secara gradual, bukan menghancurkan. Mengenai alternatif lain dalam perubahan masyarakat, menurut Weber tidak ada lagi selain birokrasi atau dilentanisme (pengetahuan yang dangkal tentang suatu bidang administrasi). Yang paling penting dalam sejarah pemikiran Weber adalah kaitan antara agama dan kelahiran kapitalisme. Karya Weber mengenai agama dan kapitalisme mencakup sejarah lintas budaya, yang dapat diringkaskan sebagai berikut :
1. Kekuatan ekonomi mempengaruhi agama Protestan;
2. Kekuatan ekonomi mempengaruhi agama selain Protestan, seperti Hinduisme, Konfusianisme dan Taotisme;
3. Gagasan-gagasan agama mempengaruhi pikiran dan tindakan individu, khususnya pikiran dan tindakan ekonomi;
4. Sistem gagasan agama meninggalkan pengaruh yang tidak sedikit di seluruh dunia;
5. Sistem gagasan agama (khususnya Protestan) melahirkan akibat yang unik di Barat dalam membantu merasionalkan sektor ekonomi dan hampir setiap institusi lain;
Menurut pandangan Weber, semangat kapitalisme tidak dapat didefinisikan begitu saja berdasarkan kerakusan ekonomi, dalam banyak hal justru sebaliknya. Kapitalisme merupakan sistem etika dan etos yang memang menjadi salah satu pendorong terjadinya kesuksesan ekonomi. Semangat kapitalisme juga dapat dipandang sebagai sistem normatif yang berisi sejumlah ide yang saling terkait.

1 komentar: