Banyak orang memahami politik sekadar sebagai cara untuk memenangkan suatu kekuasaan atau melawan kelompok politik lainnya. Adalah terlalu sempit makna dari politik itu bila demikian kita memahaminya. Berikut merupakan esai tentang konsep dasar politik secara ilmu, serta penjabaran politik dalam demokrasi serta pemilihan umum di Indonesia.
Seorang
pakar ilmu politik dari Universitas Indonesia, Miriam Budiardjo, memaparkan
bahwa kita dapat menggunakan definisi politik yang ditawarkan oleh Rod Hague
dan Andrew Heywood. Rod Hague mendefinisikan politik sebagai kegiatan yang
menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang
bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan
perbedaan-perbedaan di tengah para anggotanya. Sedangkan Andrew Heywood
mendefinisikan politik sebagai kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat,
mempertahankan, dan mengamandemenkan peraturan-peraturan umum yang mengatur
kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan
kerjasama.
Dari kedua definisi itu, kita dapat
menemukan konsep-konsep pokok politik terdiri dari lima hal utama, yaitu
negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, dan pembagian/alokasi.
Roger F.Soltau mengatakan bahwa ilmu politik mempelajari negara serta tujuan-tujuan
negara. Begitu pula dengan J.Barents yang menjelaskan bahwa ilmu politik
merupakan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dengan negara sebagai
bagiannya, sehingga dapat diketahui bagaimana negara menjalankan tugasnya. Itulah
mengapa ilmu politik juga harus mempelajari kekuasaan dalam masyarakat. Hal
tersebut juga ditekankan oleh Deliar Noer bahwa ilmu politik memusatkan
perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama masyarakat. Terkait
dengan pengambilan keputusan, Karl W.Deustch berpendapat bahwa pengambilan
keputusan dalam politik berbeda dengan pengambilan keputusan secara pribadi.
Keputusan yang harus diambil dalam pendekatan politik harus terkait tindakan
umum atau nilai-nilai (public goods),
atau secara sederhana pengambilan keputusan terkait dengan apa yang dilakukan
dan siapa mendapat apa. Sedangkan kebijakan dalam pendekatan politik merupakan
kumpulan keputusan yang diambil oleh kelompok politik dalam usaha memilih
tujuan dan mencapai tujuan. Dan terakhir, pembagian/alokasi menyangkut
penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Dalam ilmu sosial, nilai adalah
sesuatu yang dianggap baik dan benar, sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang
memiliki harga. Oleh karena itu, Harold D.Laswell dalam bukunya Who Gets What, When, How, mengatakan
sistem politik adalah keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur
pembagian nilai secara autotitaif untuk dan atas nama masyarakat. Inilah
konsep-konsep dasar tentang politik. Ketika hendak berbicara mengenai politik,
kita harus berbicara tentang cakupan kelima konsep tersebut. Jika tidak, kita
hanya berbicara omong kosong mengenai politik.
Sebagai suatu negara, Indonesia
tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai bersama para warganya. Tujuan negara
Indonesia termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yang menyatakan tujuan dari
kehidupan berbangsa ini adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mencapai tujuan tersebut, para pendiri bangsa ini telah memikirkan konsep
negara seperti apa yang cocok untuk Indonesia. Sangat menarik sekali untuk
diperhatikan bahwa para pendiri negara ini memilih konsep negara Indonesia
adalah demokrasi, di tengah tuntutan dari banyak pihak untuk menjadikan
Indonesia sebagai negara agama. Wajar apabila ada tuntutan agar Indonesia
menjadi negara agama karena tuntutan itu datang dari agama yang mayoritas di
Indonesia, yang secara kuantitas mencapai 80%. Namun, sekuat apa pun
tuntutannya saat itu, nyatanya Indonesia adalah negara demokrasi dan bukan
negara agama. Jadi, Indonesia merupakan suatu negara yang hendak mencapai
tujuannya dengan pendekatan demokrasi. Ada bermacam-macam istilah demokrasi,
seperti demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi termpimpin,
demokrasi rakyat, dsb. Namun, demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia
adalah demokrasi Pancasila, di mana pelaksanaannya masih dalam taraf perkembangan
dan sifat serta cirinya terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan. Dalam
menggerakan partisipasi masyarakat pada sistem demokrasi, maka kenderaan yang
dipakai adalah partai politik. Sejarah perkembangan partai politik pertama kali
lahir di negara-negara Eropa Barat dengan gagasan pada awalnya bahwa rakyat
merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses
politik. Keikutsertaan masyarakat dalam proses politik tidak lain dalam rangka
meningkatkan pembangunan nasional sebagai tujuan dari suatu negara.
Berbicara partai politik di negara
demokrasi, tentu kita harus memahami fungsinya bagi masyarakat demokrasi.
Miriam Budiardjo menyebutkan setidaknya ada empat fungsi partai politik bagi
negara demokrasi, yaitu pertama, sebagai sarana komunikasi politik. Hal ini
merujuk pada kehidupan masyarakat modern yang luas dan kompleks, banyak beragam
pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pendapat atau aspirasi seseorang atau
kelompok akan hilang tidak berbekas seperti suara di padang pasir apabila tidak
ditampung dan digabung dengan aspirasi orang lain yang senada. Kedua, sebagai
sarana sosialisasi politik. Maksudnya, sosialisasi politik harus diartikan
sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi
terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia
berada. Ketiga, sebagai sarana rekrutmen politik. Fungsi ini sangat erat dengan
seleksi kepemimpinan, baik internal partai maupun kepemimpinan nasional yang
lebih luas. Terakhir, sebagai sarana manajemen konflik. Potensi konflik selalu
ada di setiap masyarakat yang heterogen, apakah dari segi etnis,
sosial-ekonomi, atau pun agama. Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi
konflik. Untuk itu, peran partai politik tidak lain untuk mengatasi atau
sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga efek negatifnya dapat
ditekan seminimal mungkin. Untuk konteks Indonesia, perkembangan partai politik
terjadi di berbagai fase. Namun, hal itu tidak terlalu mendesak untuk kita
bahas di sini. Hal utama yang ingin disampaikan tidak lain soal sistem
pemilihan umum (Pemilu).
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap
lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi. Dalam ilmu politik, sistem Pemilu
ada banyak variantnya, tapi tetap mengacu pada dua prinsip pokok, yaitu sistem
distrik dan sistem proporsional. Masing-masing sistem ada kelebihan dan
kekurangannya. Kelebihan sistem distrik adalah tiap partai terdorong untuk
bekerja sama, kecenderungan membentuk partai baru kecil, wakil yang terpilih
akan akuntabel dengan konstituen, dan stabilitas politik terjaga. Namun,
kekurangan sistem distrik adalah terciptanya persentase suara karena distorsi
partai besar, kurang mengakomodasi kepentingan kelompok masyarakat heterogen,
dan wakil rakyat cenderung memerhatikan wilayah pemilihannya. Contoh negara
yang memakai sistem Pemilu Distrik seperti India, Malaysia, dan Amerika
Serikat. Sistem pemilu proporsional memiliki kelebihan dianggap lebih
representatif dan mengakomodasi partai kecil. Sedangkan kekurangannya tidak
mendorong partai-partai untuk berintegrasi, wakil rakyat tidak kuat dengan
konstituennya, serta kerap menghasilkan partai-partai baru. Contoh negara yang
menggunakan sistem Pemilu Proporsional seperti Belgia, Swedia, Italia, Belanda,
dan Indonesia.