Pada hari Selasa (7/8), saya sengaja mengajak adik dan sepupu saya yang ketepatan berlibur dari Medan untuk berkunjung ke Monas. Saat itu matahari sangat terik seperti hendak membakar seluruh tubuh ini. Hal yang ditakutkan pun terjadi, kami dilarang masuk ke dalam terowongan yang menuju puncak Monas, karena jam berkunjung wisatawan ke puncak Monas baru saja tutup. Saya melihat jam tangan menunjukkan pukul 14.15 WIB. Kami bertiga hanya bisa terdiam, terkhusus saya merasa bersalah karena telah mengecewakan liburan adik dan sepupu saya yang telah jauh-jauh datang ke Jakarta. Di dekat kami ketepatan ada yang berjualan minaatur dan kaos Monas, langsung adik dan sepupu saya melihat-lihat untuk membelinya. Sedang asyik melihat adik dan sepupu saya tawar-menawar harga, telinga saya terusik dengan perdebatan antara seorang pria tua dan wanita bule. Perbedatan mereka sangat tegang, dalam berbahasa Inggris si wanita itu terus mengatakan penipu kepada lelaki tua itu. Balasan yang tidak kalah keras juga disampaikan lelaki tua itu yang fasih berbahasa Inggris dengan mengatakan bahwa wanita itulah yang telah menipunya.
Dengan kemampuan berbahasa Inggris yang seadanya, saya mencoba mendekati wanita bule yang terduduk sambil menggerutu. Saya menanyakan ada hal apa yang salah dengan perdebatan tadi. Langsung lelaki tua itu mendekati saya dan berkata dengan ketus kalau itu masalah mereka sehingga saya tidak boleh ikut campur. Di sisi lain wanita bule itu bercerita kepada saya kalau dia merasa kecewa ditipu oleh lelaki tua itu hanya karena dia adalah seorang turis yang berkunjung dari jauh. Saya meminta lelaki tua itu untuk berhenti berbicara dan bertanya kepada wanita bule itu siapa nama dan asalnya dari mana. Saya lupa nama wanita bule itu tetapi dia berkata asalnya dari Italia. Dengan sabar saya meminta dia untuk bercerita permasalahannya. Dengan tatapan yang serius wanita itu bercerita kalau lelaki tua itu adalah seorang pemandu wisatanya di Jakarta. Karena ingin menghubungi temannya yang ada di Italia untuk menanyakan restoran yang enak di Jakarta, dia meminjam telepon genggam milik lelaki tua tersebut untuk mengirim pesan singkat. Kepada lelaki tua itu, wanita dari Italia berkata akan membayar berapa pun untuk pesan singkat itu. Selesai menggunakan telepon genggam milik lelaki tua itu, ternyata wanita Italia itu kaget bukan kepalang karena lelaki tua itu meminta 5 Dollar. Si wanita bercerita ketika dia baru saja tiba di bandara Indonesia, dia meminjam telepon genggam orang lain dan biaya yang keluar untuk telepon ke Italia hanya dua ribu rupiah saja. Yang wanita Italia ini tidak bisa terima adalah lelaki tua itu sudah menipunya.
Saya beralih ke lelaki tua itu dan bertanya, apakah cerita wanita Italia itu benar? Dan lelaki tua itu memberikan konfirmasi bahwa cerita tersebut benar. Lalu saya melanjutkan pertanyaan, mengapa sampai lima dollar? Lelaki tua itu menjawab karena wanita Italia itu yang mengatakan akan membayar berapa saja. Lelaki tua itu merasa tidak terima dengan kehadiran saya dan menunjukkan identitas pemandu wisatanya yang resmi. Dari belakang adik saya langsung menyahut, "Bapak sudah buat malu nama Indonesia di mata turis Italia". Saya menenangkan adik saya dan kemudian bertanya kepada lelaki tua itu berapa rupiah pulsa yang dihabiskan oleh wanita Italia itu agar saya menggantikannya dengan uang pribadi. Lelaki tua itu mengatakan bahwa telepon genggamnya punya fasilitas pasca bayar, jadi tidak mengetahui berapa jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk tarif pesan singkat ke Italia. Lantas saya bertanya balik mengenai solusi terbaik kepada lelaki tua itu. Dia mengatakan merelakan tidak usah dibayar oleh wanita Italia itu. Saya bertanya sekali lagi untuk memastikan apakah dia rela memberikan cuma-cuma dan lelaki tua itu menjawab rela.
Saya beralih ke wanita Italia dan bercerita hasil pembicaraan saya dengan lelaki tua itu. Wanita Italia itu kaget dan mengatakan tidak boleh seperti itu. Bagi wanita Italia, kalau lelaki tua itu memberikan cuma-cuma, maka wanita Italia itu akan sangat tersinggung. Oleh karena itu, wanita Italia itu mengeluarkan uang delapan ribu rupiah untuk ganti pesan singkat itu. Lelaki tua dengan marah berkata dalam bahasa Inggris, bahwa kalau dibayar dia mau lima dollar dan bukan delapan ribu rupiah. Dengan kesal wanita Italia itu mengeluarkan uang sekitar empat puluh lima ribu rupiah dan memberikannya kepada lelaki tua itu. Sambut lelaki tua itu, dia tidak mau menerima kalau wanita Italia itu tidak ikhlas. Wanita Italia membuang muka kepada lelaki tua dan beralih tatapan ke saya, lalu berkata, "Masalahnya bukanlah uang lima dollar itu, tetapi intinya dia sudah menipu saya hanya karena saya adalah seorang turis". Lelaki tua itu lansung membantah si wanita Italia dan membuat saya secara pribadi sangat tersinggung dengan ulah lelaki tua itu. Saya berkata dengan keras kepada lelaki tua itu bahwa masalah sudah selesai, karena wanita Italia itu sudah memberikan lima dollar sesuai permintaan. Dengan keras saya meminta lelaki tua itu untuk tidak memperpanjang masalah lagi.
Saya merasa iba dengan wanita Italia itu dan menawarkan telepon genggam untuk dipakai secara cuma-cuma tanpa biaya dan uang rupiah sekiranya dia membutuhkan. Wanita Italia itu menolak tawaran saya dan berkata persitegangan tadi merupakan pelajaran berharga baginya. Saya mengkonfirmasi bahwa lima dollar adalah harga yang kemahalan untuk pesan singkat. Wanita Italia pun membenarkan pendapat saya dan mengatakan bahwa lain kali dia tidak akan sembarangan minta tolong di Indonesia. Saya bertanya mengapa wanita itu enggan meninggalkan tempat duduknya, lalu dia menjawab sedang menunggu temannya yang tengah berada di puncak Monas sejak 30 menit lalu. Saya pun mengucapkan salam perpisahan kepadanya dan dia berterima kasih atas bantuan yang ditawarkan.
Sepanjang perjalanan di mobil, saya bercerita kepada adik dan sepupu saya bahwa orang-orang Indonesia, khususnya di Jakarta kebanyakan sering menyalahgunakan kepercayaan orang lain untuk kepentingan pribadi. Saya sangat simpatik dengan musibah wanita Italia itu. Adik saya mengatakan kekecewaan terbesarnya adalah bahwa lelaki tua itu membawa cerita Monas yang tidak baik ke Italia. Hal itu juga dibenarkan oleh sepupu saya. Dalam hati kecil saya bertanya, "Masih adakah orang Samaria yang baik hati itu di Jakarta?". Sekiranya ada, tentu cerita indah tentang Monas sampai ke Italia dengan baik.