Selasa, 24 Mei 2022

Bernyanyilah bagi Tuhan (Why.4:8-11, Khotbah Epistel Minggu Kantate)


 

 

4:8 Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang." 4:9 Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya, 4:10 maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata: 4:11 "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan."

 

Pendahuluan

Wahyu Yohanes sejatinya dialamatkan pada ketujuh jemaat Kristen di Asia (Why.1:4). Saat itu, umat Tuhan berada di bawah kolonialisme Romawi, termasuk Yohanes berada di pulau Patmos oleh karena pengasingan akibat dicurigai sebagai pemberontak. Kekristenan kala itu dianggap sebagai potensi bahaya, sebab Kristus yang menjadi pusat beriman umat percaya dipuja sebagai Mesias yang diutus oleh Allah. Kita tahu kalau Mesias itu merupakan jabatan politis di bangsa Israel yang memiliki tugas untuk membebaskan umat-Nya dari belenggu penjajahan, seperti dari perbudakan Mesir dan pembuangan Babel. Penindasan Kaisar Romawi yang begitu beringas membuat umat Tuhan menjadi sangat menderita. Untuk itu, Yohanes harus tetap memberikan motivasi dan semangat untuk mereka yang dirundung ketakutan dan ketidakpastian. Apabila menulis secara terbuka, surat Yohanes dari pulau Patmos pasti akan dihanguskan oleh pemerintah kolonial Romawi. Untuk itu, Yohanes mencoba menuliskan sebuah surat dari pembuangannya di Patmos dengan gaya kesusastraan di masa itu. Sehingga, kolonial Romawi melihat surat Yohanes ini sebagai karya seni sastra yang indah.

Kesulitan kita sebagai umat percaya di masa kini dalam membaca surat Yohanes dari Patmos tentu dilatarbelakangi konteks yang berkembang sesuai zamannya. Misalnya saja, anak di masa kini tidak tahu bagaimana berjuangnya untuk berkomunikasi di era masa lampau, ketika handphone dan internet tidak sepesat saat ini. Mengirim uang dengan menggunakan wesel pos. Memberikan kabar untuk kerabat di luar kota melalui sepucuk surat yang sampainya berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Mereka pasti bingung ketika kita menceritakan perihal “antrean di Wartel” atau “perangko pos untuk luar kota”. Demikian juga dengan konteks metafora yang digunakan dalam surat Wahyu ini, kita sangat terbatas pemahaman tentang istilah yang berkembang kala itu. Ada jarak waktu yang sangat jauh yang menjadi jurang antara pembaca di saat itu dengan kita di masa kini. Akan tetapi, tafsiran kitab Wahyu pada saat ini sudah sangat berkembang. Setidaknya ada enam pendekatan yang diketahui dan diakui dalam kajian teologis terhadap teks Wahyu ini, yaitu : Praeter, Historis, Futuris, Triumfalis, Idealis, dan Perspektif. Tafsiran teks saat ini merupakan kolaborasi dari pendekatan Prater (peristiwa masa lalu), Futuris (peristiwa masa depan), dan Triumfalis (peristiwa masa lalu yang akan terjadi di masa depan)

 

Pembahasan

4:8 Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang." 4:9 Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya

Persoalan dalam bagian ini adalah siapa keempat makhluk yang masing-masing bersayap enam itu? Sebelumnya, Yohanes menggambarkan bagaimana rupa keempat makhluk itu, “Adapun makhluk yang pertama sama seperti singa, dan makhluk yang kedua sama seperti anak lembu, dan makhluk yang ketiga mempunyai muka seperti muka manusia, dan makhluk yang keempat sama seperti burung nasar yang sedang terbang.” (ay.7). Apabila kita membaca kitab Yehezkiel (1:5, 6, 7, 8, 10; 10:1-21), penglihatan itu sama dengan yang ada di teks Wahyu. Sekalipun demikian, para ahli PB berbeda pandangan tentang siapa mereka. Ada yang mengatakan keempat makhluk itu merupakan empat penjuru alam dan perbintangan utama di dalam zodiak, dan keenam sayapnya masing-masing menjelaskan akan kecepatan, kekuatan, dan kercerdasannya. Ahli PB lain menjelaskan keempat makhluk itu melambangkan tatanan malaikat di surga di mana ada yang punya kekuatan seperti singa, ada juga yang punya pelayanan sebagaimana anak lembu melayani tuannya, ada juga yang memiliki kecerdasan dan kemampuan seperti manusia, serta ada juga yang punya ketajaman penglihatan seperti burng nazar.

Setidaknya dari penjelasan ahli PB tadi, kita dapat mengambil suatu gambaran umum kalau keempat makhluk itu merupakan representasi makhluk dari atas/surga di dalam memuji-muji Tuhan di dalam kekudusan-Nya. Mereka ini ciptaan juga sebagaimana manusia yang diciptakan-Nya. Nyanyian mereka ini dikenal dalam bahasa Yunani dengan nama trihagion atau di dalam bahasa Latin disebut dengan sanctus. Suatu pujian yang sangat kuat sekali menegaskan kekudusan Allah yang berbeda dari manusia ciptaan, sampai diulangi sebanyak tiga kali, yang dapat juga kita pahami sebagai persekutuan Allah, Yesus, dan Roh Kudus.

Pokok Teologis : Makhluk di Surga Memuji-muji Kekudusan Allah yang Kekal

 

4:10 maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata: 4:11 "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan."

Di sini persoalan yang harus dipecahkan adalah siapa kedua puluh empat tua-tua yang ada pada teks kita. Di ayat sebelumnya, ada disinggung tentang kedua puluh empat tua-tua itu. “Dan sekeliling takhta itu ada dua puluh empat takhta, dan di takhta-takhta itu duduk dua puluh empat tua-tua, yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka. Dan dari takhta itu keluar kilat dan bunyi guruh” (ay.4-5a). Para penafsir teks PB juga beragam menafsirkan ke dua puluh empat tua-tua ini. Ada yang mengatakan bahwa ini merupakan metafora untuk pembagian imam dalam tradisi Perjanjian Lama (PL) yang dibagikan ke dalam 24 rombongan/kelompok. Kita mengetahui di dalam Alkitab kalau ayah dari Yohanes Pembaptis merupakan seorang imam yang mewakili bangsa Israel untuk mempersembahkan kurban persembahan di Bait Allah (Luk.1:8). Mereka dirotasi dalam melakukan tugasnya. Jadi, kita patut mempertimbangkan ke-24 tua-tua ini merupakan representasi dari para imam yang memberikan persembahan kepada Allah. Ada ahli lain yang menafsirkan mereka ini merupakan represntasi malaikan surgawi untuk memberikan persembahan kepada Tuhan. Tetapi, tafsiran ini sangat lemah sekali. Ada tafsiran lain yang layak dipertimbangkan yaitu kedua puluh empat tua-tua ini merupakan orang kudus  yang telah memenangkan pertandingan iman di PL dan PB. Ini bisa jadi hal yang sangat dekat bila kita merujuk pada mahkota emas yang ada di kepala. Mahkota emas bukanlah tanda pemegang kerajaan, tetapi tanda yang sering diberikan pada mereka yang memenangkan suatu pertandingan olahraga.

Dari pendekatan tafsiran yang ada ini, kita dapat mengambil gambaran umum untuk teks di ayat 10-11 ini bahwa segala ciptaan yang ada di bumi pun turut memuji-muji Tuhan dan memberikan persembahan kepada-Nya.

Pokok Teologis : Mahkluk di Bumi Memuji-muji Kebesaran Allah Pencipta

 

Refleksi-Aplikasi

1.       Makhluk di surga memuji-muji kekudusan Allah yang kekal

Turut sertanya makhluk surga memuji kekudusan Allah menggambarkan bagaimana kekuasaan Allah sangat nyata di surga. Dia adalah Allah yang kekal yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Apabila kita pernah membaca laporan berita astrofisika tentang alam semesta, kita akan dibuat takjub betapa waktu itu sangat relatif di luar angkasa. Untuk itu, ruang pun menjadi sangat subjektif. Teori Big Bang menjelaskan kalau alam semesta kita ini dikatakan mengembang dari sejak ledakan dahysat terjadi. Dalam keyakinan iman Kristen, kita tahu bahwa sebelum Big Bang itu terjadi Allah telah ada. Karenanya, Allah itu dari kekekalan sampai pada kekekalan. Hukum energi dalam bahasa fisika sederhananya dipahami sebagai sesuatu yang tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Energi hanya mengkonversi bentuknya saja. Demikian juga Allah yang kita imani, Dia tidak diciptakan dan Dia tidak akan berakhir. Dia dapat datang di dalam diri Yesus Kristus dan Roh Kudus sepanjangan pengenalan kita melalui Alkitab. Kekaguman ini juga dirasakan oleh makhluk surga yang mengakui bagaimana kekekalan Allah.  Oleh karenanya, kita sebagai umat percaya yang hidup di bumi harus semakin mengasihi Allah di dalam kekekalan-Nya. Sebab, Allah dengan segala kekuasaan-Nya yang kudus dapat mengatasi langit dan bumi.

 

2.       Makhluk di bumi memuji-muji kebesaran Allah Pencipta

Dalam konteks Yohanes menuliskan surat ini, Kaisar Romawi diperlakukan bak dewa. Tetapi, surat Yohanes ini mengajak kalau pusat penyembahan kita selaku umat percaya hanya diarahkan kepada Allah yang kita kenal di dalam Yesus Kristus saja. Mengapa? Yohanes menegaskan karena Dia adalah Allah Pencipta. Umat percaya karenanya diajak untuk tidak takluk pada kuasa di dunia yang mungkin dapat mencelakakan tubuh dan menghilangkan nyawa. Kita hanya takluk kepada Tuhan Allah saja sebagai Pencipta kita. Di dalam rasa takut dan hormat, tanda kita takluk kepada Allah, kita sesungguhnya sedang memuji-muji kebesaran Allah, Sang Pencipta itu. Kita tidak akan terpisah dari kasih Allah Pencipta. Sebab, kita telah diikat oleh Perjanjian Agung oleh Kristus. Perjanjian ini ditandai dengan pengurbanan Kristus. Oleh darah-Nya, kita diselamatkan-Nya. Untuk itu, kita harus memiliki keberanian di dalam menjalani kehidupan sebagai umat tebusan. Karena, Allah Pencipta akan senantiasa memelihara kehidupan umat -Nya. Inilah yang kita puji di dalam iman kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar